Sekarang,
aku sedang berada di hadapanmu. Mengamatimu pelan-pelan, sejengkal demi
sejengkal meniti tiap sudut keindahan dari wajahmu. Dunia seolah merenggutku,
menarikku dari tempatku berdiri untuk selalu merindui parasmu, senyum gula yang
selalu melambai meminta peluk untuk menawarkan sejenis rindu yang candu.
Entah
bagaimana teknisnya, aku begitu mengagumimu, lelaki bermata teduh, sepertinya
kau lupa bercukur pagi ini, aku suka melihat buah jakun yang bergerak-gerak
saat kau berbicara padaku, menatapku tatapan yang selalu menjadi pusara
perhatianku.
Ada bagian
kecil dari dalam tubuh ini yang bergetar, melihatmu melemparkan senyum candumu
padaku, ada rasa yang bergejolak menarik pilar-pilar kekosongan yang sedari
tadi mengeruyak sebab tanganmu meraih tanganku, menyelipkan sebuah benda kecil
diantara ruas jemariku dan kau bilang itu sebagai sebuah janji. Tentang
warna-warni yang selalu kita rasa. Seperti nikmatnya cupcake.
Entah
Bagaimana pula caranya, Aku hampir mati berdiri di sini karena mencintaimu. Dan
aku akan mencintaimu selamanya, selama
napas dan raga tubuh ini menyatu, selama aku masih bisa melihatmu, selama aku
masih bersyukur atas senyum indah yang selalu kau beri di setiap hari.
Selangkah
lagi lebih dekat denganmu, dalam jarak rindu yang mendalam. Dan segalanya
begitu indah. Sungguh, aku telah mencintaimu dengan teramat sangat. Dan takkan
kubiarkan segala semuanya berlalu begitu saja tanpa menulis kenang.
Aku
mencintaimu.
No comments:
Post a Comment