Sebelum menjadi kita, aku dan kamu adalah dua buah tanda tanya yang berusaha mencari jawaban dengan ke-mengertian, sampai pada akhirnya kita lelah, menyerah dan berhenti di sebuah titik, untuk saling berpegangan agar bisa meneruskan perjalanan.

Wednesday, June 22, 2011

naskah selesaaai :) bagian 1



                                  Satu
    Hal yang paling ku benci adalah bediri di tengah lapangan. kepanasan dan mendengar Pak Hartono berkoar-koar atas ceramahnya. Di mimbar. Pada saat upacara. Rasanya seperti menunggu seribu abad disini. Pak Hartono adalah Kepala Sekolah di SMA Pancasila. Sekolahku. Ia berbadan besar dan kalau kalian lihat dari atas, bagian kepalanya seperti habis terkena masin pemotong rumput. (maksudku botak. Hanya ku perhalus saja hehe).
   Aku berdiri di samping Arza. Lelaki yang berkulit sawo matang, barbadan tinggi dan gak lupa dengan kacamatanya itu. Bukan Arza kalau tanpa kacamatanya. Oh iya Arza ini teman ku lho!. Kalau aku golongkan ia. ke spesies manusia baik. Yap, aku setuju. Dan, kalau di kasifikasinya golongan manusia ganteng? Gak salah juga. Tapi, aku gak mau bilang. Nanti dia ke-PEDE-an lagi.
    Seperti kejadian beberapa bulan lalu saat aku dan Arza hangeout bareng di sebuah kafe. daerah mampang. Aku bilang sama Arza kalau “Penampilan lo beda deh hari ini. Gue suka” baru ku lontarkan jenis kata seperti itu aja. Arza sudah langsung berkoar-koar pedenya. Kayak Pak Hartono tuh. Ngomong di mimbar. Dimana-mana pidato dalam Upacara itu paling hanya tujuh menit. Ya paling banter sepuluh menit lah. Ini bukan tujuh menit. Melainkan tujuh kali lipat lamanya.
   Astaga! Mati aku kepanasan. Disini. Semua orang yang berdiri disini aku yakin tidak akan mendengarkan pidato itu. Jangankan mendengarkan malah mereka berdoa. agar Pak Hartono keselek nyamuk. Biar tidak bisa lagi berkoar-koar. Bahkan ada yang berharap ditengah teriknya matahari seperti ini tau-tau hujan mengguyur kami. Terus semuanya pada bubar. Itu lebih asyik menurut ku.
    Aku menyeringai. Wajah  ku sudah memerah. Seperti kepiting rebus!. Sementara keringat mengalir deras di kedua pelipis dahi ku. Tetapi suara rebut dan kasak kusuk terdengar dari barisan paling belakang. Barisaanya cowok rusuh kayak Jimmy, Dave dan Toni. Tiga serangkai yang sering  bikin ulah di kelas. Mereka memang selalu gaduh. Anywhere. And anytime.
    Bahkan pada saat ulangan mereka sibuk nyari contekan. Dan pastinya ribut juga. Tiada hari tanpa ribut. Padahal Jimmy kan ketua kelas. Bukannya menjadi contoh yang baik. Malah sering kali menjadi bulan-bulanan orang. Karena keonaran yang sering ia ciptakan.
     Arza memperhatikanku yang tengah mandi keringat. Aku terus menutupi pandanganku dengan jari-jari tanganku yang ku himpit dan ku sejajarkan di atas dahi. Padahal saat itu sedang tidak lagi hormat pada sangsaka merah putih. Adegan hormat itu sudah berlalu beberapa menit yang lalu. Sebelum Pak Hartono berkoar-koar seperti itu. Aku terus menunduk dalam-dalam. Menghindari sengatan raja siang yang tengah menjalani tugasnya dengan baik. Arza maju satu langkah dari tempat sebelumnya ia berdiri. Sinar mata hari yang tadinya tepat memanahku kini terhalang oleh tubuhnya.
    “Thanks” kataku.                                             
    Arza tidak menjawab. Tapi, aku yakin ia tersenyum di balik badannya yang tinggi ini. Aku bisa melihat kemeja putihnya. dengan badge sekolahku di lengan kanannya. yang basah kuyup tersiram keringat.usai upacara aku dan Arza langsung ngaburke kantin untuk menghilangkan dehidrasi. Setelah itu lari secepat kilat ke dalam kelas dengan membawa teh botol yang sudah kami beli.
   Begini koceknya anak esema. Kalo beli apa-apa musti patungan dulu. Aku seceng, Arza seceng. Dapet deh teh botol satu. Biar pun patungan dan Cuma bisa minum setengah dari teh botol itu dan setengahnya lagi dengan ikhlas ku berikan pada Arza. Aku cukup senang, akubisa menikmati rasa teh botol itu dengan campuran jigong Arza hehe. tapi arza menjamin kalo tadi pagi dia sikat gigi.
 Hiruk-pikuk di kelas masih terdengar jelas. Huru-hara yang tercipta dari mereka yang bercuap-cuap. Termasuk temanku yang satu ini.
   “Sa. Gue pinjem pulpen dong. Yang warna ping!” kata Febry kepada sahabatnya. Memang kegemaran Febry adalah warna pink. Semuanya dari mulai tas, tempat pensil, jam tangan, ikat rambut, anting-anting, cincin, dan puluhan pernak-perniknya yang di pakai selalu identik dengan warna pink. Kadang malah seperti pink’s aksesori berjalan. Itu lho toko aksesori yang isinya warna pink semua.
   “Huh elo udah minjem pake milih lagi,” sahut Elisa yang tengah sibuk dengan tugas biologinya.
   “Pinjem dong, Sa!” kata Febry seraya membuka tas-nya dan mengeluarkan beberapa buku dari dalam tas itu.
   “Ehh. Mis ping!” Elisa membenahi tubuhnya menghadap Febry. “lo tau kan pulpen gue tuh yang harganya serebu dapet segepok. Murah meriah! Ya Cuma ada warna item doang!” sewot Elisa.
   “Males tralala deh gue, Sa. Dasar bocah ga modal. Beli pulpen yang kayak gitu.”
   “Heh, mending gue masih beli. Dari pada lo. MINJEM!” Elisa menekankan pada kata terakhirnya dalam kalimat yang ia ucapkan barusan. Membuat Febry keki abis. Cut, dulu sebentar. Dari pada ngomongin mereka  yang tiada akan habisnya. Kerena mereka tiap hari bercuap-cuap. Mending balik lagi ke dalam suasana kelas yang tau-tau serempak diam. Setelah walikelas kami masuk. Menyeret seorang bocah hingga berdiri di depan kelas.
   “Nama saya Hani Hartini” kata si bocah tadi dengan suara yang amat sopan memperkenalkan dirinya. Setelah Bu Sarah mempersilakannya.
Ooo.. dia anak baru. Banyak yang ber-ooo-ria diantara kami. Dan tidak sedikit yang mengangguk-angguk.
   “Hani kamu bisa duduk dengan Tami di sana.” kata Bu Sarah.
   Lalu ia segera pergi meninggalkan kelas. Bangku di sebelahku memang selalu kosong. Kadang Arza yang sering menampatinya. Tapi sesuka hatinya dia si. Enaknya duduk dimana. Wong Arza kan sekerepe dewek! Hehe. terdengar kasak-kusuk Elisa, dan Febry yang membicarakan si anak baru. Huh dasar Elisa. Anak baru aja udah di omongin.
    Hany menempatkan bokongnya di sebelahku. Lalu ia menyodorkan tangannya seraya menyebutkan namanya. “Hani” hemm karena aku ini orang baik ku sambar dong tangannya. Sambil mengucapkan namaku. “Tami”.
   Hanya sebatas perkenalan waktu itu selanjutnya kami memperhatikan pelajaran. Tapi sesekali aku melirik ke arahnya. Melihat penampilannya. Hemm ku pikir dia cantik kok. Dan aku suka rambutnya yang terurai panjang. Aksesorisnya yang lengkap. Mulai dari anting, cincin, gelang, manik-manik yang menempel di bajunya. Dan jepit rambut. membuatku berasumsi hany cewek cantik dan baik. Tidak berbeda jauh dengan Ferbry. hanya saja Febry terlalu maniak dengan warna pink.
                                                       ©©©
    Nyangkan gak sih kalo satu jam kemudian, usai pergantian jam pelajaran. Bu Sarah masuk lagi ke dalam kelas. Tapi yang jadi masalahnya bukan bu sarah lho. Itu tu. Bocah yang sukses diseret oleh Bu Sarah kesini. Heran kan? Aku sendiri bingung. Enggak nyangka. Kalau hari ini  ada dua anak baru sekali gus menjada penghuni baru di kelasku. Bikin sempit kelas aja!. Dan yang pastinya mengurangi oksigen di kelas untuk ku hirup. Anak baru yang ini bukan seperti Hany yang memakai rok. Tapi dia pake celana panjang abu-abu. Berarti dia cowok!. Iyalah masa sih cewek? Yaampyun.
    “Namanya Elang” ujar Arza sambil menyentil gemas kepalaku.
    “Oh” aku ber-oh mengerti.
    “Namanya si Erlangga tapi di panggil Elang. Emang tadi lo gak dengerin?” tanyanya sambil menyedot pop ice ku. Dan… oh god! Di abisin lagi. Sial!
   “Eh ngomong si ngomong. Tapi jangan pop es gue lo sikat juga” kataku menyikut perut Arza dan sukses membuat Arza mendesis “aduh”.
    Sebenernya si bukan aku tidak mendengar. Aku dengar hanya saja tidak terlalu memperhatikan karena aku sedang asyik SMS-an dengan Mas Dylan. Teman Kakak ku yang diam diam aku sukai. Setelah mengisi perut di kantin aku dan Arza kembali ke dalam kelas. Setibanya aku di dalam kelas aku mendapatkan Febry dan Elisa tengah asik menggosipi Elang. Siapa lagi? Orang itu kini sedang hangat di perbincangkan. Karena Elang duduk di belakang bangku ku. Aku kena wawancara dadakan dari Elisa dan Febry. So,, mereka menyerbu ku dengan ribuan pertanyaan yang membuatku kontan risih. Mau ketawa juga sih. Hehe.
Orang macem Elang kok ya di ributin sih? Kalo Mas Dylan baru deh aku mau memperebutkannya.
  “Tami, gimana rasanya duduk di depan Elang? Enak gak?” Tanya Febry dengan rasa penasarannya yang segede gaban.
   “Iya, lo udah sempet kenalan belom? Jabat tangan gitu. Kan tempat duduk lo deket sama dia. Kalo sekedar jabat tangan mah nyampe kali?!” tambah Elisa makin ngaco.
   “Tami, pokoknya lo harus kasih tau kita. Gimana si Elang itu?” sodor Febry.
    Aku membelak memutar kedua bola mataku ke atas. Lalu dengan entengnya aku berkata.                     “Gue aja baru tau namanya dari arza tadi di kantin.”
  “HAAA!? KEMANA AJA LO?” mereka melonjak hebat. Kalo di gambarkan kartunnya mereka duduk di kursi lalu terjengkang ke belakang. Sehingga menghasilkan bunyi “gubrak!” yang sangat dasyat. Aku tersenyum geli dengan expresi mereka yang aneh itu. Ternyata gak Cuma Febry dan Elisa doang yang begini. Puluhan cewek  di kelas sebelah aja tau-tau pada mendatangi kelasku Cuma buat ngeliat kegantengan Elang. Ketika Elang lewat di depan Elisa dan Febry. Mereka sering kali megap-megap tak berdaya. Hihi kayak orang ketemu setan aja. Tapi ini setannya ganteng!. Bukan kabur malah di kerebutin.
                                                       ©©©

