Ini sudah minggu
ke tiga dari bulan oktober, bulan yang selalu di nantikan para petani untuk
turun hujan. Bulan yang selalu menjadi patokan mereka untuk mulai menggarap
sawahnya.
Bagaimana kalau
cerita hatiku pun demikian?
Sedari dulu yang
mana aku belum mengenali apapun yang berbau perasaan, saat itu aku bebas, tanpa
harus terbelenggu dengan rasa cemburu saat kau lama tak menghubungiku. Tanpa
harus menunggu kau menemaniku saat aku takut oleh petir yang menyambar, saat
aku menggigil di tengah lebatnya hujan.
Ya, seperti itu
yang ku rasakan. Menunggu sesuatu yang tak kunjung datang. Rasanya ingin ku
ulang kejadian saat kita pertama kali bertemu, kalau saja kita tak pernah
mengenal, kalau saja hari itu aku tidak mengumbar senyumku. Kalau saja matamu
tidak merayu untuk terus ku pandangi lekat-lekat, kalau saja saat itu kau tidak
terlalu ramah untuk memberiku tumpangan payung. Semua mengalir begitu saja,
seperti air hujan yang turun dari langit tanpa dosa,
Bagaimana jika
saat itu kau memakai Jas hujan? Mungkin kah jas hujan itu akan kau lepas
untukku? Atau dengan egomu kau pakai sendiri sementara aku kebasahan? Tuan, kau
adalah orang yang sangat berbaik hati. Kau membuka kancing jas hujan itu untuk
kita berdua. Dimana saat itu, lenganmu melingkar di punggungku.
Tuan, aku ingin
sekali menjelajahi setiap bagian dari tubuhmu agar aku tau bagaimana cara
tubuhmu melindungiku, bergelayut di tenganmu karena aku ingin tahu bagaimana
cara tanganmu memanjakanku, berlari ke pelopak matamu agar aku tau seperti apa
mimpimu bersamaku.
Tuan, yang selalu
ku inginkan adalah saat aku bernapas, kau selalu ada di sampingku. Tapi kini
aku tinggal sendiri tanpa perasaan yang tak keruan. Kau pergi membawa sebungkus
rindu dariku. Hingga aku turus berfikir tentangmu.
No comments:
Post a Comment