Sebelum menjadi kita, aku dan kamu adalah dua buah tanda tanya yang berusaha mencari jawaban dengan ke-mengertian, sampai pada akhirnya kita lelah, menyerah dan berhenti di sebuah titik, untuk saling berpegangan agar bisa meneruskan perjalanan.

Wednesday, December 26, 2012

ilana by T sandi situmorang



ilana by t. Sandi stumorang.
Bintang pertama untuk synopsis di belakang cover. Kebetulan saat membeli novel ini saya tertarik saat melihat synopsis di cover belakangnya.
“bertemu kembali. Kau dan aku. Berhadap-hadapan, saling menatap. Tak ada sepatah katapun yang meluncur dari mulut kita. Namun sebaliknya, mata kita berbicara. Bertanya kabar, mengungkap rindu, dan berbagai kisah-kisah lama.”
Bintang kedua, untuk wisata tuktuk. Ini novel indonesia banget! Aku suka cara kak sandi menggambarkan tuktuk melalui ingatan ilana. Kebetulan aku belum pernah ke medan, mungkin tuktuk menjadi wishlist traveling dalam negri. Ya, sesungguhnya aku suka penulis yang menggambarkan keindahan negaranya sendiri.
Bintang ke tiga buat ceritanya yang bagus, aku suka cara ilana memandang jerry yang jelas-jelas seperti memandang banci. Jerry itu ngejengkelin,
Terus tokoh arfan, saat ilana menggambarkan perasaannya terhadap arfan. Aku ikut andil dalam sakit hatinya ilana, duh lan, kenapa gak ikut kabur ke jogja aja sih? Mungkin ceritanya bakal beda. Hehehe *dijitak sama kak sandi*
Kalo mercy, kenapa lo jadi sahabat ngejengkelin banget sih? Huh! Pingin aku timpuk aja pake blash on. Hihi. Sahabat macam apa yang gak care sama sahabatnya? Eh tapi semua yang di katakana mercy itu ada benernya juga sih. Well di dunia nyata. Sahabat itu selalu ngedukung keinginan sahabatnya. Apalagi soal cinta. Kalo mercy tau ilana cinta mati sama arfan, kenapa dia gak dukung? Setidaknya please di awal cerita mercy jangan memandang arfan sebelah mata. Mungkin pas arfan datengnya sama sonya mercy baru boleh benci sama arfan.
Tokoh bram dan prast. Apa mereka juga sama kayak mercy dan jerry? Tapi kayaknya bram agak sedikit beda deh. Buktinya dia ngomong sama arfan waktu di rumah sakit. Tapi menurutku, hey kalian ini kakaknya ilana, laki-laki pula. Masa mau diem aja adik perempuan semata wayang kalian mau di kawinin? Ada yang kontra sedikit dong. Setidaknya mau ngebawa kabur ilana buat ketemu sama arfan kek, kan kasihan dia :’( *ngikut nangis* kayaknya aku sukses di buat kak sandi terharu sama cintanya liana ke arfan.
Terus *lho ini terus2 mulu kayak tukang parkir aja* pas arfan dan ilana ketemu di bangku taman deket sekolah arfan pake nanya “apa kabar?” Kalo aku jadi ilana aku udah jerit jeritan. Dasar lo cowok bego! Kemana aja selama ini? Hah? Gak punya hati apa? *drama queen* hihihi
Ending, cukup mengejutkan. Aku gak bakal ngira kalo ilana lebih memilih jerry. Iya sih jerry cintamati sama entu cewek hihi.
 well, secara keseluruhan aku suka sama ceritanya. Menarik! Salam buat duit recehan yang di lempar dari atas kapal. Kayaknya enak ikutan mungutin itu duit. Lumayan kan buat kerokan sama emak gak musti ngerogoh celengan ayam :p

Thursday, December 20, 2012

story in november



November 1994.
Tangisan pertamaku, saat aku baru saja keluar dari rahim Ibuku. Dengan air mata bahagia Ibu dan Bapak menciumku. Dan menamaiku ovie nurbaity paring.

November 1995.
Aku punya sepatu baru, saat aku berjalan pelan-pelan dan beberapa kali terjatuh.

November 1996.
“Ndi na pate babun.” Kata ibu saat itu, aku selalu berbicara seperti itu. Bicaraku berlum jelas. Tapi Ibu selalu mengerti apa yang aku inginkan. “Mandinya pake sabun”

November 1997.
Tepat satu bulan setelah ulang tahunku yang ke tiga, Ibu memberikan kado spesial untukku, yaitu seorang adik laki-laki yang di beri nama ayyub abdurachman paring.

November 1998.
“Ibuu.. aku jatuhhh.” Seruku sambil terisak-isak menangis saat aku baru saja belajar menaiki sepeda baru hadiah ulang tahunku.

November 1999.
Usiaku belum cukup, tapi aku ingin sekali bersekolah. Seperti kakak laki-lakiku. Dan ibuku tidak rela membiarkan aku menangis. Jadi aku di biarkan mengikuti sekolah-sekolahan. Dengan seragam laki-laki milik kakakku, aku tidak bisa membayangkan betapa polosnya aku saat itu.

