Sebelum menjadi kita, aku dan kamu adalah dua buah tanda tanya yang berusaha mencari jawaban dengan ke-mengertian, sampai pada akhirnya kita lelah, menyerah dan berhenti di sebuah titik, untuk saling berpegangan agar bisa meneruskan perjalanan.

Wednesday, June 22, 2011

bag 3


                             Tujuh
      Aku berpapasan dengan Elang waktu ingin menuju kantin. tapi aku gak bereaksi sama sekali. Aku menemukan Arza, Hany, dan Febry yang tengah menyantap bubur dan mie ayam secara brutal. Aku langsung mengambil posisi di samping arzatentunya. Hehe aku sukanya duduk deket sama Arza sih, apa-apa Arza, dikit-dikit Arza. Emang gak bisa jauh dari Arza  sih hehe. Rupanya perutku sudah menciap-ciap kelaparan. Aku segera memesan bubur ayam untuk ngengatasi perut-ku ini. Agar tidak ber ciap-ciap lagi.
         Elang lewat di depan kami, ia duduk di meja ujung seorang diri. Hari ini gak bikin ulah lagi dia?  Kenapa sama Elang? Biasanya dia meneriaki ku dengan selemparan yang membuatu emosi tingkat dewa, seperti kodok, tumi atau berteriak-teriak di telinga-ku. Kurang kerjaan banget kan tu orang.
          Sampai beberapa bulan kemudian saat aku sudah duduk di kelas XII dan kami tidak sekelas lagi. Ini membuatku sedikit lega. Tidak ada lagi elang yang menyebalkan. Tidak ada lagi yang mengganggu hidupku. Aku terbebas dari jeratan kekesalan Elang di kelas. tapi aku masih sekelas dengan Arza kok, selalu deh sama Arza hehe.
           Aku membaca bulletin sekolah yang tertera di madding sekolah-ku. Hot gossip minggu ini adalah HUBUNGAN-KU DENGAN ARZA! Oh god! Masih aja mereka membahas soal itu. Aku memang gak pernah membicarakan ataupun mem-public tentang hubungan-ku dengan arza kepada teman-teman sekolah. Hampir seluruh anak satu sekolah mengira kami berpacaran karna kedekatan kami selama ini.
Aku menyeret Arza untuk ikut serta membacanya. Tapi Arza malah kelihatan biasa aja.
    “Tenang aja dong tuan putri, masa gitu doang panik sih” kata arza dengan nada bicara tenang.
   “Tapi, Za..”
    “Sttt… udah ya lo gak usah mikirin beginian. Cuma gossip murahan kok , yang penting kita tetep temenan.”
   Arza menggulung senyum. lalu ia merangkul ku hingga ke dalam ketas. Tentu saja tidak ada yang protes soal ini. Toh aku sama Arza sama-sama gak punya pacar hehe.
                                                       ©©©
   Pulang sekolah aku duduk di sebuah kursi yang terjulur panjang dipinggir lapangan . melihat Arz, Dave, Toni, Dino, dan dua orang anak kelas x yang belum ku kesal, maklum anak baru disini.
    Duduk disini membuatku sedikit bosan. benar saja apa mereka bilang kalau aku ini pacarnya Arza. Aku saja disini setia banget menunggunya bermain basket. Sendirian pula. Iya kan? Aku udah kayak pacarnya Arza aja! Tapi soal yang kayak gitu kata Arza tidak usah di ambil pusing. maka aku gak sama sekali menggubris apa yang tengah mereka bicarakan. Anggap saja angin lalu.
    Karena saat itu aku sedang mengalami bete jadi aku putusan untuk berkeliling sekolah. Emang si sedikit kurang kerjaan. Tapi apapun ku lakukan demi menghilangkan rasa bête-ku. Aku mendenganr kasak-kusuk di sudut koridor yamg paling ujung. Aku penasaran apa sih yang berkasak-kusuk di gudang itu. Dan Elang pun muncul mengagetkan ku sampai aku berteiak “SETAANNNNN!!!” dengan menutup kedua mukaku. Dan berharap semoga ia tidak menggigitku.
    “Gue. Elang bukan setan!” katanya.
     Aku membuka mata dan memastikan itu Elang.  Alisku tetap terpatri. Membentuk garis khawatir di atas mataku yang waswas. Siapa tau ini hanya gumanan si setan itu!. Ia terlihat dengan seragam olahraganya yang penuh keringat. Ah masa setan keringetan sih? Gak mungkin. Iya tu orang gak bohong. Dia beneran Elang. Dia habis latihan futsal deh pasti.
    “Jangan ngeliatin gue begitu dong! Gue udah bilang kalo gue bukan setan!” ternyata Elang nyadar dengan sorot mataku yang waswas.
    “Ngapain lo disini? Tempat beginian? Sepi? Kalo bukan setan apa namanya? Tikus?” tanyaku dengan melirik keadaan gudang sekolah.
    “Lo punya sampo gak?” tanyanya.
 Aku menggeleng..
   “Sabun deh. Gue mau mandi nih”
   “Gue gak semaniak itu kali. Bawa sabun kesekolah”
Lalu elang kembali mencari-cari sesuatu di gudang itu. Tidak lama kemudian. Ia menemukan sabun dan sebotol shampo yang ia cari.
   “Akhirnya ketemu juga.” Katanya segirang mungkin.