   Bel pulang berbunyi. seluruh siswa berlomba-lomba menghamburke luar, waktunya terbebas dari penjara.sekolahkua memang bak buih yang menyeramkan. Daun jendela di beri jeruji besi. Agar kami tidak kabur. Peraturan yang ketat dan super disiplin menjajah sebagian besar murid. Hampir seluruhnya malah.
    Bu Dodi yang sering berpatroli dari ujung koridor ke koridor lain. Seperti pengawas independen yang seolah menyeret gada besar sebagar senjata untuk membombardir  anak-anak yang melanggar peraturannya. Kami yang sekolah disini tidak jau beda dengan narapidana yang masuk penjara gara-gara meling jemuran tetangga.
     Seperti biasa aku pulang dengan Arza, naik motor ninjanya. bulan lalu si emang pake motor butut . motor bagus yang di modive onderdilnya, terutama suara kenalpot motornya itu yang membuat telingaku terasa bising. Tapi Arza malah bilang “Tam ini gue baru ketiban duren montong, makanya Babe gue beliin gue ninja!” hemm maksudnya si mau pamer motor ke aku gitu, huh Arza!, eh saat di parkiran dia cengar-cengir lagi.
   “Kenapa lo za? Ketiban duren montong lagi?” tanyaku dengan tampang penasaran.
Arza menggeleng, lalu berkata “gue dapet nomernya hani dong , wekkk”sambil melet-melet ke arahku.
     “Huuu… gue kira lo kenapa?, baru aja nomernya hani, belom juga nomer gue!” aku mencibir dengan pedenya, lalu bermelet-melet ria tak kalah dong dengan meletannya Arza tadi hehe..
                                                          ©©©



















