Sebelum menjadi kita, aku dan kamu adalah dua buah tanda tanya yang berusaha mencari jawaban dengan ke-mengertian, sampai pada akhirnya kita lelah, menyerah dan berhenti di sebuah titik, untuk saling berpegangan agar bisa meneruskan perjalanan.
Friday, June 20, 2014
bersamamu dalam hitungan detik
Ada yang membuatku tersenyum sepanjang hari ini.
Kamu tau? Penyebab paling utamanya adalah kamu. Kamu yang semalam datang dalam mimpiku untukmenemuiku, mengantarkanku pada ambang kisah masalalu kita yang dibungkus dengan pita kehidupan berupa kenang. Dan mengenangmu adalah sebuah perjalanan ke lorong masalalu yang melukiskan cerita indah kita di balik seragam putihabu-abu dulu :’)
Di dalam mimpi itu, kau tersenyum, menatapku, memintaku untuk tetap berada di sisimu sepanjang kau masih bernapas. Aku yang terbaring di pangkuanmu, nyaris tidak berani menatapmu, aku menggigit bibir bawahku—suatu kebiasaan yang kau sendiri paham—bahwa itu berupa efek dari kecemasan dengan frekuensi kecil.
“Kamu ingin selalu bersamaku?”
“Ya,” jawabmu.
“Sungguh?” Aku mendongak, nyaris tidak percaya kamu benar-benar datang, sayang.
“Selalu, bersamamu, dengan kesungguhanku,”
Aku berusaha mencerna kata-katamu yang paling terakhir sebelum napasku sesak. Seolah-olah oksigen di sekitarku habis dalam hitungan detik.
Kamu menatapku, masih dengan tatapan yang sama, tatapan yang bisa membuatku tergila-gila padamu terhitung sejak detik pertama aku menikmati dua bola mata di balik kacamata minus yang bertengger manis di hidungmu, danitu yang membuatmu makin rupawan. Bagiku kau sempurna.
Mimpi itu membuatku mengingat-ingat tentang kita. Bahwa aku dan kamu pernah ada, untuk bersama dengan frekuensi rasa yang sama. Yang manasetiapku melihatmu, aku akan gugup sempurna, aku kehilangan semua perbendaharaan kata-kataku. Padahal nilai bahasa indonesiaku nyaris sempurna.
Aku mengingat sebuah genggaman tangan yang tidak pernah terlepas, sebuah tawa riang dari dua remaja labil dalam kefrustasian tugas-tugas sekolah.
kalau boleh, saat ini, aku ingin menemuimu. Berlari memelukmu lalu sesungukan di antara dadamu yang bidang. Aku suka menyandarkan kepalaku pada bagian itu, dan itu menjadi tempat favoritku yang kedua setelah kursi XXI dengan film keren bersamamu. Aku ingin menumpahkan seluruhnya, bahwa selama ini—setelah kamu pergi dengan mengakhiri ciuman dipipiku—setelah kamu mulai merenggangkan genggaman tanganku—aku belum juga menemukan orang yang sama sepertimu.
Tapi entah, kenapa hal itu bisa terjadi. Ini kesalah pahaman.Aku yakin kamu mengerti, ah, aku bergurau.
Maaf.
Aku selalu diam-diam mencuri fotomu, mengamatimu dari layarhand phoneku, setelah aku lelah, kuhapus foto itu, lumayan untuk penawar rindu seminggu. Biasanya seperti itu. Atau yang lebih sering lagi, aku menuli smemo-memo untukmu yang ku kumpulkan dalam sebuah kaleng, setelah penuh, kalengitu kubuang.
Lelaki berkacamata yang teramat sangat kusayang, aku merindukanmu, aku rindu derai suaramu yang setiap malam secara berskala tersalur di telepon. Itu empat tahun lalu, bahkan aku masih hafal jenis suaramu. suara yang naik dua oktaf jika kau gemas denganku. dan itu terdengar lucu. aku semakin ingin menciummu.
Sekarang, kamu tumbuh menjadi lelaki yang dewasa, aku yakinkamu tambah tinggi, dan spertinya jika bertemu denganmu aku harus menggunakan heels 5cm untuk bisa setinggi bahumu.
“Sayang, banyak hal di dunia ini yang belum kita lakukan,”katamu.
Aku mengangguk setuju, aku masih betah menidurkan kepalaku di pangkuanmu, ini hanya sejenak, aku janji, biasanya yang menjadi tumpuanku adalah semua dokumen pekerjaanku. Tapi kali ini saja. Aku ingin denganmu. Bermanja.
“Dan aku ingin melakukan semua hal itu bersamamu,” iamembelai rambutku sejenak.
Aku hampir saja nelangsa.
Sayang..
Aku juga ingin..
Melakukan hal yang sama sepertimu..
Denganmu..
Dan aku sadar, ini hanya mimpi. Indah.
for: Mr glasses
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment