Sebelum menjadi kita, aku dan kamu adalah dua buah tanda tanya yang berusaha mencari jawaban dengan ke-mengertian, sampai pada akhirnya kita lelah, menyerah dan berhenti di sebuah titik, untuk saling berpegangan agar bisa meneruskan perjalanan.

Friday, November 23, 2012

epilog



Ini cerita yang seharusnya tidak ku tuliskan. selama dua tahun, 730 hari, 17.520 jam, dan 1.051.200 detik, yang seharusnya tidak ku jalani dengan berpura-pura bahagia. Sebagaimana cerita ini sudah berakhir, tidak ada lagi klimaks, tidak ada lagi tanda tanya, tidak ada lagi koma, dan seluruhnya sudah menjadi titik yang tidak berkesinambungan.
Tapi rasanya, pena di tanganku masih mau menari-nari diatas kertas, membuat cerita tentang kita, menulis bait-bait yang seharusnya tidak kau ungkit. Ku bilang hubungan kita sudah rumit, bahkan limit. Tapi, masih saja kau berkelit.
“Tolong lepas aku,” kataku, dan tidak perduli rela atau tidaknya air mata ini. memaksa kedua lenganmu menyudahi pelukan di tubuhku. Aku tidak ingin terjerat (lagi).
Kau seperti bayangan kelam yang selalu menempel di telapak kaki, dan tak pernah pergi. Mengakrabkan ku pada suara hati menahan perih dan rintih. Dan seberapa jauh aku melangkah, kau adalah titik temu di antara rindu.
Berapa banyak kata cinta yang telah kau nyatakan? Dua puluh? Tiga puluh? Atau mungkin seratus.
“Tidak, aku terlalu mencintaimu,” katamu, mungkin ini yang keseratus. Kau jangan membuatku iri, pada andromeda di langit utara.
Sekali lagi, masih ku temukan namamu yang tertulis di penaku, seberapa lama lagi aku sanggup menuliskan mu? Sementara aku tidak bisa membaca perasaanmu.. Ku tatap pijar matamu yang meluluhkan ku, asa kisah ini akan berakhir bahagia. Sayang, kenyataan seolah menamparku sebagai manusia biasa dan terkait dengan realita.
“Biarkan aku pergi, untuk mencari cintaku sendiri.” Gubrisku.
“Aku mencintaimu.” Oke, kali ini, aku yakin ini yang keseratus. Tapi bukan itu jawaban yang kunantikan darimu.
“Aku tidak ingin mencintaimu, kalau kau sendiri belum yakin dengan perasaanmu,” ucapku lalu pergi meninggalkanmu.
Ku tarik garis dari sudut kertas putih. sekali lagi, ku temukan diriku, menuliskan namamu dengan kata-kata yang terangkai dalam satu bait. Kisah ini berakhir dengan, Sungguh.. sungguh aku mencintaimu.. sungguh aku rindu padamu..

11 comments:

  1. sepertinya curhat, hehe

    tetap semangat yah ^_^

    ReplyDelete
  2. "Ku tarik garis dari sudut kertas putih. sekali lagi, ku temukan diriku, menuliskan namamu dengan kata-kata yang terangkai dalam satu bait. Kisah ini berakhir dengan, Sungguh.. sungguh aku mencintaimu.. sungguh aku rindu padamu.."

    Sepertinya saya merasa kata ini seperti ending yang anti klimaks .
    seperti kurang greget dalam penataan bahasanya.

    Tapi overall , cerita yang sangat bagus :)

    ReplyDelete
  3. Wah ... curhatan yang galau hikz :')

    Tapi bagus buat pengalaman nih :D

    Ditunggu follow baliknnya ya ... ;)

    @Salam Kenal

    [ Unimportant Notebook ]

    ReplyDelete
  4. salam kenal yg disana..
    ini curhatan ya mbka?
    semoga lekas sembuh aja :D

    ReplyDelete
  5. haloo, semuanya, terimakasih sudah mau membaca postinganku. Kalau kalian bilang itu curhatan, aku tidak akan menghindar. Hehe. Terimakasih ya. Salam.

    ReplyDelete
  6. aku sih nulisnya pake keyboard.. gak pake pena :p

    ReplyDelete