Sebelum menjadi kita, aku dan kamu adalah dua buah tanda tanya yang berusaha mencari jawaban dengan ke-mengertian, sampai pada akhirnya kita lelah, menyerah dan berhenti di sebuah titik, untuk saling berpegangan agar bisa meneruskan perjalanan.

Saturday, August 9, 2014

selamanya kamu


Sekarang, aku sedang berada di hadapanmu. Mengamatimu pelan-pelan, sejengkal demi sejengkal meniti tiap sudut keindahan dari wajahmu. Dunia seolah merenggutku, menarikku dari tempatku berdiri untuk selalu merindui parasmu, senyum gula yang selalu melambai meminta peluk untuk menawarkan sejenis rindu yang candu.

Entah bagaimana teknisnya, aku begitu mengagumimu, lelaki bermata teduh, sepertinya kau lupa bercukur pagi ini, aku suka melihat buah jakun yang bergerak-gerak saat kau berbicara padaku, menatapku tatapan yang selalu menjadi pusara perhatianku.

Ada bagian kecil dari dalam tubuh ini yang bergetar, melihatmu melemparkan senyum candumu padaku, ada rasa yang bergejolak menarik pilar-pilar kekosongan yang sedari tadi mengeruyak sebab tanganmu meraih tanganku, menyelipkan sebuah benda kecil diantara ruas jemariku dan kau bilang itu sebagai sebuah janji. Tentang warna-warni yang selalu kita rasa. Seperti nikmatnya cupcake.

Entah Bagaimana pula caranya, Aku hampir mati berdiri di sini karena mencintaimu. Dan aku akan  mencintaimu selamanya, selama napas dan raga tubuh ini menyatu, selama aku masih bisa melihatmu, selama aku masih bersyukur atas senyum indah yang selalu kau beri di setiap hari.

Selangkah lagi lebih dekat denganmu, dalam jarak rindu yang mendalam. Dan segalanya begitu indah. Sungguh, aku telah mencintaimu dengan teramat sangat. Dan takkan kubiarkan segala semuanya berlalu begitu saja tanpa menulis kenang.

Aku mencintaimu.

Wednesday, July 23, 2014

Rehabilitasi Hati.

Haii Tuan Capricorn, Aku juga kembali lagi.

   Balasan suratmu kali ini ketika aku sudah berada di rumah ibuku, bertemu dengannya. ah, senang sekali rasanya Tuan.
  
   Aku suka tulisan meracaumu, yang penting masih satu presepsi dan nyambung denganku. hehehe. Bukan, maksudku emm, aku hanya tidak ingin ia (hanya dia) membaca suratku sebelumnya kemudian ia mengetahui perasaanku. Itu gawat. kalau tulisanku yang lain, aku sama sepertimu; berharap banyak yang menyukainya.

  Belakangan ini juga aku muak dengan kampanye hitam yang terlaru berlarut-larut itu, kurasa itu menghancurkan jiwa nasionalisme kita, terlalu frontal dan anarkis. aku bahkan tidak peduli yang bakal menang yang mana. dan akhirnya kita tau yang mana yang pecundang yang mana yang pemenang. Konyol kan?

  Aku selalu berusaha mengerti dirimu Tuan, terkadang aku berpikir, bagaimana jadinya ketika aku berada di posisimu. Aku yakin tidak akan sekuat dirimu. Aku ingin kau tetap baik-baik saja. tetap dengan perumpamaan-perumpamaan anehmu, tetap dengan gaya bicaramu yang terkesan sok dewasa itu (ini serius kuadrat). tapi aku menyukainya.
 jadi, intinya aku tidak akan mengatakan apapun padanya. sebab ia adalah karibku. aku tidak ingin sesuatu berubah setelah ini. penyelesaiannya; aku akan rehabilitasi Hati. hahhaahaha. mungkin itu adalah hal yang tepat.

  aku ingin menyampaikan sesuatu yang sederhana; Jatuh cinta itu seperti kita menaruh sebuah cupcake ke piring kecil. cupcake itu kuibaratkan seperti hatiku. meski cupcakeku sudah tidak lagi berbentuk cupcake, karena ketika ditaruh di sebuah piring kadang sering kali tersenggol hingga terjatuh, kadang di piringnya sudah ada cupcake lain, hingga tidak ada tempat lagi untuk cupcake milikku. dan kali ini ketika aku mengetahui tidak ada cupcake lain di piring itu, aku tidak yakin apakah piring itu tersedia untuk cupcakeku yang sudah tidak berbentuk ini. begitu gambarannya Tuan.

 kebahagiaan itu terdiri atas hal-hal yang paling sederhana di sekeliling kita, seringkali kita tidak menyadarinya. Jangan terlalu berharap apa yang tidak kau miliki tapi mensyukuri apa yang kau miliki saat ini. aku berkata seperti ini karena aku tengah berada dalam keluargaku. hingga aku sadar bahwa mereka adalah hal paling penting dalam hidupku melebihi apapun. kadang kita tidak berpikir logis untuk orang-orang yang terlalu kita cintai. uang, harta, dan tahta tidak lagi ada harganya ketika aku lebih membutuhkan mereka.

terimakasih telah menjadi teman pena yang baik Tuan.
semoga kau selalu baik-baik saja.

salam hangatku.