                                                  Dua
   Masuk yuk, Za?” pintaku pada Arza setibanya kami di rumahku.
   “Wah bukannya gamau, Mi. tapi, gue harus nganter nyokap belanja pesenan kain” kata Arza menolak secara halus.
      Huh, iya deh. lagi pula aku kan Cuma sepik doang. biar kesannya aku gak dibilang sombong gitu sama temen sendiri hehe.. apa lagi Arza yang hampir tiap hari mengantar-jemputku ya.. bisa di bilang tukang ojek pribadiku lah. Oh iya disamping Arza orangnya emang baik. Dia nurut lho apa kata nyokap-bokapnya, buktinya tadi dia bilang mau nganterin nyokapnya belanja kain, maklum myokapnya kan bisnis kain gitu. Ini salah satu yang membuat aku takjub dengan Arza, tapi jangan bilang-bilang ya sama Arzanya.
    Arza melambaikan tangan tanda perpisahan denganku. halah perpisahan. udah kayak mau kemana aja padahal besok juga ketemu lagi di sekolah.   
Aku melangkahkan kakiku kedalam rumah, di sambut oleh Mas Bintang dan teman –temannya yang tengah asik bersendagurau, tau gak ternyata disana ada Mas Dylan!, oh god, lucky today. bisa ketemu sama Mas Dylan, rezeki yang tak ku duga sebelumnya.
   “Eh udah pulang, Tam?” kata Mas Bintang yang baru nyadar dengan kedatanganku. saat aku menaiki tangga menuju kamarku.
   “Iya Mas” sahut ku singkat. sambil sesekali aku nyolong-nyolong pandangan ke Mas Dylan yang ku fonis ganteng itu, lalu aku segera ngeluyur ke kamar.
                                                       ©©©

    Jantungku terasa tak karuan saat melihat Mas Dylan tadi. Beginilah enaknya punya kakak cowok. Disamping bisa ku suruh suruh jadi supir pribadiku (kadang). kalau mengantar ku kemanapun, aku juga bisa memanfaatkan posisinya sebagai anak kuliahan, kan Mas Bintang sering banget ngajak temen-temennya main ke rumah. bilangnya sama Mamah si mau ngerjain tugaslah, kerja kelompok lah, tapi ku perhatikan mereka lebih cenderung suka bercanda. sambil memainkan seperangkat alat nge-band-nya Mas Bintang.
    Apalagi minggu kemarin Papah baru saja memberikan gitar stratocaster untuk anak sulungnya itu, otomatis temen-temennya jadi lebih sering main ke rumah dan…. aku memanfaatkan keadaan ini untuk melihat Mas Dylan. Ini pertama kalinya aku suka dengan cowok  so.. baru kali ini aku ngerasain dag-dig-dug ria hehe J
Aku mendapati Mbak Surti yang lagi mengaduk 4 gelas  orange juice di pantry dan disinilah otak akal ku melesat hebat.
   “Mbak ini minuman buat temen-temennya Mas Bintang kan?” Tanyaku seraya mendekati Mbak Surti.
   “Iya. Mbak” kata Mbak Surti.
   “Biar aku aja ya mbak yang nganter minuman ini” kataku dan sukses membuat Mbak Surti menyerengitkan alisnya.
   “Pasti ada maunya nih” seloroh Mbak Surti membuatku tergelak-gelak pergi menjauhinya. Pastinya, aku sukses dong membawa lari nampan yang berisi 4 gelas orange juice untuk teman-temanya Mas Bintang khususnya buat… Mas Dylan!
   “Mas. ini minumannya” kataku kepada Mas Bintang yang masih sibuk dengan gitar  stratocaster-nya
   “Iya, taro situ aja” ujar Mas Bintang yang tidak begitu peduli denganku.
   Sebodo amat deh dengan sikapnya mas bintang. yang penting aku bisa mencuri-curi pandang sama Mas Dylan. Aku menyodorkan 4 gelas itu di sebuah meja dan tak ku sangka sebelumya Mas Dylan muncul di hadapanku lalu ia bilang. ”Makasi ya, Tami” dengan senyum sumringah yang mengembang di wajahnya.
    Ini yang membuatku tak berdaya di depan Mas Dylan, aliran darahku begitu terasa cepat mengalir. wajahku memerah padam dan aku salah tingkah. sampai nampan yang tadi ku bawa kini ku peluk-peluk, sepertinya aku bodoh apalagi sekarang aku menampakan ketololanku ini di depan Mas Dylan, bodoh!.
                                                       ©©©