    Cerita dikit nih. Aku tau dari Arza kalo anak-anak yang ikut eskul basket. Voly, futsal, badminton dan semacamnya itu selalu di sediakan shampoo dan sabun untuk mandi usai latihan.  Tidak jarang kalau Arza juga mandi di sekolah. Elang langsung masuk ke dalam kamar mandi yang tidak jauh dari gudang. Aku ngapain ya disini? Mendingan aku ikut Elang mandi. Lho? Lho? Salah maksudku. Aku terusin lagi jalan-jalanku.
   “Tamiii” elang memanggilku ketika aku baru saja akan hengkang dari tempat itu.
   “Apa?”
   “Tolongin gue ya?”
   “tolongin apaa?”
   “Ni pintu gak ada kuncinya. Jadi pegangin yaa?” katanya.
Aku melongong sejenak. Pegangin? Males banget.
   “Ayolah mi, plissss masa gue mau mandi dalam keadaan pintu terbuka? Kalo ada yang ngeliatkan kacau!” katanya dengan bernada sedikit memohon.
   “Iya” kali ini aku mau menolongnya. Bukan karena jasanya waktu itu pernah menolongku ya. Ini karena aku tau Elang lagi kepepet. (bukan ngepet hehe) dan aku kasian aja sama dia. Mau  mandi gak ada kuncinya. So.. aku mau menolongnya.
   “Pegangin pintunya ya? Dan awas lo jangan ngintip!”
   “Udah di tolongin bukan nya terimakasih lo. Malah nuduh! Gue ninggalin nih” ancamku.
   “Ehh iya, wahh. Jangan dongg. Tega lo?” katanya sekali lagi memohon.
   “Makanya jangan macem-macem”
   “Iya-iya”
Lagian siapa juga yang mau ngintip. Ih amit-amit!
                                                       ©©©
      Aku menonton tv sambil memakan sekantung potato chips yang ku ambil dari lemari makanan. Mamah, Papah, dan Alba sedang kerumah kakek. Di rumah tinggal aku, Mas Bintang dan Mbak Surti. Itu pun mereka sedang sibuk masing-masing. Mbak Surti lagi main sky, alias ngegosok. Sementara Mas Bintang lagi sibuk sama sama tugasnya. Aku Cuma ngebuang-buang waktuku bermalas-malasan.
      Mas Bintang akhir-akhir ini sering di kamar. Bener sih sibuk belajar. Tapi kok ya kayak orang bertelur aja si? Aku yakin ada yang aneh sama Mas bintang. Terakhir Mas Bintang cerita si dia lagi patah hati. Oh mungkin karena itu kali ya. Ah tapi Mas Bintang gak nyanyi nyanyi “sakit hatii bikin sakit hati”  sambil memainkan gitar Stratocaster-nya?  Apa si aku ini. Mengada-ngada aja. Emang kalo orang sakit hati harus teriak-teriak begitu!.
    Aku sedang asyik menonton film kartun the legend of seven seas. Pengisi siara dari tokoh marina nya adalah chaterine zeta-jones.
     Oh iya  bagaimana dengan Mas Dylan ? semangat kejadianmalam itu aku gak sama sekali berhubungan sama mas delan.dia juga tak pernah memunculkan dirinya dirumah ataupun dihadapan ku .mungkin ia tetap main dengan mas bintang dirumah tapi saat aku disekolah atau tengah malam bersama Arza. aku sama Arza tak terpisahkan hehe..
Drrtt…drrtt…drrt..
From : Arza
Hey tnte , lg ap lo d rmh? Jgn blg lg nungging .

Arza tau-tau smsku ,udah manggil Tante malah ngatain aku lagi nungging .
To: Arza
lo kli yg doyan nungging :p
drrtt…drrtt..drrt
From: Arza
gw k rmh lo y.
    20 menit kemudian arza hadir dirumahku. Tanpa segan-segan ia langsung nyelonong mendapatiku diruang tengah . arza yang baru datang melempariku denagn sebuah bantal yang sukses mengenai wajahku
   “Sial lo, dateng–dateng rusuh ! “ kata ku seraya menyuap potato chips ditangan ku
   “Haha, abis udah gede nonton film kartun “
Arza mencibir seraya  meletakan bokongnya disampingku ,ia merauk potato chips yang yang ku pegang da langsung memasukanya kemulut .
   “Ikut gue yuk? ” ajak Arza
   “Kemana ? “
   “Jalan – jalan, hem… kita cuci mata “
   “Serius lo?, oke kita jalan–jalan ! “ kataju bersemangat .
Arza merebut sekantong potato chips tadi .
   “Woy, jangan diabisin gila lo ! “ kataku yang mengambil kembali. Dan ternyata… udah abis! Arzaaaaaa. Lo makan gak kira-kiraaaa!
                                                       ©©©
Oke. Aku udah siap buat jalan-jalan.
   “Ayo, Za kita jalan!” kataku bersemangat.
Arza segera menghidupkan mesin motornya. Brem..brem..brem… suara motor Arza meraung-raung.
   “Eh mau kemana kalian?” Tanya Mas Bintang yang muncul dari dalam rumah.
   “Mau jalan-jalan dong. Iya kan Za?” sahutku lalu menyenggol lengan Arza untuk meminta persetujuan. Arza mengangguk sekaligues mengiyakanku.