Nona Sagitarius.

Wednesday, July 16, 2014

Menghargai Hati.

Hai Tuan Capricorn.

Aku sangat antusias membaca suratmu di sini kemarin, iya memang aku bingung ingin menuliskan apa, terlalu banyak ide menulis yang carut marut di otakku, hingga aku bingung yang mana yang akan kutuliskan, tapi sebetulnya lebih kepada rasa takutku kalau surat-menyurat kita di baca orang lain dan nantinya dia tau semua tentang hal itu (hal ini tidak perlu kuperpanjang lagi), tapi kuharap surat ini hanya kamu saja yang membacanya. Oke, aku tidak suka paparazi. hehe.

tidak apa-apa Tuan, aku mengerti. Kadang, akupun merasakan hal yang sama sepertimu. Aku ingin menjauh dari seluruh kehidupan sosial media, sms, telpon, facebook, atau apapun jenisnya. seringkali aku jengah dengan hal-hal yang bersifat demikian. Aku sadar, semakin lama aku berada di jejaring sosial, kegalauanku meningkat atau galau kuadrat. Entah penyebabnya apa, yang jelas perasaanku begitu. Tapi masalahnya, aku tidak bisa meninggalkan ponselku terkait kerjaan.

Tuan, kau pernah merasakan jengah yang berlebihan? oke, kalau gitu aku akan bercerita lagi. Sering kali Moodku berubah begitu cepat. Hingga aku seperti seseorang yang Moody. ketika aku merasakan hal itu, aku akan berjalan sendirian (tidak peduli jam berapa dan di mana) pergi kemana kakiku menuntunku. seperti itu biasanya aku Tuan. Kau pernah seperti itu?

jatuh cinta diam-diam itu menyakitkan ya? aku hanya menjaga perasaanku dan perasaannya saja, agar sebuah hubungan yang selama ini kita bangun tidak janggal jika kukatakan yang sebenarnya. aku hanya menganguminya tapi aku sendiri tidak tau apa yang kukagumi dari dirinya. di mana letak memulai rasa kagum itu? atau mungkin aku hanya merasa nyaman saja. tidak lebih. yang jelas aku menghargainya, Tuan.

aku baru saja menyelesaikan Novel yang kubeli minggu lalu. judulnya surat untuk ruth. ini rekomendasi bacaan galau sedunia. hehehe. oh iya aku sempat kecewa dengan seorang penulis. aku tidak akan menyebutkan namanya di sini, apalagi karyanya. aku ingin sekali mempunyai novel barunya (sebetulnya lebih ke penghormatan sesama penulis dengan cara membeli satu ex novelnya selebihnya aku tidak terlalu tertarik) dan, ketika aku meminta satu ex dia bilang silakan mencarinya di lt 3. waktu itu kami bertemu di gramedia. dia bilang dia akan menungguku di tempat kami bertemu untuk memberikan tanda tangan. aku langsung jawab Oke dan bergegas ke lt3 mencari buku yang dimaksud. setelah ketemu dan membawanya ke kasir, aku kembali ke tempat semula. dan ternyata dia tidak ada di tempatnya. di situ aku hanya berpikiran mungkin dia ada urusan lain. ya, mungkin seperti itu.

saat aku on facebook, aku menuliskan pesan padanya. ku bilang aku sudah menemukan bukunya dan aku mencarinya di tempat tadi. tapi aku tidak menemukan dia.

kau tau? ia hanya me-read pesanku tanpa membalasnya.

aku sempat menggerutu. dan tidak lagi tertarik dengan bukunya.

itu yang di namakan penulis?

se-tidak peduli itu dengan pembacanya? haha, kau pernah membaca buku The fault in our stars? yang sekarang filmnya sedang tayang di bioskop. buku itu menceritakan Hazel yang sangat penasaran dengan kisah di balik kemalangan luar biasa yang di tuliskan seorang pria tua bernama Peter Van Houten, dan ia bela-belain jauh jauh datang ke amsterdam, ketika bertemu dengan penulisnya, si penulis malah tidak tahu diri dengan menyebut bahwa hazel bodoh karena begitu percaya dengan tokoh fiksi buatannya itu. penulis gila.

untungnya nasibku tidak seperti hazel :p hehehe

oh iya, kesimpulannya, aku tetap menghargai perasaannya. aku takut segala kenyamanan ini akan berakhir. aku membutuhkannya, Tuan. ia sejenis candu untukku.

well, sesekali aku ingin membaca ceritamu, sejauh ini aku terus yang bercerita.

Tuan yang selalu baik hati, selamat menunaikan ibadah puasa juga. mohon maaf lahir batin.

sampai bertemu lagi.

salam hangat,

Nona Sagitarius.

Sunday, July 13, 2014

Jatuh cinta diam-diam.

