Sebelum menjadi kita, aku dan kamu adalah dua buah tanda tanya yang berusaha mencari jawaban dengan ke-mengertian, sampai pada akhirnya kita lelah, menyerah dan berhenti di sebuah titik, untuk saling berpegangan agar bisa meneruskan perjalanan.

Saturday, August 9, 2014

selamanya kamu


Sekarang, aku sedang berada di hadapanmu. Mengamatimu pelan-pelan, sejengkal demi sejengkal meniti tiap sudut keindahan dari wajahmu. Dunia seolah merenggutku, menarikku dari tempatku berdiri untuk selalu merindui parasmu, senyum gula yang selalu melambai meminta peluk untuk menawarkan sejenis rindu yang candu.

Entah bagaimana teknisnya, aku begitu mengagumimu, lelaki bermata teduh, sepertinya kau lupa bercukur pagi ini, aku suka melihat buah jakun yang bergerak-gerak saat kau berbicara padaku, menatapku tatapan yang selalu menjadi pusara perhatianku.

Ada bagian kecil dari dalam tubuh ini yang bergetar, melihatmu melemparkan senyum candumu padaku, ada rasa yang bergejolak menarik pilar-pilar kekosongan yang sedari tadi mengeruyak sebab tanganmu meraih tanganku, menyelipkan sebuah benda kecil diantara ruas jemariku dan kau bilang itu sebagai sebuah janji. Tentang warna-warni yang selalu kita rasa. Seperti nikmatnya cupcake.

Entah Bagaimana pula caranya, Aku hampir mati berdiri di sini karena mencintaimu. Dan aku akan  mencintaimu selamanya, selama napas dan raga tubuh ini menyatu, selama aku masih bisa melihatmu, selama aku masih bersyukur atas senyum indah yang selalu kau beri di setiap hari.

Selangkah lagi lebih dekat denganmu, dalam jarak rindu yang mendalam. Dan segalanya begitu indah. Sungguh, aku telah mencintaimu dengan teramat sangat. Dan takkan kubiarkan segala semuanya berlalu begitu saja tanpa menulis kenang.

Aku mencintaimu.