   “Pacaran mulu kalian” ledek Mas bintang.
   “Woo ngiri aja” selorohku
   “Siapa yang ngiri wekk!” cibir Mas Bintang.
   “Udah ah yuk, Za. Jangan dengerin Mas Bintang!” kataku terus melet-melet.
   “Cabut ya mas” kata Arza dengan sopan.
   “Yok!” sahut Mas Bintang.
   “Dahhh Mas Bintang!” seru ku melambai-lambai.
     Lalu motor Arza sukses melaju. Aku berpegangan dengan erat karena Arza kumat lagiiii. Main kebut-kebutan, selap-selip mobil seenak jidatnya. Arzaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa. Ia membuatku histeris memanggilnya. Aku merasa seperti tengah menaiki hysteria di dufan! Arza yang mendengar teriakan ku malah ber-hahaha-ria. Awas ya lo,za! Akan ku tending bokongnya!
   “Mau nendang bokong gue? Nih!” dengan songongnya ia sukses membaca pikiranku. sial!
    Kami sampai di suatu tujuan. Hemm.. tidak seperti yang ku bayngkan sebelumnya. Aku kira Arza akan mengajakku makan di restaurant mewah. Atau pergi jalan-jalan ke tempat tempat yang interesting. Tapi asumsi ku salah. Aku malah bertemu dengan Elang di tempat ini. Elang tuh kayaknya ada di mana-mana ya? Aku kesini elang, kesitu elang, langkahku jadi terasa sempet sepertinya. Ini mah bukan lagi pinang di belah dua. Tapi pinang di belah-belah.
    Aku melihat Elang yang tengah asik mengajari anak-anak kecil itu. Ketika ia menyadari kedatangan kami, ia segera menghampiri kami.
   “Dateng juga lo?” Tanya nya pada Arza.
  “Iya lah man. Kan gue udah janji sama lo!”
  “Wah bawa pacar nih? Si tengil satu ini” ia menunjuk ke arahku. Aku segera melototinya.
  “Gigit ga nih?”
Aku memelototi Elang habis-habisan. Lalu ia terkekeh.
  “Hehe iya gue ngajak tami. Oh tenang aja gak bakal gigit kok”
   Aku membelak karena omongan Arza barusan. Aku kesini kan gara-gara Arza yang mengiming-imingiku dengan jalan-jalan. Kalo jadinya begini mah. Bener deh apa kata Arza. Mendingan aku nungging di rumah! Dua cowok ini memojokiku.
    “Yaudah yuk gabung aja” kata Elang mengajak Arza untuk bergabung.
   Kalo aku? Kayaknya gak di ajak deh. Mana mau si busuk itu berdamai dengan ku. Mungkin kalo di suruh pilih peace or dead. Dia pilih dead kali. Sebodoamat. Aku gak mikirin orang itu. Aku gak akan beranjak dari sini.
   Lalu Elang berpaling ke arahku.
   “Gabung yuk” dengan nada terhalusnya yang pernah ku dengar.
         Aku masih diam. Lalu ia memandangku dengan sorot mata geli. Kemudian senyumnya pecah. Ia menggandengku untuk ikut kedalam arenanya. Bersama anak-anak jalanan lainnya. Ilmu yang ku punya. Ku tumpahkan pada mereka. Semoga mereka senang. Rasa beteku terhadap Elang musnah di telan suara tawa lepas mereka. Walau bagaimanapun hari ini aku bahagia. Mendapatkan pelajaran sekaligus pengalaman hidup yang sangat berharga. Pastinya bersama mereka.
                                                      ©©©















                          Delapan
    Pulang sekolah aku menyempatkan diri mengujungi toko buku. Dulu aku sering banget kesini menyempatkan diriku membaca buku dan aku informasikan lagi ya, aku suka membaca buku karena papahk. Tapi, belakangan ini aku jarang banget kesini. Hemm… karena belakangan ini aku agak sibuk hehe.
   “Lo suka kesini juga?” suara lantang Elang mengagetkannku.
   “Eh.. emm iya”jawabku.
    “Suka buku jenis apa?” Tanya Elang yang membuat otakku berlimpah seribu pertanyaan tenteng itu. Ini maksudnya mau nanya? Wawancara? Atau mau bemaksud jahat? Aku gatau tapi saat seperti ini aku harus tetap waspada sama si bocah satu ini, siapa tau di balik pertanyaannya ia akuan mengintimidasi ku. Halah aku ini mikir kok ya jauh banget. Eh tapi bias aja kan. Gak salah juga kan akalo aku waspada hehe.
     “Referensi” jawabku singkat , lalu aku kembali menyibukan diriku membaca buku tanpa harus menghiraukan orang itu.
   Elang langsung hilang dari pandanganku. Tapi, setelah ku cari-cari lagi ku temukan batang hidungnya berada di pajak rak buku tengah asik membaca buku dengan earphone yang yangkut persis di telinganya. Aku dalam posisi aman sebab si tengil itu tidak akan mengganggu ku selama aku membaca buku. Huft..
    Hingga 30 menit kemudian aku putuskan untuk pulang pastinya dengan membeli buku yang baru setengah ku baca tadi. Aku menjulurkan buku itu kepada mas pramuniaganya.
   “Empat puluh tujuh ribu lima ratus, Mbak.” kata Mas pramuniaga.