Dear Tuan Capriorn,

Aku janji untuk menuliskan surat balasan untukmu. sepertinya dengan surat-menyurat kita seperti ini obrolan kita semakin sakral dibandingkan aku mengirimimu pesan singkat yang ujung-ujungnya obrolan kita tidak jelas atau kau sedang tidak ingin dekat dengan handphonemu itu.

tidak apa-apa Tuan, kegalauanmu membuahkan hasil yaitu; tulisan.

lupakan soal orang kedua atau ke tiga sekalipun, sebab aku sudah melupakannya. Ia hanya sebuah masalalu. Kau benar Tuan, orang kedua dan ketiga adalah orang tua dan sahabat. seharusnya aku memfokuskan diriku pada mereka. sejauh ini, aku bahagia dengan kesendirianku.

Tuan, memangnya aku bawel ya? huft. Akugak bawel-bawel amat kok, maksudku dalam frekuensi tertentu. dalam perbincangan panjang kita di telepon, kau selalu memberiku masukan. entah apapun bentuknya. kau selalu berfilosofi, atau menyederhanakan filosofi-filosofi hidup yang terlalu sulit kuterjemahkan dengan sensorikku.

ada banyak hal di dunia ini yang membuat manusia berubah, entah apapun itu faktornya. tapi kukira perubahan sikap adalah sesuatu yang diwakilkan oleh rasa dan sering kali kita mengumpati rasa itu demi hubungan baik yang telah terjalin. Tuan, bagaimana kalau seseorang jatuh cinta diam-diam? seperti buku yang pernah di tulis seorang perepuan supergalau, ya, kau bisa menebaknya sendiri lah. apakah cinta itu bisa diucapkan seperti keinginan hati kita, Tuan? bagaimana kalau semua keadaan berubah dalam waktu yang relatif singkat?

Tuan, aku sudah membaca web barumu. aku suka tampilannya. hehe. emm, terimakasih telah menjadi teman pena yang menye-bal-kan. juga menyenangkan.

cheers, Nona Sagitarius.

jawaban atas pertanyaanmu.

hai, mungkin seharusnya aku tidak berbuat hal ini denganmu. tapi kalau tidak kau mungkin seperti ini terus.
dari beberapa bulan yang lalu, aku selalu menghindarimu.
mungkin tanpa sebab.

atau justru sebaliknya, sebab aku tidak ingin lebih lama menyakitimu.

kamu tau?
dari perbincangan kita yang tidak pernah nyambung, dari sikapmu yang terlalu acuh, bagaimana aku bisa mencintaimu?

ada banyak pertanyaan-pertanyaan yang ingin kutanyakan denganmu. tapi tidak etis jika kutanyakan di sini.

aku kecewa denganmu, saat kau hampir tidak pernah mengangkat telponku, padahal kamu tau? saat itu aku berusaha ingin berbagi sepenggal kisahku denganmu. aku kecewa.

aku menanyakan soal matematika denganmu, waktu itu kuharap kamu jadi orang pertama yang membantuku, tapi isi balasan smsmu malah "Kamu butuh jawabannya kapan? nanti ya aku cari jawabannya,"
dan aku malah mendapatkan jawaban soal matematika itu dari temanku yang lain, yang kutau dia sangat sibuk. aku juga kecewa.

waktu kau menanyakan "kamu inget gak sebentar lagi hari apa?"
jujur, aku tidak tahu. tapi mungkin jika sekiranya salah, aku minta maaf, jadi kubalas smsmu dengan, "tanggal jadian kita,"
lalu kamu menertawakan aku. akukan sudah minta maaf.
pada saat hari H, aku berusaha menghubungimu lewat telepon. kukira itu adalah satu-satunya cara paling efektif mengucapkan kata "selamat ulang tahun" tapi kamu malah tidak mengangkat teleponku yang pertama, yang kedua, yang ketiga, dan aku lupa sudah menelponmu berapa banyak. tapi kamu tau? aku kecewa.

sebetulnya, aku bukan tipikal orang yang harus kau ingatkan, aku akan mencari tau segala apapun hal yang berkaitan dengan orang yang kucintai, tanpa sepengetahuannya. dan aku lebih suka memberi kejutan dari pada mengumbar-umbar janji.

aku mencoba meninggalkan seluruhnya, apapun, semua hal tentang itu. termasuk kekecewaanku. di tengah kau sering kali mengirimiku pesan singkat yang berisi kata-kata entahlah, aku sendiri tidak bisa menjelaskannya, menurutku kata-katamu terlalu di awang-awang. buaian kata-katamu tidak berlaku.

 kemudian, yang paling membuatku sedih suatu hari, setelah sekian lama kau tidak menghubungiku, kau menanyakan "bagaimana tentang perasaanku?"

perasaan yang bagaimana menurutmu? aku baik-baik saja.

aku tidak langsung menjawab, dan kau menanyakannya lagi. dengan pertanyaan yang sama.

aku harus jawab apa? apa yang ingin kau dengar?

dan saat itu kamu malah ngajak ribut soal kesetiaanmu yang kau tanggung sendiri itu. aku sangat kecewa.

