Ini cerita yang seharusnya tidak ku tuliskan. selama dua tahun, 730 hari,
17.520 jam, dan 1.051.200 detik, yang seharusnya tidak ku jalani dengan
berpura-pura bahagia. Sebagaimana cerita ini sudah berakhir, tidak ada lagi
klimaks, tidak ada lagi tanda tanya, tidak ada lagi koma, dan seluruhnya sudah
menjadi titik yang tidak berkesinambungan.
Tapi rasanya, pena di tanganku masih mau menari-nari diatas kertas,
membuat cerita tentang kita, menulis bait-bait yang seharusnya tidak kau
ungkit. Ku bilang hubungan kita sudah rumit, bahkan limit. Tapi, masih saja kau
berkelit.
“Tolong lepas aku,” kataku, dan tidak perduli rela atau tidaknya air mata
ini. memaksa kedua lenganmu menyudahi pelukan di tubuhku. Aku tidak ingin
terjerat (lagi).
Kau seperti bayangan kelam yang selalu menempel di telapak kaki, dan tak
pernah pergi. Mengakrabkan ku pada suara hati menahan perih dan rintih. Dan
seberapa jauh aku melangkah, kau adalah titik temu di antara rindu.
Berapa banyak kata cinta yang telah kau nyatakan? Dua puluh? Tiga puluh?
Atau mungkin seratus.
“Tidak, aku terlalu mencintaimu,” katamu, mungkin ini yang keseratus. Kau
jangan membuatku iri, pada andromeda di langit utara.
Sekali lagi, masih ku temukan namamu yang tertulis di penaku, seberapa
lama lagi aku sanggup menuliskan mu? Sementara aku tidak bisa membaca
perasaanmu.. Ku tatap pijar matamu yang meluluhkan ku, asa kisah ini akan
berakhir bahagia. Sayang, kenyataan seolah menamparku sebagai manusia biasa dan
terkait dengan realita.
“Biarkan aku pergi, untuk mencari cintaku sendiri.” Gubrisku.
“Aku mencintaimu.” Oke, kali ini, aku yakin ini yang keseratus. Tapi
bukan itu jawaban yang kunantikan darimu.
“Aku tidak ingin mencintaimu, kalau kau sendiri belum yakin dengan
perasaanmu,” ucapku lalu pergi meninggalkanmu.
Ku tarik garis dari sudut kertas putih. sekali lagi, ku temukan diriku,
menuliskan namamu dengan kata-kata yang terangkai dalam satu bait. Kisah ini
berakhir dengan, Sungguh.. sungguh aku mencintaimu.. sungguh aku rindu padamu..
Bagus :)
ReplyDeleteterima kasih :)
ReplyDeletesepertinya curhat, hehe
ReplyDeletetetap semangat yah ^_^
"Ku tarik garis dari sudut kertas putih. sekali lagi, ku temukan diriku, menuliskan namamu dengan kata-kata yang terangkai dalam satu bait. Kisah ini berakhir dengan, Sungguh.. sungguh aku mencintaimu.. sungguh aku rindu padamu.."
ReplyDeleteSepertinya saya merasa kata ini seperti ending yang anti klimaks .
seperti kurang greget dalam penataan bahasanya.
Tapi overall , cerita yang sangat bagus :)
Wah ... curhatan yang galau hikz :')
ReplyDeleteTapi bagus buat pengalaman nih :D
Ditunggu follow baliknnya ya ... ;)
@Salam Kenal
[ Unimportant Notebook ]
salam kenal yg disana..
ReplyDeleteini curhatan ya mbka?
semoga lekas sembuh aja :D
haloo, semuanya, terimakasih sudah mau membaca postinganku. Kalau kalian bilang itu curhatan, aku tidak akan menghindar. Hehe. Terimakasih ya. Salam.
ReplyDeleteaku sih nulisnya pake keyboard.. gak pake pena :p
ReplyDeletemaap kak aku baru dateng dari friendster -__-
DeleteSeperti menamparku mba penulis :)
ReplyDeletemakasih mas penulis :))
Delete