  Aku memberikan uang 50 ribuan. Kebetulan tadi pagi papah memberiku uang untuk membeli buku.
   “Kembalinya dua ribu lima ratus ya Mbak, terimakasih silakan datang kembali” kata Mas pramuniaga itu .
   Aku keluar dari toko itu, sampai di rumah nanti aku akan bermanja-manja di kasur, nyalain AC karena hari ini panas benget sambil nonton TV asik hehe. Tapi,
   “Tami” panggil Elang menghentikan langkahku. Mau apa lagi si tu anak? Mau cari masalah? Duh aku ini negativ mulu si. Iya si bener tiap ngeliat muka Elang pasti bawaannya marah mulu. mau aku lagi dapet kek, enggak kek tetep aja. Mungkin tampang nya ngeselin kali ya? Eh tapi enggak ding tampang Elang hemmm… ganteng! Ehh gak aku gak bilang ganteng. Salah tuh. Elang nyebelin, oke!
   “Mau pulang ya?” tanya Elang.
Aku mengangguk. menyatakan iya.
   “Hemm.. ikut gue yuk?”
Aku mengerutkan kening.
   “Maksud gue bareng pulangnya” ia melanjutkan omongannya.
    Aku tau saat itu Elang terlihat grogi. Bukannya aku pede ya Cuma baku bias menebak dari cara dia bicara.  Tapi, ku hiraukan hal yang gak penting itu. Dan ia sukses menyeretku ke dalam mobilnya, ini dia bodohnya aku, gak mengelak sama sekali, aku tuh udah kayak boneka aja yang di seret sana seret sini mau! . tapi krasa ku mengatakan iya, aku mau ikut dengan elang. Walaupun buat bilang iya atau sekedar ngangguk aja aku… gengsi!.
Elang melajukan mobilnya.
    “Kenapa si kalo lo ketemu sama gue tampang lo curigaan mulu?” Tanya Elang. Itu yang barusan di bahas, kalo aku ketemu sama Elang rasanya mau nonjok mukanya aja. jadi Elang ternyata gak peka juga dengan sikap ku ini .
    “Emang gue maling ya?” seloroh Elang membuatku tersenyum. Sebenarnya si mau ngakak, tapi (kebanyakan tapinya nih) karena aku ratu jaim jadi aku Cuma tersenyum penuh kemenangan. Ngerasa jadi maling ya!
   “Enggak kok” jawab ku santai.
   “Udah santai aja kali sama gue, lagi lo kenal gue bukan sehari dua hari . so.. gak ada salah nya kan if we will be friend?”
     Hah? gak salah tuh Elang bilang begitu? Will be friend? Aku kira Elang gak akan mau jadi temanku. Elang tersenyum simpul ke arah ku. Jujur saat itu aku memperhatikannyadan aku gak bias mengelak kalo Elang…. Elang ganteng!. Hatiku sempat terlena oleh senyumnya. untung aku gak blingsatan di depan dia. Hehe. Eh.. tunggu dulu, aku gak bilang suka ya!. Masa seorang tapi cepet banget jatuh cinta sama orang Cuma karena sebuah senyuman yang gak penting itu? Oh tentu tidak.. hu h coba-coba ngambil hatiku lagi.
Sampai di rumah Elang bilang.
     “Besok boleh gue jemput?”
Aduh Elang please deh. dengan beberapa menit di mobil lo aja udah bikin aku kayak begini, jatuh cinta gak jelas. Ditambah besok lo mau satu mobil berangkat sekolah sama aku? Enggak enggak. akuu… hemm gak boleh terjadi lagi pula Arza mau di kemanain? Oh iya Arza. ini jadi alasan yang bagus buat ngeles biar elang gak jemput aku.
    “Gak usah, Arza udah jemput gue kok” kataku memberi alasan menolak ajakan Elang.
   Lalu Elang segera menancapkan gas setelah memperoleh jawabanku. Dan gak lupa meninggalkan semyumannya itu. Untuk yang kedua kalinya aku tersihir.. Your very hadsome.
                                                       ©©©
    Padahal kemarin aku gak salah bilang kan kalo aku menolak ajakan Elang untuk pergi ke sekolah bareng. Aku gak salah ngomong kan? Lagi juga aku yakin lidah ku ini gak keseleo. sehat walafiat!. Tapi kenapa pagi-pagi begini Elang udah nongkrong di depan rumahku ya? Aku gak habis pikir apa jangan-jangan Elang gak denger omonganku kemarin? Tapi Elang gak tuli kan?
    “Gue di jemput Arza kok. emm mending lo duluan aja” kataku setibanya aku menghampiri elang. Tujuannya si supaya Elang buruan pergi dari sini. aku gamau bareng elang. Seenggaknya kalo aku gak bareng Arza aku bias kok minta tolong Mas Bintang untuk mengantarku ke sekolah.
    “Arza gak bias jemput lo. Dia yang bilang sendiri kok sama gue” katanya seolah elang punya seribu alasan untuk pergi dengan ku ke sekolah.. oke oke elang bias ngomong gitu tapi aku mau sama arza. Arza kemana ya?
   “Udah lo sama gue aja”
   “Tapi.. Arza?”
   “Dia kan gak bisa jemput lo”
     Dalam mobil Elang aku merasa sedikit grogi. Ini pasti gara-gara senyumnya yang sia**n itu!. Elang sih pake senyam senyum segala.
