Sebelum menjadi kita, aku dan kamu adalah dua buah tanda tanya yang berusaha mencari jawaban dengan ke-mengertian, sampai pada akhirnya kita lelah, menyerah dan berhenti di sebuah titik, untuk saling berpegangan agar bisa meneruskan perjalanan.

Monday, August 5, 2013

satu detik bersamamu.


Mencintaimu, bukan sesuatu yang kuharapkan terjadi. Tapi kenyataannya inilah kita, terkurung dalam perasaan luka.
Kamu seperti manusia yang datang dari dimensi waktu berbeda, yang tiba-tiba—tanpa kuminta—kamu seperti menawarkan sebentuk cinta baru.
Rasanya sudah lama sekali, tidak merasakan perasaan ini, setelah berkali-kali berkelit dengan egoku sendiri. Ada degup jantung berbeda setiap kali suaramu mengalir lembut di telingaku—yang diam-diam berhasil mencuri perhatianku.
Aku mengenalmu sebagai lelaki bermata teduh dengan rambut depan yang menutupi kening, senyum yang menular, di mana aku menikmati setiap gemuruh tawamu.
Kita kayak sepatu dan kaus kaki, kita bisa hidup sendiri-sendiri dengan keegoisan kita masing-masing. Kita dua benda yang berbeda, tapi karena tujuan kita sama—sama-sama ingin melindungi kaki, maka kita saling melengkapi satu sama lain, agar bisa selalu berjalan beriringan.
Hal bodoh seperti apa yang kita lakukan, bercengkrama sepanjang malam, ngobrol dari mulai dalam-dalamnya bumi sampai lintas galaxi. Seolah, kita tidak pernah ada habisnya membahas sesuatu, sampai mata kita terkantuk-kantuk dan telepon dibiarkan begitu saja. Dan, esok paginya, kita terbangun dengan mata seperti panda betina.
Tuan yang bermata teduh, kita sudah melewati hari demi hari bersama, menyamakan pikiran, imajinasi, serta mimpi-mimpi kita. Dengan radar kita yang lebih hebat dari sinyal telpon, "kita tetap berkonunikasi, walau kita tidak telpon sama sekali," katamu di antara gelap yang menjadi atmosfer perbincangan kita. Kamu yang selalu berhasil membuatku tersenyum setiap pagi, mengingat kesederhanaanmu.
Aku menyukai suaramu ketika melantunkan ayat-ayat suci itu, suara yang membentang, menggetarkan seluruh syarafku untuk selalu mengingat-Nya.
Sayang, aku tidak pernah meminta apapun darimu, dengan kamu yang tidak meninggalkan lima waktumu saja sudah membuatku bahagia.
Kamu yang ada, dan bersedia menjadi pendengar pertama dalam setiap keluh-kesahku. Mendengar semua ocehanku yang agak bawel. Oh, oke, aku bawel. Denganmu, aku baru merasa nyaman jadi diri aku sendiri. Aku lebih percaya diri untuk mengikuti kata hati. Cuma kamu yang mengerti bahasa kode kita, kamu yang memahami dan tau di mana menempatkan diri yang sesuai suasana hati.
Rasanya, aku ingin sesekali duduk manis di hadapanmu, menemanimu yang sering bekerja hingga larut malam, menyediakan segelas susu hangat, sebagai teman setiamu.
Kamu dengan pekerjaanmu, aku dengan draft novelku. Dan kita saling bertukar pikiran dengan pekerjaan menyenangkan itu. Tapi, aku tau itu tidak akan pernah terjadi. Sebab waktu kita tidak lama lagi. Setiap kali, aku mengingat nama kekasihmu—yang baik hatinya—aku kayak baru aja di gaplok bolak-balik.
Sebagai perempuan normal yang berakal, aku sadar, aku salah dan sama sekali tidak ada niat untuk melukai siapapun di antara kalian. Mungkin, di matamu aku hanya sosok gadis kecil—yang sangat bodoh—yang secara tidak sengaja masuk ke kehidupanmu. Tapi apa daya hati yang tidak bisa membohongi kalau untuk detik ini, aku ikhlas menyayangimu tanpa peduli siapa kamu. Ini kesalahan terindah yang pernah kulakukan.
Anggap saja, aku titipan Tuhan sementara yang ingin membuatmu bahagia. Bagiku, satu detik bersamamu terasa begitu berharga. Aku tidak akan membuang-buang waktu lagi untuk lebih lama bersikap egois dengan memendam rindu sendirian.
Kalau saja cinta ini bisa disederhanakan hanya ada aku, kamu dan Tuhan yang menyaksikan bagaimana perasaan kita. Terlebih perasaanku, yang selalu ingin mencintaimu hari ini, esok dan seterusnya tanpa tanggal kadaluarsa.
Tapi ini sejatinya sebuah petualangan, yang mana kita sering kali dikalahkan oleh takdir. Padahal kisah ini berada di titik nadir. Kenapa yang lain bisa dengan mudahnya mempermainkan perasaan mereka, sementara kita untuk bisa lebih lama bersama saja mustahil. Sebab cinta yang disertai ketulusan saja, sering kali salah. Dan setelah ini, kita akan menjadi orang lain. Menjalani kehidupan masing-masing, dengan pilihan terbaik kita. Dan aku, akan disibukan dengan perbaikan-perbaikan hati.
Hidup kita adalah sebuah perjalanan, banyak yang datang dan pergi dan memberi banyak kenangan hingga hidup tidak lagi terlihat monokrom, dan kamu adalah me-ji-ku-hi-bi-ni-u untuk hidupku. Aku pasti akan merindukan semua hal tentang kita. Sekali lagi, inilah kita yang diharuskan tegar untuk menghadapi tembok bernama realita.
Jika suatu hari nanti, ketika ada yang menanyakan apakah aku mengenalimu, aku juga akan menjawab ya, sambil tersenyum dan mengingat semua kenangan kita. Jangan khawatir sayang, jagoan harus tetap terlihat kuat. Jagoan harus merelakan apapun miliknya. Seperti aku yang mulai belajar merelakanmu. Percayalah aku akan baik-baik saja.
Terimakasih.. terimakasih untuk segala apapun. Aku tidak pernah menyesal telah mengenalmu. Terimakasih sayang, kamu telah datang ke dalam hidupku dan memberi warna baru. Aku sangat menyanyangimu, sekalipun aku tau. Aku salah.