Tuan, maaf jika ini terlalu menyakitkan, maafkan aku yaa.

kamu terlalu abu-abu, terlalu menggantung dengan ketidakpastian yang terlalu lama.

dan yang paling membuatku kecewa berlebih-lebih, kau menyebuutku "sudah pindah ke lain hati sekian kali" sadar tidak, kau mengecewakanku lagi.

kalau memang kamu bersungguh-sungguh, tidak seharusnya kau berkata seperti itu, kesannya aku perempuan yang mudah jatuh cinta, padahal, kenyataannya, mengucapkan sebuah kata cinta itu hal yang sangat sakral yang akan mengubah perasaan yang biasa menjadi tidak biasa, perasaan yang berlarut-larut sayang.

bertemu dengan laki-laki, kenal baik, akrab, enak diajak ngobrol, perhatian, apa kita tidak jatuh cinta pada orang itu? perempuan akan merasa terlindungi jika ia mempunyai seorang teman yang bisa berbagi, bercerita dengan nyaman tanpa kepentingan apapun.

beberapa hari yang lalu, kau mengirim pesan lagi. kau bilang, bahwa ibumu menanyaiku?
aku sempat tidak mengerti dengan isi pesan singkatmu, maaf bukannya tidak percaya, tapi orang yang belum pernah bertemu denganku, seumur hidup bagaimana tiba-tiba bisa menanyakan kabar? aku yakin ibumu jauh lebih dewasa dari aku yang nyaris masih tergolong remaja labil yang bisa seenak jidatnya menyapa orang walaupun orang itu tidak kukenal.

jadi haruskah aku percaya padamu? kalau kenyataannya dalam hidupku kau tidak pernah benar-benar hadir, kau juga tidak pernah ada, aku tau kau sibuk, aku sangat mengerti, itu penyebab kita putus kan waktu itu? dan aku masih kecewa dengan itu. entah sudah berapakali kutuliskan kata kecewa dalam surat ini. dan apakah semua kesibukanmu menyita seluruh waktumu? jika iya, silakan bersenang-senang dengan kesibukanmu, aku tidak pernah berkomentar, apalagi menuntut, itu mustahil.

jika iya, kau memang benar-benar serius, aku selalu berada di pamulang, setiap akhir pekan. dan kenapa kau sama sekali tidak menanggapinya? setidaknya mengajak bertemu, bicara serius soal hubungan kita (jika kau masih mau) tapi jika tidak aku juga tidak peduli. aku sedang bahagia dan fokus dengan kehidupanku yang sekarang.

untuk itu, aku tidak pernah melarangmu untuk mencari wanita lain yang jauh lebih baik dariku, carilah, masih banyak perempuan di luar sana yang cantik. sementara aku tidak. bahkan jauh dari kata cantik. dan jangan pernah kau katakan sebuah pernyataan bahwa kamu tidak pernah pindah ke lain hati setelah putus denganku. aku tidak pernah memintamu melakukan hal itu, sungguh.

tuan, kamu masih muda, bersenang-senanglah dengan pilihanmu. aku tidak ingin kau berjanji lagi. mungkin, jika dikategorikan, aku termasuk perempuan yang mudah kecewa dan tidak peduli dengan orang yang sudah mengecewakannya. mungkin begitu.

mungkin ini jawaban, beserta alasanku kenapa aku menghindarimu.

aku tidak ingin jauh lebih lama menyakitimu. karena aku tidak pernah berniat sedikitpun.

sekali lagi aku minta maaf.

nona sagitarius.

Friday, June 20, 2014

bersamamu dalam hitungan detik


Ada yang membuatku tersenyum sepanjang hari ini.
Kamu tau? Penyebab paling utamanya adalah kamu. Kamu yang semalam datang dalam mimpiku untukmenemuiku, mengantarkanku pada ambang kisah masalalu kita yang dibungkus dengan pita kehidupan berupa kenang. Dan mengenangmu adalah sebuah perjalanan ke lorong masalalu yang melukiskan cerita indah kita di balik seragam putihabu-abu dulu :’)

Di dalam mimpi itu, kau tersenyum, menatapku, memintaku untuk tetap berada di sisimu sepanjang kau masih bernapas. Aku yang terbaring di pangkuanmu, nyaris tidak berani menatapmu, aku menggigit bibir bawahku—suatu kebiasaan yang kau sendiri paham—bahwa itu berupa efek dari kecemasan dengan frekuensi kecil.

“Kamu ingin selalu bersamaku?”

“Ya,” jawabmu.

“Sungguh?” Aku mendongak, nyaris tidak percaya kamu benar-benar datang, sayang.

“Selalu, bersamamu, dengan kesungguhanku,”

Aku berusaha mencerna kata-katamu yang paling terakhir sebelum napasku sesak. Seolah-olah oksigen di sekitarku habis dalam hitungan detik.

Kamu menatapku, masih dengan tatapan yang sama, tatapan yang bisa membuatku tergila-gila padamu terhitung sejak detik pertama aku menikmati dua bola mata di balik kacamata minus yang bertengger manis di hidungmu, danitu yang membuatmu makin rupawan. Bagiku kau sempurna.

Mimpi itu membuatku mengingat-ingat tentang kita. Bahwa aku dan kamu pernah ada, untuk bersama dengan frekuensi rasa yang sama. Yang manasetiapku melihatmu, aku akan gugup sempurna, aku kehilangan semua perbendaharaan kata-kataku. Padahal nilai bahasa indonesiaku nyaris sempurna.