    Hawa kepopuleran Elang etrus meningkat semenjak para cewek seangkatanku tau berita anak baru yang ganteng itu. Hebat banget ada anak baru yang menggemparkan kaum hawa di sekolahku. Mereka yang tak berdaya tergiur dengan pesona kegantengan Elang yang sangat memikat hati. Bagi siapapun yang melihatnya.
   Puluhan cewek yang ngantri bolak-balik bahkan sampai pada rela nunggu giliran masuk ke dalam kelasku. Hanya untuk melihat Elang. Itu pun pada jingkrak-jingkrak seneng banget. Astaga! Sudah pada gila kali ya. Kayak gak ada cowok lain aja. Seolah saat ini Elang adalah cowok paling guanteng sejagat raya. Tidak lagi Febry dan Elisa yang terus-teusan menatapi Elang. tiada habisnya  kehadiran Elang menyihir ribuan cewek. Dan yang membuatku tergelak-gelak mereka membuat group. Elang’s lover. Ini benar-benar sudah pada sinting.
Tapi sikap Elang tetap biasa aja. Tidak ada yang membuatnya sanang ataupun kesal. Datar-datar saja. Seperti tidak ada yang terjadi aksi apapun di depan matanya. Sikapnya tetap tenang.
    Aku gak bilang ya. kalo setiap anak baru itu nyolot dan sok tau. Tapi, kelakuan Elang disini membuatku berargumen seperti itu. lihat saja sekarang. Aku hanya menjalani tugasku yang diamanatkan Bu Sarah untuk meminta uang khas kepada seluruh siswa di kelasku tidak terkecuali Elang. Tapi dia balah bilang gini “Emang uang kas itu penting ya?” dengan tampang nyolotnya. Membuat ku terbelak. BRAK! Ingin ku tampar wajanya saat itu juga.
    Kalo gamau bayar duit kas dari mana lo bisa minum air galon si kelas? (kebetulan dikelasku tersedia air galon yang kami beli  dari uang kas). terus dari mana lo bisa dapet  foto copi-an catetannya Elisa (Elisa kan sekretaris di kelas. jadi semua catatannya Elisa kami foto copi karna satu hal argumen kami yaitu : males nyatet dan moto yang dikelasku anut “satu untuk semua” brengsek gak tuh). Lalu aku menghela nafas di hadapan bocah tengil itu.
    “Lo pikir aja sendiri!” ujar ku kesal. lalu pergi meninggalkan Elang.
   Tapi argumenku yang ku bilang “Setiap anak baru itu nyolot dan sok tau” itu sama sekali gak berlaku sama Hany. liat tuh Hany sukses menyeret tumpukan cowok di mejaku seperti Justin beiber aja yang di kerubuni para beibers-nya. Emang si Hany menarik dan dia juga menarik segerobak cowok yang mengotori mejaku, bukan hanya mengotori saja tapi juga membuatku gak bisa duduk dibangku ku yang pewe itu.
   Dengan sangat terpaksa aku harus mengungsikan bokong ku ini di tempat duduknya Febry,  untung aja Ferbry sama Elisa lagi sibuk tralala-trilili, huh mereka emang gak pernah berubah.
Saat-saat seperti ini yang paling enak itu SMS-an sama Mas Dylan, ciipirili! Good idea. Telah ku putuskan untuk SMS Mas Dylan.

To : Mas Dylan
Hai mas, how’s your day?

    Hemm… emang si kelihatan agak so akrab gitu, tapi gapapa deh, waktu itu bahkan Mas Dylan lebih sok akrab dengan menanyakanku. “sudah makan belom?” via SMS. Jadi gak ada salahnya dong aku mengakrabkan diriku dengan calon pacarku kelak*pedebanget*
Drrtt..drrtt..drrtt.. tak lama kemudian handphone-ku bergetar. Sesaat aku membenarkan posisi dudukku dengan menyender ke bahu kursi di belakangku. Mataku masih melototi layar handphone dengan semangat. ada belasan dari Mas Dylan, dan aku segera membacanya.

From : Mas Dylan
Hemm.. fine ko. Kmu sndri? Ko bkan nya bljr mlh sms-an? Skrng kn msh KBM

  Mas delan menyerbuku dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat ku mesem-mesem sendiri.

To: Mas Dylan
Me too J, kn skrng jm istrht ms, lht msh jm 10 pg.

Drrtt..drrtt..drrtt..

From: Mas Dylan
Hehe lp, sori kn mklum udh lm lps srgm. Skrng trpku sm jdwl kul, eh btw km udh mkn blm?

  Aku kembali mesem-mesem ketika membaca kalimat terakhir dari SMS mas selan barusan     “Kamu udah makan belom?” so.. perhatian gak tuh , sampe nanyain se-detail itu.
  “Eh ada orang gila tau disini”
  “Siapa?”
  “Tamiiiiii!!”
    Seluruh pasang mata itu menuju satu titik. Yaitu aku. Lalu mereka semua tertawa, pastinya menertawakanku karena aku senyam-senyum sendiri padahal gak ada yang lucu. Membuat wajahku kontan memerah karena malu. Hujan tawa menyerbuku dari mulut mereka yang melihatku. Ku cari asal suara yang pertama meneriaki ku, astaga itu Elang, brengsek! Dasar burung busuk! Saat itu aku merasa kesal dan ingin sekali menendang bokongnya dari sekolah ini. Siapa dia sih? Anak yang umurnya baru seumur jangung di sekolah ini udah belagu, aku aja gak sebegitu amat kok. Aku merasakan semburan rasa malu yang membuat muka ku panas tapi gak berasap kok.
                                                       ©©©

