Demi sebuah bait, dalam larik yang kau tarik
pada perasaan yang melirik, ku tujukan sungguh untuk senja dengan rona cinta
yang memanja, sesungguhnya perasaan ini hanya untuk ku kenang, dengan rindu
yang kau bawa pulang.
Kau selundupkan aku pada aksara yang kian
murka. Di atas langit-langit cinta kita, menggantung rayu senyum pada bibirmu.
Bukan pada hatimu saja, aku pun turut di dalamnya, untuk memadu kasih dengan
kisah yang bisa membuat gundah. Ya, kamu. Terlalu indah bila di lewatkan.
Bagaimana kalau aku pergi ke dalam perisai
hatimu, bertemu dengan benteng ego yang segunung dan bertarung di puncak sifat
mu yang menyebalkan. Apa yang terjadi di antara kita? Hingga kita terus
bertengkar dan membahas rindu yang itu-itu saja. Hingga aku, terus membenci dirimu
dan semua hal tolol yang ada di dalam ragamu, tapi aku mencintainya. Oke, aku
akui aku tolol.
Dengan jutaan asteroid, kau buat aku
berkelit. bahkan jutaan sel dalam tubuhku pun turut menginginkanmu, hanya saja
mereka adalah tuna wicara.
Harus kah aku pergi ke batas katulistiwa
untuk mencabut duri cinta yang selalu menyulitkan kisah kita? Haruskah aku
memerangi naga di negri utara demi mengundang gemuruh tawa? Tentu tidak, jangan
pura-pura bodoh dengan sisa rindu yang ada. Jangan pura-pura tak kahu kalau kau
juga mencintaiku. Bicaralah, kita akan bersama.
No comments:
Post a Comment