Aku mengingat sebuah genggaman tangan yang tidak pernah terlepas, sebuah tawa riang dari dua remaja labil dalam kefrustasian tugas-tugas sekolah.

kalau boleh, saat ini, aku ingin menemuimu. Berlari memelukmu lalu sesungukan di antara dadamu yang bidang. Aku suka menyandarkan kepalaku  pada bagian itu, dan itu menjadi tempat favoritku  yang kedua setelah kursi XXI dengan film keren bersamamu. Aku ingin menumpahkan seluruhnya, bahwa selama ini—setelah kamu pergi dengan mengakhiri ciuman dipipiku—setelah kamu mulai merenggangkan genggaman tanganku—aku belum juga menemukan orang yang sama sepertimu.

Tapi entah, kenapa hal itu bisa terjadi. Ini kesalah pahaman.Aku yakin kamu mengerti, ah, aku bergurau.

Maaf.

Aku selalu diam-diam mencuri fotomu, mengamatimu dari layarhand phoneku, setelah aku lelah, kuhapus foto itu, lumayan untuk penawar rindu seminggu. Biasanya seperti itu. Atau yang lebih sering lagi, aku menuli smemo-memo untukmu yang ku kumpulkan dalam sebuah kaleng, setelah penuh, kalengitu kubuang.

Lelaki berkacamata yang teramat sangat kusayang, aku merindukanmu, aku rindu derai suaramu yang setiap malam secara berskala tersalur di telepon. Itu empat tahun lalu, bahkan aku masih hafal jenis suaramu. suara yang naik dua oktaf jika kau gemas denganku. dan itu terdengar lucu. aku semakin ingin menciummu.

Sekarang, kamu tumbuh menjadi lelaki yang dewasa, aku yakinkamu tambah tinggi, dan spertinya jika bertemu denganmu aku harus menggunakan heels 5cm untuk bisa setinggi bahumu.

“Sayang, banyak hal di dunia ini yang belum kita lakukan,”katamu.

Aku mengangguk setuju, aku masih betah menidurkan kepalaku di pangkuanmu, ini hanya sejenak, aku janji, biasanya yang menjadi tumpuanku adalah semua dokumen pekerjaanku. Tapi kali ini saja. Aku ingin denganmu. Bermanja.

“Dan aku ingin melakukan semua hal itu bersamamu,” iamembelai rambutku sejenak.

Aku hampir saja nelangsa.

Sayang..

Aku juga ingin..

Melakukan hal yang sama sepertimu..

Denganmu..

Dan aku sadar, ini hanya mimpi. Indah.



for: Mr glasses

Friday, May 16, 2014

surat terakhir untukmu :')

Menemukan orang yang ikhlas, itu sulit. Entah bagaimana definisi ikhlas itu sendiri kalau yang baik masih saja dinilai kurang baik, yang sepenuh hati di anggap gak punya hati. Padahal niat dan etikat sudah bulat. Tapi mungkin cara kita yang salah. Terlepas dari apapun, cara kita belum tentu berharga bagi mereka.

Ini adalah catatan terakhir untukmu, dengan menghilangnya aku dari hidupmu mungkin akan membuat semuanya berubah, berharap, kita akan menjadi orang yang lebih baik.
Ini bukan inginku, aku tau ini juga bukan inginmu.  Tapi hidup adalah pilihan, saying. Sebagaimana dalam realita kamu memilihnya tapi hatimu untukku, dan dalam kehidupanku, aku memilih orang lain, yang akan menghapus air mataku, menyemangatiku, bahkan menjadi sandaran untukku dan mencintaiku seumur hidupnya—seperti yang kau lakukan waktu itu.

Sayang, ini takdir kita. Kita sudah tidak bisa lagi terlalu lama bermain-main dengan hati. Akut takut jika ini 
akan menyakiti hati yang lain.

Aku sudah kalah, dan pasrah—meskipun dalam hidup untuk menyerah adalah perbuatan paling bodoh. Tapi untuk hal ini, itu yang kulakukan.

Sayang, sekarang, aku sudah tumbuh menjadi seorang gadis yang lebih dewasa dari sebelumnya, aku selalu membandingkan hal yang harus kulakukan dan tidak kulakukan, dan melupakanmu adalah hal yang wajib kulakukan. Melupakan kita.

Anggap saja, kita adalah sebuah doa untuk masa depan, yang mana dalam pencarian panjang ini, aku bisa menemukan lelaki yang sama baiknya, lembutnya, dewasanya, dan sayangnya sepertimu.

Sayangku, kadang aku harus menjadi orang lain untuk membuat orang lain bahagia. Kau pernah mengatakan padaku, bahwa kau harus jadi badut untuk membuat kekasihmu tersenyum. Dan hal itu yang paling kubenci. Karna kau berpura-pura.