   Sudah di sekolah Elang 2 kali membuatku kesal. Arza juga gatau kemana. Terus aku pulang sama siapa dong? Terpaksa aku harus menunggu disini tepatnya di koridor sekolahku sampai Mas Bintang menjemput, ternyata aku disini seorang diri, sebab aku merasa tidak ada orang disini kecuali aku. Hari mulai sore , angin berhenbus dan sukses menampar wajahku yang imut-imut ini *marmut kali*.
   Daun-daun pintu sudah terkunci rapat. Suara huru-hara yang menghilang dari mereka yang tadi membuat keributan. Aku masih merasakan semburan rasa malu yang merasuk hingga tulang rusukku. Tapi tidak menjadi perhitungan dalam buku catatan dosaku. Aku menganggapnya angin lalu yang besok akan terlupakan.
   Karna aku merasa takut, aku menelpon mas bintang untuk segera menjemputku dari tempat yang ku bilang menyeramkan ini. Aku memencet-mencet keypad handphone-ku. Mataku menyapu kontak handphone. Mencari satu nama yang ku butuhkan saat ini. Setelah ku temukan lekas ku tekan tombol calling dan mendekatkan ponsel ke telingaku.
   Tapi.. naas nya aku mas bintang gak bisa di hubungi, nomernya sibuk kata operator barusan.
  “Heh tumi ngapain lo disini? Bukannya buruan pulang” ujar seseorang yang ternyata setelah ku cari-cari asal suaranya itu adalah : Elang.
   “Bukan urusan lo”kataku berusaha menghiraukan manusia di sampingku ini, iya dia disampingku sekarang karena langsung mengambil posisi duduk di sampingku, ihh deket-deket aja, aku masih bungkam dan hanya menggeserkan bokong ku sedikit agar tidak terlalu dekat dengannya.
  “Dasar tumi kenapa nyolot banget si? Padahat gue kan nanya baik-baik” dia mengulang panggilan itu lagi “Tumi” kenapa gak CUMI aja sekalian! Jelas jelas nama ku terpampang dengan huruf kapital di kelas RIANI TAMI bukan TUMI ku rasa dia gak bisa baca!
Aku masih diam gak sama sekali menggubris omongan si tengil ini takut-takut malah nantinya kebawa emosi.
 “Mending ikut gue” katanya yang tau-tau berseloroh seperti itu entah berkata beneran atau hanya berguman saja yang jelas aku masih sebodoamat dengan orang itu.
  “Dari pada disini? Sendirian, gelap, dingin, udah mau ujan lagi”
    Ia melanjutkan gumanannya itu yang tak jelas. Aku tetap mencoba menghubungi Mas Bintang, aku harap kali ini Mas Bintang bisa di hubungi dan segera membawaku kabur dari si tengil ini.
  “Halo mas bintang” akhirnya mas bintang bisa di hubungi, ini membuat ku cukup lega, eh sedikit ding karena disampingku masih ada Elang yang nyebelin.
   “Apa?..... Mas Bintang gak bisa jemput aku….terus aku pulang gimana?” aku tersontak kesal mendengar jawaban Mas Bintang barusan. yang gak bisa jemput aku karena alesan sepelenya. Mas Bintang bilang mau kerumah temennya.
   “Gue bilang apa, udah buruan lo ikut gue”
   “Enggak, gue mau nunggu Mas Bintang”
   “Kan tadi dia gak bisa jemput elo”
   “Gue nunggu Arza!” aku masih tetap pada pendirian ku tidak mau ikut dengan Elang. Kalau aku ikut dengannya bisa-bisa nanti aku di bunuh lagi. Aduh enggak deh.
   “Arza udah ngabur sama Hani nonton!”
   “Nunggu taksi” kataku terus mencari-cari alasan supaya Elang tidak bisa menyanggah omonganku lagi.
   “Mana ada ? lo lupa ya? sekolah kita tuh masuk ke dalam komplek ngaco aja udah buruan lo ikut gue , nanti lo malah mati ketakutan lagi disini” kata Elang dengan sok tau banget seolah tau aku sedang ketakutan saat itu. Tapi, emang bener si aku takut saat itu kayaknya elang pernah belajar Ilmu karakterologi deh.
Aku bukannya mau. Aku malah ogah. Tapi, kepaksa banget dan aku tetap menjaga image-ku di depannya agar tidak banyak berkomentar, awas komentar macam-macam!.
                                                       ©©©

      Aku gak bicara dengan Mas Bintang sepulang dari sekolah. Iya jelas aku marahlah Mas Bintang membiarkanku terperangkap di mobil bersama Elang. si bocah busuk itu. Untungnya aku gak diapa-apain tadi. Kalo sampai terjadi apa-apa denganku. Akan ku adukan dengan Mamah. Mas Bintang.  Mas Bintang baru nyadar kalau aku mendiaminya saat ia memintaku mengambilkan es campur di kulkas untuknya , tapi aku malah ngabur ke kamar.
3 manusia yang membuatku kesal hari ini.
·         Pertama si elang busuk! Ia emang bener-bener nyolot ketika aku pintai uang kas lalu ia juga membuatku malu di hadapan teman temanku.
·         Kedua arza yang tiba-tiba ngabur sama hany entah kemana tanpa bilang dulu sama aku, dan elang bilang mereka pergi nonton
·         Ketiga mas bintang yang lebih mementingkan temen-temennya dibandingkan menjemputku.
Aku melampiaskan diriku ditempat tidur rasanya kesal bercampur dengan marah. Drrt..drrt..drrt handphone-ku bergetar membuyarkan kekesalanku.

From : Mas Dylan
Hai tami, lg pa? Ko yg td siang sms ku g dbls?

      First love never dies. Kalimat usang itu emang benar banget! Mas Dylan tuh bener-bener bisa membuatku lupa segalanya dengan sekejap. Love is magic. “simsalabim” aku tersihir begitu saja oleh mantra cinta. Aku segera membalasnya.

to : Mas Dylan
lg sbel sm ms bntang, iy maaf ms td udh bel msk jd g smpt bls.

huft harus ngibul deh , bilang udah bel padahal gara-gara Elang, sial!

From: Mas Dylan
Knp sbl sm ms bntng? G d kasi cklt y? . oh iy gpp ko J

Huu emangnya aku ini anak kecil apa? Aku bukan alba tau. Alba itu adik ku yang paling kecil usianya 3 tahun dan kalo di kasih coklat senengnya minta ampun kayak dikasih uang segepok.

To : Mas Dylan
Ms bntng td gk jmpt ak d sklh L

Drrtt..drrtt..drrtt..

From : Mas Dylan
Oh gara2 itu toh. Iy td ms bntng bis nlngn tmnnya yg jth dr mtr, ms bntng ngntrn dh k rmhnya , sm ak jg kok.

   Mulutku membuka-mengatup setelah membacanya. Aku segera menghambur keluar kamar menmcari sosok mas Bintang di seluruh menjuru rumah. Ku tem,ukan mas bintang yang tengah mengajari Alba bermain basket di halaman belakang.
   “Mas Bintang..” panggilku sedikit mali seraya meremas-remas jemari tanganku.
   “Hemm..” guman mas bintang yang menyauti panggilanku.
   “Eee…aku.., mas.. aku minta maaf ya”
Mas Bintang menaikan alisnya. Ketika memandangku dan melihat sikapku yang sedikit grogi.
   “Hemm..” mas bintang berguman lagi.
   “Aku gak di maafin ya?” tanyaku ragu.
   Sebegitu besarkah salahku sampai Mas Bintang sulit memaafkanku. Lalu Mas Bintang mendekatiku sambil menggendong alba.
   “Jangan nangis dong cup..cupp” mas bintang meledeku. Cup cup. Emang namaku ucup? Mas bintang tersenyum sumringah ke arahku. Menghapus air mataku. Thanks to for give me.
                                                       ©©©




