November 2000.
Kali ini, aku resmi jadi siswi kelas satu SD. Tentunya dengan rok sekolah. Bukan celana millik kakak laki-lakiku yang longgar itu. Senang sekali rasanya.

November 2001.
Aku sudah lancar membaca, menulis, mengaji, aku bisa mengingat alamat rumahku dengan baik, nomer telepon rumah. Dan aku punya banyak teman.

November 2002.
(January) Aku punya adik lagi. adik perempuan yang cantik. Bernama Dina Amelia soleha paring. Beberapa hari sebelum lahir Ibu dan bapak mempersilakan aku menamai adikku “Dina”

November 2003.
Ini namanya persahabatan. Sahabatku bilang kalau kita pulang sekolah harus bareng-bareng. Yang ninggal bakal gak di temenin.

November 2004.
Nilaiku merah. Rata-rata Cuma 6,5. itu yang membuat bapak geleng-geleng kepala. “Kok bisaa?” tentu saja bisa dong pak. Aku lebih tertarik bermain peletokan, layangan, orang-orangan ketimbang belajar.

November 2005.
Tulisanku jadi kayak cakar ayam. Kok jadi jelek banget sih? Ini pasti gara-gara pakai pulpen. Aku tau wali kelas tidak akan mengizinkanku memakai pensil kecuali pada pelajaran matematika. Alhasil bukuku penuh dengan tipe x dan tanganku penuh tinta.

November 2006.
Al-qur’an baru!!!!! Senang rasanya. Kata Ibu, al-Qur’an itu supaya aku makin rajin mengajinyaa. J

November 2007.
Aku gak yakin sama baju putih biru yang ku pakai. Rasanya sedikit kebesaran. Oh iya, Ibu tidak akan membiarkan anaknya ini terbalut dalam baju kecil dan ketat seperti anak ABG lainnya. Dan rambutku harus di tutupi sebuah jilbab.

November 2008.
Aku mulali mengenal laki-laki, Bu, Pak. Aku suka sama Mas yang itu lho, yang baca Al-qur’annya keren banget. Aku suka. Aku suka mendengarkan lagu-lagu dari band-band. Aku suka baca novel, ya, aku suka! Aku jadi semangat belajar karena si dia! Dan.. ibuuu! Aku dapat rangking!

November 2009.
Ini pertama kalinya aku punya pacarrr. Rasanya senang sekali. ya! Aku punya pacar! Dan tidak lama kemudian kita putus hehehe. Bu! Aku masuk kelas unggulan lho. Aku seneng bangett! Dan ibu.. bapak.. kenapa kalian bercerai?

November 2010.
Di tahun ini aku seperti kehilangan arah untuk melangkah. Bapak dan Ibu sudah tidak lagi ada di sampingku. Aku rindu kalian. Satu satunya yang membuat aku tersenyum dan penuh semangat Cuma pacar baruku.

November 2011.
Happy failed anniversary sayang. Kalo aja waktu itu kita sama-sama punya waktu untuk berpikir mungkin kita bisa mengambil keputusan dengan baik. Dan kamu adalah inspirasi ku untuk menulis. Setidaknya dengan menulis aku bisa mengingatmu dengan baik.

November 2012.
Huaa! Buku antologi ke dua ku terbit. Sesuai dengan bulan kelahiranku, bulan paling romantis “November Rain” aku juga sudah kembali ke Ibuku disini. Dan universitas ini membuatku semangat belajar! Semangattt! Dan tetap, menulis itu karena kamu.

Wednesday, December 19, 2012

ketika senja datang dan kau melenggang di ujung jalan



Kadang, senja menjadi saksi kita untuk bercerita mengenai sajak-sajak cinta yang kita buat untuk menyambut datangnya malam, tanpa kelam.

Vieority:
“Rona senja pun tak mampu menawar rindu, sayang. Ini seperti buaian takdir yang menjeruji hati.”

Arieimmaduddin:
“Takdir kadang menjelma menjadi bualan. Jangan darinya kau berharap imbalan. Sabarlah menunggu datangnya pelukan.”

Vieority :
“Kali ini, biarkan aku yang menciummu. Menghilangkan sejuta rindu dengan paduan bibirmu.”

Arieimmaduddin :
“Hanyutlah dalam pelukanku, sayang. Dan berdenyutlah dalam mesranya ciuman kita, selagi senja masih ada.”

Vieority :
“Izinkan aku menumpahkan airmata kerinduan, tuan. Asa ciumanmu tak hilang bersama senja yang ada.”

Arieimmaduddin :
“Tumpahlah, dinda. Tumpahlan bersama ciumanku yang pasti abadi. Lalu sudahi sedih yang membanjiri pipi.”

Vieority :
“Sudah kanda, sudahi rindu ini dengan mengusap pipi, tetap menjadi angan hati bersama senja yang pergi.”

terimakasih tuan @arieimmaduddin :))

getir ini sebagai tanda khawatir.



