Jika ada tempat yang selalu menjadi kepulanganku. Kukatakan
bahwa itu adalah bahumu.
Sudah lama diantara kita tak ada temu. Tak ada penuaian
pilar-pilar rindu. Tak ada alasan yang signifikan untuk merealisasikan sesuatu
yang terpendam.
Apakah kita sama-sama mengumpati rindu itu diam-diam?
Apakah kita sama-sama mengumpati rindu itu diam-diam?
Aku suka melihat wajah aristokratmu, senyum gulamu, juga alis khas yang ada di dua bola mata teduhmu yang berhasil membuat paradigma dalam dada.
Jika ada hal yang paling hangat. Kubilang, itu adalah pijar
matamu.
Aku menyukai hari-hari kita yang berlapis-lapis kini
mengungkap kenang. Detik-detik dimana kamu dan aku berbagi banyak hal bersama.
Saat-saat yang kumaknai sebagai kedekatan tak biasa.
Sesekali aku memerhatian handponeku, berharap ada pesan singkat darimu. Padahal aku tau, aku tidak mungkin mendapatkannya.
Kamu orang yang paling sibuk dengan duniamu sendiri tanpa mengerti kepekaan. Iya kan?
Jangankan untuk menelponmu—menanyai kabar atau sekedar berseru hai—untuk mendahului mengirimkan pesanpun aku tak berani. Untuk itu, hari ini aku membuat surat lanjutan untukmu. Surat ini mewakili kepingan-kepingan rindu yang kusimpan sendirian.
Aku terlalu nyaman dengan kebiasaan yang kita habiskan bersama.hingga banyak hal yang menjadi pertimbanganku ketika kau pilihkan sesuatu untukku;
Menurut kamu baju yang bagu yang mana buat kupakai ke pesta
ulang tahun temanmu?
Kamu mau makan yang mana?
Menurut kamu aku harus pilih yang mana?
Menurut kamu besok kita ke mana ya?
Enakan rasa cokelat atau strawberry?
Banyak hal yang tanpa kusadari kuminta kamu memilihkan
sesuatu untukku. Sesuatu yang sesuai seleramu yang terbiasa menjadi seleraku.
Sesuatu yang mau tidak mau harus kujalani bersamamu. Dari situ, aku mulai
bergantung dengan semua pilihanmu.
Banyak hal pula yang ingin kuhabiskan bersamamu. Tapi
paling, aku hanya bisa duduk diam menatap wajahmu memuja rupawanmu dengan
berkali-kali mengulum senyum bahagia. Itu saja. Sudah cukup bagiku untuk
mengobati rindu seminggu.
Kita selalu menghabiskan waktu untuk mampir ke kafe favorit
kita, menonton film horor yang selalu membuatku teriak-teriak ketakutan,
bermain badminton atau jalan-jalan keliling ibukota saat kau berhasil menebak
expressi sedihku untuk sekedar menghiburku.
Untukmu yang saat ini kuinginkan. Aku berharap suatu saat
kita bertemu lagi. Entah kapan. Namun saat ini aku sedang menghindarimu untuk
menetralisir rindu yang kian tak menepi. Ia selalu berlayar dan terombang
ambing, mencari tempatnya berlabuh.
Terimakasih untuk kecupan di kening sebelum kamu pergi. Aku
sudah memilihmu dan tidak ada lagi selain kamu.
Jadi jika kamu memilih pergi dan menyisakan tubuh ini
sendiri. Aku akan tetap menunggu. Dalam rengkuh peluk janji yang kuinginkan. Pada
akhirnya orang yang memendam cintanya sendirian hanya bisa merelakan kepergian.
Sayang, Jika kamu yang memintaku untuk lebih lama berada di
sisi, maka akupun sama. Akan melakukan hal yang sama dengan segenap hati.
Dan sebuah pilihan adalah kepastian untuk menjalani hidup
kedepannya. Untukmu dan untuk kita selamanya.
Dari aku, perempuan yang berusaha merelakan.
baca juga surat cinta pertama kamu : untukmu yang tak sanggup kusebut namanya
baca juga surat cinta pertama kamu : untukmu yang tak sanggup kusebut namanya
Ya ampun. Spechless. Keren banget diksinya. Sampai terbawa saya Kak. Berasa kaya yang ada di dalam ceritanya. Sabar ya Kak. Koleksi - Seleksi - Resepsi, kalau temen saya bilang. Jodoh takkemana. Kitanya yang kemana. Mau menunggu tapi hati rindu. Mau berlalu tapi hati ragu.
ReplyDeletedear mas galih, makasih sudah komen. banyak yang bilang aku cewek paling galau. tapi, ini fiksi. dan emang suka nulis romance sih :) betewe makasih juga udah mampir :)
ReplyDeleteManisnyaaa 😍
ReplyDeletemakasih ka finaaa :)
Deleteaih.. kau porak-porandakan aku dgn karyamu vi.. hahahaaa.. kece!!#
ReplyDeleteJudulnya itu loh kk bikin nangis duluan hiks T_T
ReplyDelete