                                  Tiga
    Makin hari makin kesal aku dengan si sinting itu. Gak tau diri! Pas jam pelajaran olahraga Elang menyembunyikan baju ku. Ini yang membuatku sangat geram. Aku mau ganti baju olahraga jadi tidak bisa. Dan aku juga tidak mengikuti jam pelajaran olah raga. Malah aku dapat hukuman . membersihkan rumput di sepenjang pinggiran koridor. Tapi saat itu aku tidak tau yang menyembunyikan baju ku siapa. Setelah jam pelajaran selesai barulah elang mengembalikannya. Aku sengit memandangnya. Penuh kesal. Geram. Dasar manusia terkutuk. Elang benar-benar sinting!
Begitu aku menceritakan keluh kesahku pada arza. Arza malah tertawa geli. Melihat tingkahku.
    “Lo kok malah ngetawain gue si?” tanyaku.
Ia memandangku geli. Malah mendongakan kepalanya ke arahku. Jelas aku tersipu malu. Aku menyeruput lemon tea di hadapanku. Kebetulan saat itu kami sedang hangeout di sebuah café.
    “Abis lo lucu sih”
    “Lucu apaan? Yang ada gue kesel.”
    “Hehehehe jangan gitu dong, Non”
    “Kalo lo jadi gue, Lo pasti juga bakalan kesel setengah mati”
    “Duilee, yang lagi kesel. Udah ah jangan di bahas. Nanti lo tambah kesel lagi. Kan tujuan lo ngongkrong disini mau happy fun. So.. don’t say about it. Okay
Ia memastikan aku. Kata-katanya membuatku lebih nyaman. Sahabat yang baik!
                                                       ©©©

     Mamah pulang membawakanku kacamata. Bulan lalu aku dan mamah memeriksakan mata karena akhir-akhir ini mataku terasa tidak beres. Benar saja pas mataku di periksa. Mataku terkena rabun jaun. Alias minus. Juga di tambah dengan silinder. So.. aku sudah harus memakai kacamata. Sebenarnya aku sudah bilang sama mamah untuk meng-cancel pesanan kacamatanya dan menggantinya dengan softlens. Tapi mamah melarangku dengan beribu alasannya. Kalo pake softlens bisa kena ini lah. Kena itulah. Yasudah akhirnya aku ambil jalan tengahnya aja. Dengan mengikuti omongan mamah.
    Esok harinya ketika aku hendak pergi ke sekolah aku menyempatkan diriku untuk bercermin selama sekian menit. Untuk memastikan apakah aku pantas memakai kacamata ini. Banyak orang yang berpandangan bahwa. Memakai kacamata itu membuat orang terlihat lebih tua. Contohnya banyak. Arza, ia terlihat lebih tua satu tahun dari umurnya. Lalu papah, Bu sarah juga. Tapi setelah ku pakai. Aku melihat diriku di cermin. Memiringkan kepala kekanan dan kekiri. Aku gak jelek-jelek amat kok. Masih terlihat imut dengan kacamata yang ku pakai sekarang.
    “Widih kacamata baru, Neng?” seloroh arza meledekku ketika ia sampai di depan rumahku dengan motornya. Arza ingin mengambil kacamataku. Tapi langsung ku cegah. “don’t tach my glasses!” tapi.. ternyata ia bukan ingin menarik kacamataku. Ia ingin membenahi rambut depanku.
    “Kalo ke sekolah begini, gimana mau punya pacar?” oke. Kali ini Arza sukses menyindirku. Sebenarnya aku belum sepenuhnya memaafkan Arza atas kejadian kemarin. Tapi, karena keadaanku terdesak dan mas bintang gak mau mengantarku ke sekolah.
   Alhasil, aku menjaga gengsiku untuk nmenelpon Arza. Untung aja Arza gak engeh kalo kemarin aku marah. Dan dengan besar hati ia menjawab. “Tenang aja tuan putri, pangeran pasti akan menjemput kamu” meskipun  nada bicara super lebay . Ihhh!.
   Kemudian Arza menyuruhku untuk naik ke belakangnya. Dan kami segera melesat ke kekolah. Untunglah nyawaku tidak melayang. Akibat aksi gila nya Arza di jalanan. Kayaknya ni orang salah makan deh tadi pagi. Biasanya sarapan nasi uduk semur jengkol. Eh emaknya bikin ruti isi kiju (roti isi keju) hih! Arza bener-bener sarap!.
   “Gila lo, Za! Mau di kemanain nyawa gue” sewot ku setibanya kami di parkiran.