Nona Sagitarius.


8 comments:

  1. Kasih tak sampai.. aku suka ceritanya, dan gaya ceritanya. Hehehe tapi agak keganggu dengan kata "kayak" & "digaplok bolak balik" :D
    Bertolak belakang sama kata2 lain yg lembut. Kayaknya akan lebih enak kalo pake "seperti" & "ditampar" IMO ya mba.. :)

    ReplyDelete
  2. makasih yaa :) kalo 'digaplok' emang sengaja kok. Biar lebih kerasa sakitnya. :'D

    ReplyDelete
  3. Kayak gini nih yang sakit, kalo udah berpapasan sama tembok realita. nice story mbak :)

    ReplyDelete
  4. hehehe makasih revi okta. A sad story :')

    ReplyDelete
  5. Buat Nona Sagita [udah disingkat aja x)) ], Moga segera move on ya :))

    Ada satu typo, yang kutemukan, btw. Heheh.

    ReplyDelete
    Replies
    1. nyingkat nama orang, bayar. :p

      hihi iya, aku gak ngeh itu XD makasi kak juun, doakan segera move on. :')

      Delete
  6. Takdir adalah pilihan kita, Nona :)

    Btw, itu kata 'tau' diganti 'tahu' aja, Vie. Biar semuanya jadi EYD hihihi

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalau saja semudah itu, tapi enggak kak evi. Aku dikalahkan oleh takdir :')

      wew iya, harusnya pake tahu :3 tarahu.. Tarahu #eh hihi

      Delete