Sedangkan saat kita bertemu, kita selalu bagga menjadi diri kita masing-masing. Tidak ada yang ditutup-tutupin, tidak ada yang di sembunyikan, ngomong semaunya, sesukanya, nyanyi seenak jidat, ngoceh, ngocol bareng-bareng, ketawa, teriak-teriak kayak orang gila, bilang cinta di depan orang banyak—dan aku bahagia atas semua itu. Walau tidak ada orang yang tau bahwa kita saling mencintaipun, aku tetap mencintaimu.

Tapi sekarang, aku mengerti kenapa kau melakukan hal itu pada kekasihmu. Seperti halnya yang kulakukan padamu saat ini. Sebisa mungkin aku tidak peduli denganmu, aku bukan menjadi diriku yang dulu saat dihadapanmu, aku tidak mengenalmu, aku tidak menginginkan bertemu, bahkan untuk mengenalmu.

Aku ingin kau membenciku. Agar kau sakit, dan tidak ingin mengenalku lagi.

Sayangku yang selalu kusayangi, maaf jika ini terlalu menyakitkan. Tapi jalan kita. Anggaplah aku munafik—jahat atau apalah namanya, aku ingin kau bahagia bersamanya. Tolong jangan hubungi aku lagi, sayang. Kumohon..

Tuesday, May 6, 2014

orang kedua dan ketiga.


dear Tuan Capricon.

sebentar, aku aktifkan radar dulu. biiibb..

Hai Tuan, apakabar? bagaimana kesehatanmu? kuharap kau baik-baik saja.
Tuan, saat menuliskan surat ini aku baru saja pulang bekerja, aku ingat sesuatu, aku ingin sekali menulis surat untukmu lagi, setelah membaca potongan surat yang kau kirimkan saat event 30 hari menulis surat cinta.

Tuan Capricon yang baik hati. aku teringat pembicaraan kita beberapa dekade lalu soal orang ke dua dan orang ketiga. maksudku dalam pencarian. sebagaimana semua orang sibuk mengadakan pencarian dalam hidupnya, sementara aku masih (saja) sibuk memperbaiki hati. ini sudah kulakukan berulang-ulang kali. dan rasanya tidak cukup mudah.
bagiku sebuah pencarian adalah jalan dimana seseorang selalu diberi pilihan iya atau tidak, benar atau salah, dan tidak ada yang menjamin pilihan itu benar, kecuali hati.

waktu itu kau bilang padaku, kalau orang ke dua, atau orang ketiga dalam pencarian, belum tentu sebaik orang pertama, jadi seharusnya aku mensyukuri orang pertama yang hadir dalam hidupku, begitukan?
tapi bagaimana, jika orang pertamalah yang justru mengecewakan..
orang pertama yang justru terlalu menyakitkan..

masihkah kau tetap memilih orang pertama?
kalau aku, justru berdampak ke orang kedua dan orang ke tiga. tapi tidak berdampak pada orang-orangan sawah.

Tuan Capricorn yang sedikit menyebalkan, aku ingin memberitahumu, kalau sekarang ini, aku sudah bisa menjahit celanaku yang robek. itupun terpaksa. dan beberapa kali aku tertusuk, hasilnya juga tidak sebagus jahitan Ibuku. tapi kau tau? keadaan terpaksa itulah yang membuat aku bisa melakukan sesuatu yang tidak pernah kulakukan sebelumnya. kata orang, itu namanya the power of kepepet. aku sih ikut-ikutan bilang begitu.

apakah hati pula harus dipaksa untuk seperti itu, Tuan?

aku harus benar-benar pergi? berpindah ke tempat yang baru?

ah, sudahlah tidak usah dipikirkan, Tuan. aku cukup bahagia dengan hidupku yang seperti ini. mungkin aku kurang bersyukur.

Tuan Capricorn yang selalu sok dewasa, aku suka caramu memberiku pilihan, nasihat, semangat untuk sebuah perjalanan hidup, serta solusi-solusi untuk setiap masalahku. aku suka ketika kita berbicara tentang tulisan dan genre yang kita pilih untuk menulis, aku suka tiap kau cerita bahwa kau dan menulis tidak bisa dipisahkan. aku suka ketika suara sabarmu menasihatiku, itu memberikan sedikit ketenangan.

Tuan, terimakasih telah menjadi teman terbaik, terimakasih untuk waktu, ide-ide, opini, kritik, dan apapun yang pernah kau beri.

kali ini, aku tidak akan menonjokmu lagi. hehehe. oh iya kapan-kapan berburu buku lagi yaa.
atau pinjami aku koleksi bukumu itu.
satu saja.
aku janji tidak akan kukembalikan :p


salam,

Nona sagitarius.

Sunday, April 13, 2014

Topeng kehidupan



Hidup adalah  sebuah
petualangan yang kerap memberikan kita rintangan, pilihan, dan kesulitan. Tatkala
kita sebagai manusia, sebagai makhluk yang berlumuran dosa ini adalah tokoh
utamanya.

Hidup membuat banyak orang memakai topeng, topeng kehidupan—sebagai
lakon atas dirinya. Hidup sering kali membuat kita terpaksa menjadi orang lain.
Membuat kita lebih egois, ingin ini, ingin itu, ingin segalanya. Bila perlu
seantreo bumi adalah milik kita seorang.