   “Ya.. paling-paling melesat kea lam baka. Eh tapi karna dosalu bejibun jadi belom nyampe atas keburu nyangkut di pohon duluan” Arza mencibir dengan gaya sang pendongeng kelas kakap!
   “Huah! Siaul lo ! kalo ngomong gak di ayak!” aku kesal dengan ciburannya tadi. Makanya aku memajukan bibir bawahku. Berjebi-jebi ria.
   ”Ayo masuk. Ngapain si cemberut gitu pagi-pagi. Jelek tau!” kata Arza seraya menggandeng tangan ku. Ke dalam kelas.
  Seperti biasa dua anak baru di kelasku sudah menjadi bulan bulanan penghuni sekolah. Fans nya Elang udah pada berjejer nungguin Elang turun dari langit dan berharap. Kalo Elang bakalan nebar senyumannya. Terus Hany yang di kerubungin cowok selautan. Dan ini yang membuatku harus mengungsikan bokongku lagi. Ah dua anak baru itu bagaikan artis ngetop!
   “Duduk sama gue aja dulu” kata Arza menyuruhku duduk dengannya untuk sementara waktu.
Ya seenggaknya sampe cowok-cowok itu pergi dari situ. Bel cepetan bunyi kek! Saat itu Arza bagaikan malaikat penolongku.
   “Emang lo gak cemburu apa, si hani di kerubunin laler begitu?” cibirku. Menyebut cowok-cowok itu seperti laler. Gak penting!
Arza menggeleng. Membuatku sedikit kaget. Lho? Bukannya dia suka sama Hany ya?
   “Gak semua yang lo liat itu bener” ujarnya sembari menebar senyum sumringah. Senyum termanis menghiasi wajahnya. Seolah-olah hanya aku yang berada disini. Kata-katanya  melenceng dari topik. Tapi, aku cukp bisa mencernanya.
   “Buktinya gue sama elo, kita udah lama deket. Tiap hari bareng, lo pergi kesekolah sama gue, pulang pun ggue anter. Sekarang bayar ongkosnya!”
    Aku melotot, lalu Arza tersenyum geli.
 “Maksud gue, kita tetep temenan hehe.. jangan gitu ah, expresinya jelek! Lagi juga emang ada tampang gue, tampang tukang ojek apa? Yang suka ngejar-ngejar penumpang, kalo penumpangnya kabur gak bayar?” kemudian ia ber hehehe lagi. Dasar! Ih! Untung gak beneran. Kalo beneeran bisa-bisa aku gak jajan deh! Tapi aku yakin. Arza gak mungkin setega itu sama aku. Hehe.
   “Eh ada kodok disini!” seru Elang.
   “Kodok?” ulang Arza yang ternyata masih belom konek.
   “Lo gak liat tu cewek matanya nambah. Udah kayak kodok!” ia mengulangi kata itu lagi.
Sial! Padahal kacamataku ini kan bukan jenis kacamata yang bulat dan tebal! Macem botol! Emang dasar Elangnya aja tuh yang sirikkkkk! Aku memelototinya habis-habisan.
    “Sori, gue gak minta pendapat dari lo!” dengusku.
    “Tami yang pake kacamata, kenapa elo yang repot si?”tambah Arza membelaku. Sekali lagi ku bilang Arza adalah malaikat penolongku.
                                                       ©©©
     Alba menyambut kepulanganku dari sekolah. Ia langsung berjalan mendekatiku dan berkata “Mbak Tami, aku punya coklat dong di beliin sama Mas Delan” dengan logat bocahnya itu.
Mas Dylan? Berarti tadi dia dateng ke sini dong? Benarkan? Wah ini kesempatan ku!
     “Sekarang Mas Delan nya mana?” tanyaku.
     “Mas Delannya udah pulang”
    Musnah sudah harapan ku untuk bertemu dengannya hari ini. Padahal tadi aku bersemangat. Sekarang aku malah jadi patah semangat.
     “Tadi Mas Delan bilang coklat yang ini buat Mbak Tami” kata Alba menyodor kan salah satu dari coklat yang di pegangnya.
   Mas Dylan memberiku coklat? Asikkkkkkkkk. Aku berseru di dalam hati.
    “Makasih sayang” kataku mengambil coklat itu. Lalu mencium pipi mungil Alba.
   Alkisah, Mas Bintang datang dan mencomot coklat di tangan ku.
   “Ih! Mas Bintang! Main comot aja! Sini balikin!”
   “Bagi dikit doang! Pelit amat sih!”
   “Gamauuuu, aku bilanngin mamah nih!”
    “Woo ngadu!, sana gih bilangin! Justru nanti mamah bakalan marahin kamu, karna anaknya pelit!”
   “Ini bukan masalah pelit atau enggak, tapi aku gak bisa ngasih!”
   “Apa bedanya? Toh sama-sama gak ngasih. Itu namanya pelit tau!”
   “Ihhh Mas bintangggggggg!” teriakku. Itukan coklat sepesial tauuuuuuuuuuuuuu!. Setelah berteriak. Kali ini aku juga berteriak dalam hati. Yang ini aku gak bisa ceritakan sama Mas Bintang. Mau di bilang apa aku ini. Kalo Mas Bintang tau aku suka sama teman kampusnya? Aku tau akhirnya mas bintang akan memtertawakan ku. Itu pasti! Aku gamau di ketawain!.
                                                       ©©©
To : Mas Dylan
Thx ya mas ckltny. Aq ska!

Drrtt…drtt…drtt…
Beruntungnya aku. SMS-ku dibalas kilat olehnya.
From: Mas Dylan
Sma2J. Mo lgi g? d rmh bnyk ni. Ad krmn cklt mnddk.

Oh, jadi memberiku coklat bukan secara khusus? Cuma buat ngabisin coklat dirumahnya? Makanya di kasihkan ke aku? Berarti aku aja dong yang kepedean L
Drrt..drrtt…drrtt…
Wah rupanya Mas Dylan gak sabar ya, nunggu balesan dari ku? Sabar dong Mas, ini aku juga mau ngetik. Hehe. ehhh… tunggu-tunggu. Kok nomernya bukan nomer Mas Dylan ya? Siapa nih? Aku gak kenal nomernya.
From: 0817xxx
Haii cumi, gw mnta tlg krmin jdwl bsk dong?

    Setelah ku baca, aku tau siapa ini. Gak salah lagi. Ini tuh Elang! Orang ini kan gak pernah benar kalau memanggil namaku. Matanya katarak kali jadi huruf T di baca C! apa mungkin gak bisa bedain? Ahh gatau deh. Sinting kali tu orang!.
Drrtt…drrttt…drrttt…
From: 0817xxx
Eh, ko g d bls? Buruan bls!

Ih. Ngarep di balesin!. Ribet deh! Minta kok ya maksa. Minta tu baik-baik kek! Biar yang dimintain tolong ikhlas buat nolong lo. Kalo begini caranya boro-boro ikhlas. Niat juga enggak!
To : 0817xxx
Eh, org g bs bca! Nma gw TAMI! Tu gde2 kn gw bkin ngtiknya! Bsk b.inggris, pkn, agma, bio.