     Gak selamanya tom and jerry itu berantem kan?? Gak selamanya cat and dog kejar kejaran.dan itu yang terjadi pada aku dan elang sekarang. Mungkin udah saatnya meluncurkan bendera putih dan mengakhiri perang perangan.
   “Gue ngerepotin lo ya?” tanyaku yang merasa seperti itu.
   “Iya!”pekik Elang yang menurutku ngajak berantem. Huh ni anak bari aja mau damai udah ngocol lagi!. Gak jadi deh tu si tom baikan sama jerry!
    “Enggak lah hehe percaya aja lagi lo sama omongan gue” kata-katanya memnuyarkan prediksiku.
Dasar ababil! (abg labil)
    “Yaudah kalo gitu gue bakalan curigaan terus sama lo. Hehe” kata ku turut tertawa.
    “Iya dong harus kalo nanti aku pacaran sama kamu terus aku selingkuh masa kamu diem aja, ya harus curiga dong”
    “Ih apa si lo, ngaco aja kalo ngomong!”
    “Hehehehe” Elang tertawa geli.
    Pasca ber-hehehe-ria aku gak lagi canggung, emosi, kesal, ketika berbicara dengan Elang. Ia masih menyunggingkan senyumnya yang begitu menawan. Hingga membuat hatiku bagai gelembung dan siap meledak memecahkan dada. Lalu soal Arza? Sampai di sekolah aku langsung menghampiri Arza.
    “Za kok lo gak jemput gue?” tanyaku seraya menempatkan diriku di kursi samping Arza.
Arza pun menjawab enteng banget.
    “Maaf tuan putri, tadi pagi gue sakit perut.  so I had to go to the bathroom” membuatku tertawa geli. Dasar Arza!.pantesan aja gak jemput. Dapurnya gak beres. Hehehe
                                                       ©©©

     Aku suka sama Elang?.  iya, eh enggak, eh iya aaa pokoknya enggak jangan sampe aku suka sama Elang. aku gatau deh bingung abisnya (nyari pegangan) aku bingung perasaanku bergejolak aneh, dan kurva perasaanku terhadap Elang meningkat pesat. Tapi namanya perasaan bukanlah aksioma ataupun hal yang mutlak yang bisa di jelaskan segampar mpenjabaran matematika. Matematika aja masih susah!.
     “Tamiiiiii kok akhir-akhir ini lo jadi suka ngelamun ya?” tanya Arza lantaran ia mendapatiku sedang ngelamun. Yang namanya Tami kalo lagi negelamun boro-boro nydarin omongannya Arza. Mungkin kalo ada perang dunia III terjadi pun aku belom tentu sadar hehe. Aku tenggelam dalam omonganku.
     “Mi, woy! Beneran nih anak sarap!”
Karena Arza mengataiku sarap so aku nyadar dong. Aku ini kan gak sarap tau!
     “Gangguin aja lo” aku melirk Arza.
     “Abis longelamun mulu dari jam pertama. Gue yakin hukum gay-lusac yang tadi di jelasin pas ilo gak nyangkut di otak lo!” kata Arza yang mengait ngaitkan lamunanku dengan pelajaran fisika.
     “Tami jatuh cinta tuh…” aku langsung membungkam mulut Febry. Dia gak di undang dan gak diajak tau-tau beradumsi macem itu. Seolah baru saja mendengar penjelasan kenapa popye bisa jatuh cita sama olive. No one know my feel.
      “Hus elo kalo ngomong!” kata Elisa seraya melototi Febry.
      “Iya sa, kalo kata bokap gue orang jatuh cinta tuh suka ngelamun” sekali lagi Febry berasumsi konyol. Rupanya dia belom tobat di pelototi oleh Elisa dan parahnya Febry terus berceloteh soal asumsinya kalo orang lagi jatuh cinta.
      Aku Cuma nyengir kuda melihat teman-temanku yang tengah mengomentari tentang diriku. Agak risih juga si heheh. Tapi gaapalah. Sama temen sendiri ini.
                                                       ©©©





                        Sembilan
      Sejak kejadian di mobil itu Elang tidak lagi menganggap ku sebagai Jerry. Aku pun lebih mencair ketika berbicara dengan Elang. Elang juga meresponnya dengan baik. Aku cukup senang bisa tersenyum dan berbagi dengannya. Dengan seperti ini aku mendapatkan teman share baru. Bahkan lebih dari yang ku kira, Elang akan cerita tentang dirinya, masa kecilnya padaku tanpa ada rasa canggung sedikitpun. Elang juga sering mengantar ku pulang.
   Sepulang sekolah aku mendapatkan Mas Dylan yang kini menjajariku dan persis sekali di sampingku.aku ingin sekali kabur saat itu dari gretakannya yang membuatku begitu nanar. dan tanpa perasaan bersalah sedikitpun Mas Dylan menyapa ku dengan sapaan terlembutnya.
   "Hai Tami"
Aku mengigit bibir bawahku.
    CUKUP! dengan kejadian waktu itu. aku berusaha menahan perasaan jengkel ku. aku menghembuskan nafasku perlahan. tanpa menjawab sapaan dari orang di hadapanku ini.