Rasanya semua manusia mulai memakai topeng. Bahkan acap kali
aku tertipu dan sulit membedakan yang mana yang memakai topeng dan yang mana—yang
tidak. Yang mana yang bepura-pura dan yang mana yang menerima kita apa adanya.

 Hidup juga tidak bisa memberi jaminan, kepastian yang layak
bahwasannya manusia tetap pada titiknya. Anggaplah semua orang yang
berlalu-lalang adalah semua kepura-puraan. Sampai akhirnya kita jengah dengan
orang yang bertuhan uang, bermental kompeni. Memperdaya orang-orang di bawah
dengan iming-iming surga.
Yang tersenyum, belum tentu dia bahagia. Yang
tertawa, mungkin saja memendam duka. Yang bersedih siapa tau hanya berpura-pura.
Tidak semua yang baik itu tulus, bisa jadi ia punya kepentingan.

Lalu, di mana letak ketulusan itu?...

Tatkala kita mempercayai bahwa semua
manusia akan bersikap jujur, tapi kadang seseorang memerlukan beragam topeng
untuk menutupi keburukan dan menyembunyikan kebaikan

Dan di mana kau sembunyikan hati yang
berpredikat

Thursday, February 20, 2014

mencintaimu karena sebuah alasan sederhana.




Air hujan yang jatuh selalu ikhlas.
Aku menatapi kaca jendela yang basah karena hujan. Menyemai wajahku yang sedari tadi sendu. Aku mengigit bibir. Wajahku pias oleh keadaan. Tanganku mencengkram gordyn bermotif polkadot. Entah sudah berapa lama aku mematung di sini. Menerawang ke rintik hujan yang tetap saja ikhlas walaupun ia sudah dipisahkan dari awan.
“Syaira, come on, aku ingin bicara sesuatu padamu,” suara messo sopran itu menarik sadarku.
Aku menghela napas sejenak, menghembuskannya perlahan, memejamkan mata sekaligus menulikan telinga.
Kosong.
Aku kosong.
Aku ingin kosong. Bukan hampa kuterima. Apalagi—saat mendengar suaramu—suara yang selalu  terkonfirmasi sebagai nada yang amat karib dengan gendang telingaku.
Aku makin kuat meremas gordyn.
“Sayang..” lirihmu. Kamu mencoba menggenggam tanganku—memisahkan dari gordyn yang sudah kusut.
Dari semalam, aku sudah menolak untuk bertemu denganmu. Aku menolak semua ajakanmu, dari mulai menonton film, bermain badminton, jalan-jalan, bahkan aku menolak untuk kamu ajak ke kedai kopi—sebagai tempat favorit kita—yang selalu kita pakai untuk bercengkrama, bercerita panjang kali lebar, atau sekerdar menatap wajahmu, menikmati mata cokelat pejal, wajah yang terlihat teduh dan sesimpul senyum yang bias membuat sekitarmu terlihat monokrom. Kamu sempurna.
Kamu membelikan tubuhku yang sedari tadi menegang. Kini, di hadapanku, aku bias melihat setiap garis-garis wajahmu, ada bagian yang berwarna kehijauan di sekitar wajahmu—sepertinya kamu baru saja menghabiskan sepuluh menit waktumu untuk bercukur tadi pagi. Celana jeans yang senada dengan Kemeja biru yang digulung selengan—aku seperti baru saja meneguk puluhan gelas vermouth. Mabuk berat.
“Apakah kamu merasa tidak nyaman denganku, sayang?” suaramu membentuk artikulasi sempurna, mengalun pelan, dan segera ditangkap oleh otak sadarku.
Aku menggeleng. “Aku baik-baik saja.”
“Kamu tidak pernah pintar memainkan drama, sayang,” kamu berhasil membaca bolamataku yang membendung sesuatu.
Bibir pucatku bergetar untuk mengatakan sesuatu. Kamu menatapku lagi, kali ini lebih-lebih mendalam. Tatapanmu berbeda dari pria-pria lain.
“Apakah kamu bahagia sekarang?” kini giliran aku yang bertanya.
“Ya, aku bahagia,” balasmu, aku merasakan sesuatu yang amat pedih menyayat-nyayat hatiku. “Tapi, tidak sebahagia ketika aku bersamamu. Aku tetap mencintaimu. Dan kamu tetap jadi wanita yang pertama untuk kucintai.”
Beru kali ini aku merasa di pahami dan memahami seseorang hingga sedalam ini. Aku tak pernah berpikir panjang. Bahwa apa yang tak terucap terkadang tak lagi penting. Bahwa ketidakhadiranmu sekalipun bukan berarti perpisahan. Bahwa tidak memilikimupun bukan berarti kalah.
Bukan inginku mencintaimu hingga sedalam ini.
Aku tersenyum getir. Air mataku sudah tak terbendung lagi, pecah berantakan meluber , melalui pelupuk mata, sejurus dengan sayatan-sayatan pedih tadi.
“Mencintai itu sebuah pilihan,” kataku.
“Kalau memang iya, aku sudah memilihmu. Aku ingin kamu, bukan yang lain. Hanya saja kamu datang terlambat, datang saat yang tidak tepat—saat aku sudah berjanji dengan yang lain,” aku berusaha mencerna kata-katanya.
Aku tertawa getir. Menertawai ketololanku. “Aku memang jam karet,”
Tapi ini bukan lelucon.
Mau dilihat dari sudut manapun, posisiku tetap saja salah. Tetap tidak benyenangkan—tidak bahagia, setulus apapun aku mencintaimu, sebesar apapun kamu mencintaiku, tidak ada satu alasanpun yang membenarkan sebersamaan kita.
Aku menatap sisa-sisa senyum yang belum pudar dari wajahmu. Entah bagaimana teknisnya, aku begitu mengagumi apapun tentangmu, semua hal yang berhubungan denganmu.
Kamu meraih tanganku, memilin jemariku dengan ruas jemarimu. “Kadang mencintaimu tak perlu alasan yang cukup—yang berkelit kelit. Mencintaimu kerena sebuah alasan sederhana.”
Yang bahagia adalah yang ikhlas, seperti air hujan.
“Aku mencintaimu,” ucapku.
“Aku juga,”

