Sebelum menjadi kita, aku dan kamu adalah dua buah tanda tanya yang berusaha mencari jawaban dengan ke-mengertian, sampai pada akhirnya kita lelah, menyerah dan berhenti di sebuah titik, untuk saling berpegangan agar bisa meneruskan perjalanan.

Friday, May 20, 2016

keheningan


Hening.
Kadang keheningan membuat kita lebih banyak merenung. Memikirkan banyak hal yang harus kita perbaiki.
Seperti embun yang selalu setia menemani daun di pagi hari meski hanya sebentar. Lalu ia pergi dengan sendirinya seiring matahari bergeser mencapai puncaknya.
Hening pula yang membuat kita berkali-kali mengingat sesuatu yang tidak indah di masalalu. Kemudian menjadi mimpi buruk yang membuat lari.
Aku menulis ini dalam keadaan hening, diantara pijar bintang yang melelapkan manusia lelah karena angkuhnya realita lalu mereka dibawa pergi oleh mimpi.
Seringkali di tengah keramaianpun, kita masih merasa hening. Saat mereka tertawa yang sebenarnya adalah menertawakan kepedihan mereka masing-masing. Yang sebenarnya tidak selalu hal lucu. Dan kita masih saja terbelenggu dalam kesendirian yang tak terucap.
Jika ini adalah sebuah renungan. Dari hati yang paling dalam keheningan saat ini adalah menyimbolkan luka. Dari kesalahan-kesalahan masalalu yang pernah kita perbuat. Dari banyak hati yang terlanjur sakit karena terabaikan. Dari mulut-mulut yang tak sengaja mengucap.
Hening kini bermelodi, ia menentukan ritme yang menyambut kapan detik-detik kita mulai menangis.. dalam entah yang bagaimana, dalam keadaan yang tidak bisa dijelaskan kita dipersulit oleh egoisme tidak sehat yang selalu bertindak sebagai jagoan karena mau menang sendiri. Lalu air mata turun sebagai simbolis luka, ia membelah pedih yang tak sempat menyampaikan maaf pada kesalahan.
Padahal, kita sadar, tidak ada hati yang benar-benar tidak bisa memafkan kesalahan meski kadang memilukan..

Vieority.
0:34