    "Mau ngopi di coffe bean gak?" katanya santai tanpa mengabaikan sikap jengkelku ini. matanya yang kurang dari beberapa centi meter dari hadapanku ini melekati dan mengikat titik di mataku.
     Aku melototinya dengan tapang benci. ku rasa sudah tidak ada lagi masalahku dengannya. aku ini sudah menyerah dan tidak mau lagi cari masalah. kenapa masih di usik juga sih? belum pernah ku tendang ya bokongnya? kalo di dunia ini membunuh orang itu gak dosa ku rasa aku akan secepat mungkin untuk membunuh orang ini.
    "Udahlah Mas mau apa kesini?" akhirnya aku angkat bicara dengan melontarkan sebuah pertanyaan tanpa basa-basi.
    "Aku mau ngomong, makanya aku mau ngajak kamu ngopi?" nadanya masi santai tapi aku bisa merasakan tekanan paksa dari suaranya.
    "Ngomong aja langsung" tandas ku.
    "Mi, please"
    "Seharusnya aku yang ngomong kayak gitu, please mas jangan ganggu aku lagi" kataku dengan tegas juga pasti.
      Mas Dylan menarik tangan ku dengan cengkramannya aku bisa merasakan hal itu karna eratnya genggaman Mas Dylan yang melingkar di pergelangan tanganku. Aku membeku dalam genggamannya. Ku rasakan perasaan panik de pangkal tenggorokanku. mataku terus melototi nya tapi tak juga berpengaruh. Aku berusaha bernapas normal. Aku perlu berkonsentrasi, mencari jalan keluar dari mimpi buruk ini. Dengan kaki gemetar, mengabaikan fakta bahwa tindakanku tiada gunanya.
   Aku menghentakan tanganku agar terlepas dari genggamannya, namun Mas Dylan kembali menguatkan cengkramannya dan otomatis membuatku berteriak. "Arzaaaaaaaaaaaaa, tolongin gue" sekencang mungkin agar Arza datang menolongku seperti superhero yang suka menolong orang yang tak berdaya macam ku. sampai ia keburu-buru pake celana dalam.
    "Gak sehausnya lo maksa cewek kayak gitu!" suara Elang terdengar menggelegar hebat! membuat mata Mas Dylan berpaling kepadanya.
    lho kok bukannya Arza yang dateng? malah Elang? aku salah panggil ya? eh tapi perasaan enggak kok.
    "Lo gak usah ikut campur man!. ini urusan pribadi gue sama Tami" katanya masih dengan nada seperti tadi. mereka memang masih terlihat santai tapi aku disini udah hampir mau mati melihat reaksi keduanya yang bertemu dengan atmosfer menegangkan. aku bisa merasakan suasana mencekam di balik sikap santai mereka dari manik mata yang mengancam.
   "Yang jadi urusan Tami jadi urusan gue juga " kata Elang dengan sedikit penekanan di frekuensi bicaranya.
   "Wow, keren banget! gue suka gaya lo, man" katanya tersenyum lalu meneruskan kata-katanya   "Siapa lo berani bikin keputusan kayak gitu" Mas Dlyan menyipitkan matanya seraya mendongak ke arah Elang dengan tatapan penuh kebencian. padahal saat itu merupakan pertemuan perdananya tapi Mas Dylan langsung mengecam bahwa Elang bukan lah karib melainkan lawannya.
    "Gue pacarnya. so.. apa yang menyangkut Tami jadi urusan gue" Elang membalas dongakan Mas Dylan dan mempertegas kata-katanya yang tadi sudah ia ucapkan sebelumnya. aku ternganga mendengar ucapan Elang. what?. pacar? oh god!   
   "Oh" Mas Dylan ber-oh "gue cuma mau bilang aja sama lo kalo cewek lo ini suka sama gue" kata Mas Dyalan dengan PEDE-nya
 "Terus? mau apa? ribut? oke! gue setuju! gue gak takut siapaun elo!" Elang malah menantang.
    "Gak berguna gue ribut sama anak kecil kayak elo, man. gue cuma mau berduaan sama si cantik ini" kata Mas Dylan memegang daguku. aku langsung spontang menangkis tangannya.
      Aku bungkam saat itu seperti tidak lagi bisa berkata-kata. lalu ku tatap Elang penuh nanar. Elang bisa membaca tatapan mataku yang tak ingin berada disini dan melihat setan yang menjelma menyerupai manusia itu. lalu Elang membawaku pergi dari tempat itu tanpa menghiraukan Mas Dylan yang masih berdiri di tempat tadi. kalo aku bisa pingsan saat itu. aku akan memilih tak sadarkan diri saat itu juga bahkan aku rela untuk tak pernah sadar selamanya.
     Aku bisa mengetahui. saat itu Elang ingin sekali melayangkan pukulan tinjunya tepat mengenai wajah Mas Dylan. tapi segera aku ambil langkah. emosinya tengah meluap luap. ku pikir kalao elang ribut disini bakalan terlihat sama kepala sekolah karena ini masih di area sekolah.
      Mas Dylan kenapa sih harus mempublish soal itu? maksudnya apa coba? ingin mengumbar kalo aku pernah suka dengannya dan dengan senang hati ia menolakku setelah tau perasaanku? aku gak habis pikir. tapi aku yang berperinsi hidup esay going ini tidak menghiraukan celoteh Mas Dylan yang menurutku tak guna itu! tapi ternyata Elang menangkap omongan Mas Dylan dengan baik  dan ia tak segan segan menanyaiku pertanyaan yang membahas tentang itu setelah beberapa menit kami hengkang dari tempat itu.