Wednesday, January 22, 2014

mengapa hujan?

dear neptunus.

ini suratku kesekian selama aku menjabat sebagai agen neptunus. jabatan terhormat yang pernah kusandang sekaligus jabatan terbodoh bagi sebagian orang yang normal. oke, aku tidak normal.
nus, entah dari mana aku memulai. rasanya aku lelah. setelah kehilangan seorang agen yang paling kusayang. setelah radar kami tiba-tiba putus begitu saja karena keadaan.
beberapa minggu ini hujan tak henti-hentinya turun. dan hampir setiap malam aku pulang larut serta di guyur hujan. seolah hujan ingin menamparku bolak-balik, kemudian menyumpah-nyumpah "dasar gadis bodoh, cepat lupakan dia, cepat! terkutuk kau!" begitu serapahnya.
aku meratap deretan hujan yang mulai menutup pandangan di balik kacamata minusku. mengemis, "Tuan hujan, aku rindu sekali dengan dia. kumohon jangan membenciku. setidaknya biarkan rasa ini ada padaku.."
petir malah menyambar cakrawala pekat, suaranya nyaris menulikan gendang telingaku.
"Aku tidak akan membiarkan kau terus-terusan seperti ini, gadis bodoh!" entah sudah berapa kali ia menyebutku dengan sebutan gadis bodoh. ya, mungkin itu sebutan paling tepat untukku. gadis bodoh. gadis yang selalu merindukan seseorang yang juga dirindukan isterinya. gadis yang mencintai seseorang yang juga sangat dicintai isterinya.
"Aku ingin.." belum selesai aku melanjutkan kalimatku petir menyambar lagi. tuan hujan benar-benar murka. ia berkali-kali melemparkan petir itu padaku.
"Cepat lupakan dia!" ia benar-benar marah padaku.
aku ketakutan setengah mati. ini lebih seram dari pada bertemu dengan penyihir jahat di hutan belantara.
aku duduk tersungkur, pakaianku basah. aku merenung. sedetik kemudian aku tertawa. menggila sejadi-jadinya menertawakan ketololanku. detik berikutnya. aku mulai sesungukan..
nus, aku sulit sekali menghapusnya.. menghilangkan dia dari otak syarafku. memori otakku.
dan hujan pun terus-terusan mengiringi sesungukanku.

Sunday, January 5, 2014

[puisi] pelik


kalau saja hati bisa bicara
pada kata yang di anggap cinta.
mengenang senja yang selalu kita lalui bersama.

kalau saja rindu itu tidak terlalu pelik,
untuk ku palak sebuah peluk darimu.
dengan demikian aku tidak terlalu berkelit untuk rasa yang sulit.

kalau saja aku bisa menutup kedua mataku.
untuk tidak melihat senyummu yang candu! Rancu!
berdiri dengan egoku yang selangit tanpa harus menunggu.

cukup, rindu ini menjadi cambuk tersendiri bagiku. Menyiksaku untuk meminta temu dariku.
sayangnya, kita adalah sebuah kata yang tidak seharusnya hanya tertulis kemarin.

dimuat dalam web klubbuku.

kain satin usang




Kain satin yang usang.

Kain satin berwarna putih kecoklatan tergantung di dekat jendela.
Menghadap kaca di sebelah utara.
Menyisakan wajah dan telapak tangannya.
Sehari lima kali, dengan asa limpah pahala.

Kain satin putih kecoklatan termakan usia.
Polos dan sedikit lusuh.
Ada harapan di berikan setiap kali senyumnya muncul ke permukaan.
Di balik kacamata minusnya, tersimpan kerut-kerut yang mendandakan usianya mulai senja.

Kain satin yang di sebut mukena.
Simbol kemuliaan hatinya.
Menemaninya dalam simpuhan.
Saat ia melantunkan sajak Tuhan yang paling indah, bernama Qur’an.

Kain satin usang, menghiasi wajahnya yang sayu.
Membalut tubuh Ibu setelah berwudhu
Dibawanya untuk menghadap Mu.
Dengan doa yang terbalut khusyuk.

Kain satin putih kecoklatan, suatu hari aku pasti kuganti.