Diantara kami hanya ada puisi dan sajak-sajak yang telah meninggalkan jejaknya.

Bait-bait malam yang tidak terlalu terang, kini hadir membawa getir yang menjadi tema perbincangan kami. Semoga tidak ada lagi getir yang menghampiri hati, setelah ini.

Vieority :
“Ada getar yang terlalu getir. Diam-diam senyummu seperti petir, menghajarku hingga ketar-ketir.”

Arieimmaduddin :
“Ada orang yang tidak takut oleh kilatan petir. Tapi ia takluk oleh rindu yang tak bisa di usir. Orang itu aku.”

Vieority :
“Pergi saja sana! Dengan kekasihmu yang tak getir hatinya. ini baru sambaran petir, bukan asa yang tak usir.”

Arieimmaduddin:
“Usah kau khawatir kekasihku yang telah lama di renggut cinta yang lebih getir. Aku di kalahkan oleh takdir.”

Vieority :
“Cukup, aku tak ingin lebih banyak menelan getirmu. Kalau takdir merenggutku pada sepi, aku pasti menunggumu.”

Arieimmaduddin :
“Tiada kata yang cukup mewakili bagi getir rindu yang belum cakap. Aku bosan ditaklukan oleh takdir.”

Vieority :
“Jadi, tuan akan pergi atau tetap di hati ini? menyingkirkan getir bersama takdir.”

Arieimmaduddin :
“Sudah lewat pukul sebelas malam, sayangku. Getir sudah sampai di titik nadir. Mengapa kau masih merisaukan takdir?”

Vieority :
“Rindu yang menggetir ini tak kenal waktu, tuan. Ya, aku risau, rasanya payau.”

Arieimmaduddin :
“Getir rindu ini enggan mengenal waktu, tapi ia selalu menuntut temu, usah kau risau, cahayaku hanyutlah dalam pelukanku.”

Malam menatap kami yang masih terdiam, setelah percakapan tadi.

 thanks to kak @arieimmaduddin

Friday, December 14, 2012

Aku, Rena dan lelaki saiko!




 Tatapanku kosong saat ku lihat troli yang membawa jasad yang tertutup kain putih berlumuran darah.

Jam menunjukan pukul 2 dini hari.

Di balik bolamataku yang cokelat kehitam-hitaman,  beberapa jam lalu, di sebuah ruangan yang cukup gelap, ku lihat celurit yang bergelayut di lehernya, menembas dan memberi bekas hingga darah di tubuhnya habis.

“Pak Adrian, apa benar ini orangnya?” seorang polisi menarik tatapanku ke wajahnya, dengan kumis tebal, seragam intel, dan sejumlah data akurat di tangannya.

Aku mengangguk, alih-alih ku lihat malaikat menebar senyum padaku, hingga aku harus memejamkan mataku untuk tidak melihatnya lagi.

Sungguh, aku takut. Tapi apa daya, bolamataku mampu melihat hal yang tak kasat mata.

Apapun itu, aku harus mensyukuri, indra yang lebih ini. Setidaknya tuhan memperlihatkan kekuasaannya padaku. Agar aku mengingatNya.

“Apakah bapak bisa memberikan keterangan selanjutnya mengenai korban?”

“Ya, silakan Bapak ajukan pertanyaan.”

“Saya akan membuatkan beberapa daftar pertanyaan dulu, setengah jam lagi kami tunggu di kantor,”

“Tolong di bereskan saja Pak,” kataku.

Seharusnya, aku yang ada di troli itu, tapi entah kenapa. Mang Diman menyelamatkanku dari lelaki tidak waras itu.

Mang Diman yang merelakan nyawanya untuk aku. Akan ku kenang beliau, yang mengabdi ke pada keluargaku hingga puluhan tahun lamanya.

Aku tau, rasa cemburu lelaki saiko itu, terhadapku, karena Rena lebih memilih menikah denganku, dua hari yang lalu.

 Di bandingkan kembali ke pelukan lelaki yang suka main tangan.

Rasanya aku ingin memecahkan kepala orang itu, menggeretnya ke tebing landai menghancurkan tubuhnya dengan menggoyak-goyak jasadnya.

Tapi apa daya, lelaki tidak waras itu sudah mati di dalam sel tahanan yang akan membuatnya membusuk!

Ku lihat wajah setannya, muak sudah melengkapi ubun-ubun kepala.

Dia akan mati perlahan, jasadnya akan meronta, merintih, dan hatinya akan di koyak-koyak atas penyesalan.

Suara itu menghisap halus seluruh khayalku.

Aku dengar bisikan itu!

Ya, aku mendengarnya dengan baik. Bisikan malaikat itu.

Di luar kontrolku, kepalaku sudah mengangguk dengan sendirinya.

“Sayang, kamu sudah di tunggu di kantor polisi sekarang.”

Satu-satunya yang menarikku ke dunia dan memecah batu cemasku adalah senyum Rena.