                                                       ©©©
     "Jadi lo suka sama orang itu?" kata Elang sambil manggut-manggut membenarkan atas pertanyaannya.
       Akhirnya aku mengangguk pasrah, tidak bisa ku pungkiri kalau aku DULU pernah suka sama Mas Dylan dan kini perasaan suka itu berubah menjadi kebencian dan rasa sakit hati yang tengah ku rasakan.
    "Terus dia juga yang membuat lo nangis di trotoar malem itu?" tanya Elang kali ini berupa pertanyaan yang membuatnya sungguh penasaran.
      Aku mengangguk lagi dan kembali tidak memberikan alasan, kesaksian ataupun cemacamnya. lantaran takut kalo nantinya malah muncul rentetan pertanyaan-pertanyaan baru yang Elang lontarkan kepadaku dan aku tidak bisa menjawabnya.
     Karena diamnya aku yang enggan berbicara ataupun membahas soal Mas Dylan dan jutaan embel-embel yang pasti nantinya membuet hatiku malah jadi semakin kacau dan pikiranku berkecamuk labih hebat lagi.aku menghela nafas panjang-panjang. suatu hari ketika aku berangkat ke sekolah bersama Elang, ia menjulurkan sesuatu ke arahku.
    Ini bukanlah sekotak coklat. bunga ataupun hal hal yang suka di brikan laki-laki untuk pacarnya dan membuat si cewek kontan terkesima. sepucuk surat itu ia sodorkan kearahku. aku yakin Elang pasti bukan mau cabut sekolah dan ngasih surat ijin ini melalui jasaku. tapi kok surat ijin cabut sekolah warnanya pink? gak mungkin. setelah ku pertegas pengelihatanku dengan  mmbenarkan sedikit posisi kacamataku. ini surat dari Hany yang ku berikan pada Elang .
      "Sory, Mi. gue masih menghargai Arza"
       Aku sempat mencerna kata-kata Elang barusan. tapi setelah ku pikir mungkin elang hanya tidak enak rasa dengan Arza karena belakangan ini Elang terus bersamaku. apalagi elang mendekatiku secara posesif  begini yang tiap hari antar-jemputku ke sekolah (ini sudut pandangku ya) dan menurutku juga Elang gak enak sama Arza.
      Rumor yang beredar itukan aku ini pacarnya Arza! Paparazzi! apa bener aku ini udah kayak pacarnya Arza? ah enggak. aku merasa biasa aja tuh. anak-anak sekolah aja yang lebay menggosipiku pacaran sama Arza.
    "Oh iya gapapa ko" jawabku enteng seraya tersenyum padanya.
     Sampai di sekolah aku duduk di bangku ku , dua meja dari depan baris ke tiga. kini aku sudah tidak lagi sebangku dengan Hany. ia telah ku tendang ke kelas XII IPA4 hehe alias sudah gak sekelas lagi dengannku. jauh bangetkan? hehe. sementara aku stay in class XII IPA 1. aku duduk sama enci glodok. siapa lagi kalo bukan cewek yang punya nama lengkap Erlita zefanya. bocah satu ini seringkali memacu adrenalin ku. tapi aku tetap menebar senyum sumringahku yang mengembang di wajahku walaupun tetap saja dalam hatiku berguman untung-aja-lo-temen-gue-kalo-bukan-gue-pites-lo!
drrtt..drrtt...drrtt..
Aku menerima SMS dari "Arza"
     Aku celingak celinguk mencari-cari sosok Arza dan ku temukan ia tengah duduk di pojok kelas dengan pandangan menerawang sayu ke arah jendela. tapi ku hiraukan Arza yang tengah asik melamun menurutku. lalu aku segera membuka pasan darinya.
 from : Arza
I sometimes that there's always the side do not you pay attention, I do not see you smile you see. I am a friend that you pay attention. may you be happy if with him

       Aku yang baru saja membaca pesan yang dikirimkan oleh Arza merasa bersalah dan tak mampu berkata apapun. Sejenak aku hanya bisa bengong, shock. Tak ada seorang pun diantara mereka sepertinya yang menyadari raut wajahku. Aku bisa merasakan sesuatu. Mungkin kepanikan, bertumpuk di dalam dada. Arza merasa terisolasi oleh ku. mungkin aku yang terlalu dekat dengan Elang sehingga membuat arza merasa tersingkirkan.
    "TAMI LO MAU BELI LINGERY GAK ?" kata Erlita dengan teriakannya yang dasyat. astaga Erlita ! lo ngomong onderdil cewek keras-keras. bikin aku malu aja. ih gatau apa kalo itu adalah barang gelap yang tidak boleh di perbincangkan disini . Dia tuh malu-maluin aja sih!
     "Ayolah mi, beli gue kasi diskon deh" sekali lagi Erlita terus bercuap-cuap untuk menjajakan barang dagangannya. Mungkin aku saja yang sedang tidak mood, untuk bersikap layaknya manusia normal hari ini.
     “Lain kali aja ya ta, gue lagi bokek.” Aku beralasan supaya si enci glodok ini enggak nyerocos lagi. Erlita langsung menciut untuk menjajakan barang dagangannya.