Drrtt…drrtt…drrtt..
From: 0817xxx
Iy2 tami deh. Jgn swot gtu dong. Thx ya
     Dasar orang gak penting! Mengganggu hidupku saja. Suerrrr deh. Semenjak ada Elang , hidupku jadi kacauu. Asli ancur! Aku jadi lebih sering marah-marah. Kesel sendiri. Bahkan gak jarang Arza jadi sasaran kejengkelan ku pada orang gila itu. Hey orang gila, kalo gila jangan ngaja-ngajak aku dong!.
                                                       ©©©
     Arza sakit. Jadi hari ini dia gak masuk sekolah deh dan otomatis gak ada yang mengantar jemputku ke sekolah. Aku keholangan tukang ojek pribadi kuuuu (jahat deh). Tadi pagi aku minta tolong Mas Bintang untuk mengantarku ke sekolah. Tapi, sepertinya Mas Bintang gak bisa menjemputku deh. Dia bilang sih ada jadwal kuliah. Huh mas bintang lagi sibuk-sibuknya kuliah deh.
     Apalagi aku dengar Mas Bintang juga ikut sekolah desain. Katanya si biar lebih ngerti tentang arsitekur. Ilmu itu yang sedang di dalaminya. Dua tahun lagi kan Mas Bintang resmi jadi arsitek. Kalo Cuma lulus terus gak ngerti apa yang di pelajarin mah percuma. Makanya itu si penggemar bring me the horizon itu belajar dengan tekun.
     Aku kehilangan soulmate setiaku. Sepulang sekolah aku ingin menjenguk Arza. Tadinya sih aku mau sendiri. Kalo gak naik angkot ya naik ojek. Gak mungkin naik odong-odong. Tapi Elang sama Hany minta ikut. Padahalkan aku gak ngajakin mereka!. Oke terserahlah. Aku juga gak mungkin melarang mereka menjenguk temannya. Aku sengaja duduk di kusri belakang. Biar Hany yang duduk di depan sama Elang. Tujuannya apalagi? Kalo bukan menghindari si sinting itu!. Aku gak mau ribut sama dia. Sayang kan energiku kalo kebuang-buang Cuma karena manusia itu!.
    “Dari sini nanti ada pertigaan belok kanan, rumahnya yang berpagar biru muda” kataku. Beberapa saat kemudian setelan sukses melewati pertinggan dan berbelok ke kanan. Sampailah di rumah yang berpagar biru muda.
    Kedatangan kami di sambut hangat oleh mamahnya Arza. Tante Puji. Terutama aku, sampai di peluk coba!
    “Eh nak tami, pasti kesini mau menjenguk pacar mu kan!” kata wanita paruh baya itu.
     Ia berpaling. Kini ke arah Elang dan Hany. “ini pasti temen-temanya Arza” katanya. Tetap dengan senyum sumringah yang mengembang di wajahnya.
     Walaupun wanita ini sudah umur tapi senyumnya nyaris sama dengan yang dimiliki Arza.  Ia selalu menganggapku ini pacarnya Arza. Padahal sudah berapakali aku dan Arza mencoba menjelaskan padanya. We only bestfriend nothing else. Tapi tetap saja Tante Puji gak percaya. Welehhhh! Akhirnya aku bosan. And now hemm.. whateverlah Tante Puji mau menganggapku apa? Pacar?, menantu?, atau apalah sesuka hatinya saja. Asal jangan menganggapku pembantu saja. Bisa ku adukan pada HAM. Mencoreng nama baik ku hehehe. Ia mempersilakan kami masuk. Dan segera memanggil membantunya (bukan aku ya!) untuk membuat minuman.
     “Langsung aja Arzanya ada di kamar” ujar Tante Puji lembut. Lalu kami masuk ke kamar Arza dan menemukan Arza yang di lapisi selimut hijau. Ini Arza atau dadar gulung sih? Kok mirip ya?
     “Sakit apa lo, man?” Tanya Elang.
     “Gue demam, semalem keujanan waktu jemput nyokap” kata Arza tetap dengan gayanya. Jemput nyokap waktu ujan. Kok nyokapnya gak kutan sakit? Aneh! Pasti nyokapnya tahan banting. Hehhe.
      “Emang lo kemana?” sambungku.
      “Biasa. Jemput nyokap di tanah abang” katanya. Memang benar si semalam hujan mengguyur mermukaan bumi cukup dengan keeroyokan. Jadi wajar saja kalau Arza seperti ini. Semoga lekas sembuh.
      “Minum obat ya, Za?” kata Hany yang sok perhatian menurutku. Iyalah orang sakit harus minum obat. Gak usah di bilangin nenek-nenek salto juga tau! Kalo gak minum obat, tinggal masukin kuburan! (tampang jahat)
    “Iya udah kok tadi. Tengkyu ya kalian udah mau kesini” katanya
      Saat saat seperti ini. Hany masih bisa mengambil hatinya Arza! Huh!
                                                       ©©©
      Elang menurun kan Hany di pertigaan dekat rumahnya. Hany bilang si mau pergi ke took kaset dulu. Lalu aku? Terjebak di dalam mobil bersama manusia sarap ini! Cuma berdua lagi. Hany kenapa pake turun sih? Bisa ku rasakan secercah rasa mual yang mengaduk-ngaduk perutku. Tepatny setelah Hany turun dari mobil. Saat itu tidak ada pembicaraan diantara kami. Memang dari awal perjalanan aku gak banyak omong. Aku mengeluarkan suara kalo penting aja. Seperti mengarahkan jalan rumah Arza, atau kalau sesekali Hany bertanya. Itupun kalo pertanyaannya penting. Kalo enggak ya aku mendingan dengerin lagu di ipod ku.
    “Turunin gue di depan situ aja!” akhirnya aku angkat bicara.
    “Mau kemana? “
Sok Tanya-tanya. Ih!
    “Beli… buku!” jawabku sekenanya.
Bodolah. Yang penting bisa kabur. Aku gamau terus-terusan berada di dalam. Rasanya mau muntah aku. Huekk!
    Akhirnya terbebas dari jeratan orang itu. Aku sungguh merasakan mual yang hebat di bagian perutku. Entah kenapa aku gak mau melihat wajahnya. Padahal dia gak ngapa-ngapain tadi. Dan setelah ku flas back. Hari ini juga Elang tidak melakukan tindakan kriminal terhadapku.
Drrtt..drrtt..drrtt..
From : Hany
Tami, td lo plg d antr sm elang?
       Ini lagi si Hany. SMS topik yang di bahas Elang. Kenapasih harus Elang? Gak ada topik pembicaraan lain apa yang  lebih seru, asik. Kayak ngomongin fashion, hp terbaru, artis keren seperti,  justin beiber, Daniel rad clife, shia labeouf, longan lerman, ema waston, jesse einsenberg. Mereka lebih interesring dari pada Elang yang tiada guna itu!
To: Hany
Ga, gw trun d tko bku dpn hypermart. Knp emg?

Drtt…drtt..drtt..
From : Hany
Oh, gw kra lo d antr ampe rmh. Eh iy,mi. gw mnta nmr elang dong. Loti pny kn?

     Punya si punya. Tapi aku males banget buat ngasihnya(males ga naik kelas lo).
To: Hany
0817XXX

From : Hany
Mksi y J mnurt lo elang org ny gmn?

     Elang gimana? Malesin!, tengil!, busuk!, nyolot!, nyebelin!, dan seluruh kata-kata semacam itu ku berikan sepesial(martabak) buat Elang!.
To: Hany
Wah, gw gtw tu. Emg knp? Ska y?

Drrrttt…drrttt…drttt..
From: Hany
Hehe, iy. Tpi jgn blg2 y?

      GUBRAK! Sudah ku kira. Prediksi ku gak meleset. Tapi kenapa harus suka sama Elang sih? Hany kan bisa memilih satu diantara seribu cowok yang meengerumuninya setiap hari. Hah. Mungkin ia mau memiliki superstar itu. Tidak lah terlalu penting untuk ku pikirkan. Toh gak Cuma Hany yang suka sama Elang.
                                                       ©©©

No comments:

Post a Comment