      Saat bel istirahat, aku terdiam di kelas. Pikiranku terus berkecamuk. Konsentrasi ku ke pelajaran buyar semua. Aku mencoba mengonsentrasikan pikirannku pada buku biologi yang ku pegang. Karena nanti ada tes biologi tertulis. Tapi, sedetik kemudian konsentrasi ku buyar.
      Aku setengah mendengarkan Erlita yang bercuap-cuap tanpa berhenti dari tadi untuk mempromosikan barang dagangannya. dari A samapi Z. tanpa ku ketahui Elang menghampiri meja ku. aku juga gak tau ia datang dari planet mana dan sekarang ia tepat berada di hadapanku.
     “Mi, gue kantin dulu ya“ kata Erlita yang rupanya nyadar diri atas kehadiran Elang. Tadi bilang sama aku lagi ngirit makanya barang-barangnya semua di jualin ke aku. Tapi sekarang malah mau ngabur ke kantin. Awas lo ya!.
     “Temenin gue makan soto yuk?” kata Elang dengan nada suara halus. Hampir lembut.
      Sebenernya aku mau banget ke kantin sama Elang. Tapi, detik ini aku sama sekali gak memikirkan soal Elang ataupun ajakannnya itu. otakku hanya berfikiran pada satu titik fokus yang saat ini berada tepat berada di atas kesadarannku. Ini bukan imajinasi ku tapi ini sungguhan aku mencemaskan sahabat ku. sahabat karib ku malah.
      Aku mengalihkan pandangan ke Arza. Saat ku tatap. ia langsung ngeluyur pergi meninggalkan kelas.
   “Sori, gue bawa bekel kok” kataku mencari alasan untuk tidak bersama Elang dalam kurun waktu yang belum pasti lamanya.
     Kalau aku pake alasan “bokek” yang tadi ku pakai buat menolak barang dangangannya Erlita. Alasan ini gak akan mempan sama Elang. So.. elang yang bakalan tetap menyeretku dan pastinya ia yang akan membayar nanti apa pun yang ku lahap di kantin. Makanya aku bilang bawa bekal dari rumah. Tapi bekal ku sudah di embat Elisa dan Febry dari tadi pagi. Ah gapapa deh yang penting aku gak bohong kan kalo aku bawa bekal hehe.
     Ia menebar senyum simpulnya yang ku pastikan ia berikan untukku. Oke, kali ini aku jujur. kalo gara-gara si Elang yang pake senyam-senyum itu. aku klepek-klepek dibuatnya. Tapi karna aku ini ratu jaim sejagat raya. aku gak bakalan mau nunjukin ke kelepek-kelepekan ku di hadapan Elang. Tengsin banget. Iuhh!. Lalu senyumnya berubah menjadi suatu tatapan ngeri. Pintar bermain mimik wajah banget si! Aku rasa dia pernah ikutan di klompok teater!
    “Ikut gue!” katanya kali ini dengan nada memaksa.
    “Gamau” aku mengelak.
   Ku tatap matanya, tak mengerti. Elang membalas tatapanku tanpa ampun. Aku merasa seolah-olah bisa memandang kedalamnya hingga berkilo-kilo meter jauhnya.
     “Kenapa? Lo takut sama gue?” tantangnya.
   Lututku pasti gemetar, bisa ku dengar darah menderas lebih cepat di telingaku. Kedengarannya seperti ada yang menyumbat di tenggorokanku. Aku seperti tersedak ganjalan itu.
     “Enngak!. Siapa bilang kalo gue takut sama lo!” aku malah terpancing.
     “Kalo gak takut. Lo tunjukin rasa keberanian lo ke gue!” desisnya santai.
     Tercipta suatu adegan pemaksaan saat Elang sukses menyeretku ke kantin. Ia menempatkanku di sebuah meja kantin yang menghadap ke gedung sekolah. Aku bisa memastikan pasang-pasang mata yang menonton secara gratis hal yang di lakukan Elang ini. Ia menyodorkanku teh hangat. Karena aku tidak ingin makan apapun. Sementara aku duduk dengan perasaan dongkol. Elang malah menikmati nasi sotonya.
     Dasar orang sinting! Masih bisa ya makan dengan nikmat begitu sementara aku terserang gondok?. Gumanku dalam hati.
    “Lo mau apa? Soto? Somai? Bubur? Bakso? Atau mie ayam? Biar gue pesenin.” Elang menawari ku segambreng makanan di kantin.
    “Gue mau balik ke dalem kelas!” aku malah kasar.
    “Tunggu sampe gue selesai makan dong. Masa gue di tinggal begitu aja si?” katanya masih dengan nada pelan. Tapi aku merasakan ancamannya.
   “Gue gak akan mau!”
   “Lo gak ngerti di baikin ya!. Mau di kasarin lagi? Hah?”
    “Baik? Gue gak salah denger? Gak punya otak ya! Lo jahat tau sama gue!” desis ku berang. Ia tidak membalas kata-kataku. tapi, sorotan matanya yang menajam. Tepat menatap manik mataku. Aku tersimpuh. Luluh di buatnya. Entah mengapa seolah aku tersihir begitu saja. Lalu aku malah duduk kembali di tempatku. Menunggunya makan hingga selesai. Lalu di antarnya aku kedalam kelas.
                                                        ©©©


No comments:

Post a Comment