Sebelum menjadi kita, aku dan kamu adalah dua buah tanda tanya yang berusaha mencari jawaban dengan ke-mengertian, sampai pada akhirnya kita lelah, menyerah dan berhenti di sebuah titik, untuk saling berpegangan agar bisa meneruskan perjalanan.

Wednesday, July 27, 2016

Langkah Kaki Kita





Dear Tuan G.

Entah sudah berapa surat yang pernah kubuat untukmu, dan ini suratku yang kesekian. Tadi aku termenung di depan layar laptopku sekian lama, aku baru saja selesai mengajar murid kita. Lalu pulang, dan melanjutkan pekerjaan. Dan disela-selanya aku menyempatkan waktu untuk sekedar menulis surat tentangmu.
Tuan yang bermata teduh, maukah kamu pergi denganku, akan kuperkenalkan ke duniakuke dunia yang awalnya hanya sebuah imajinasiku tapi sekarang akan menjadi imajinasi kita.
Hidup dengan sekelumit pelik kehidupan, kadang membuat kita egois. Membentengi hati dan pikiran dengan seluruh perspektif dasar manusia yang tidak ingin kalah. Maka dari itu, aku akan membawamu pergi.. kesebuah nirwana yang membuat hati menemukan titik kesederhanaannya.
Terlepas dari film perahu kertas yang di adaptasi dari novel DEE, aku merasa sepakat dengan kugy charmacamaleon. Bahwa setiap manusia mempunyai radar. dan radar itu menghubungkan setiap eletron-elektron pada atom tubuh manusia yang dengan cepat mengkonfirmasi tanpa peran mulut yang berucap.
Kadang radar juga membuat hati manusia melumer, ia akan membuatmu tersentuh lalu menjadi syahdu. Dan banyak hal lagi yang tanpa diminta sudah direaksikan secara harfiah oleh radar.
Tuan yang baik hati, perlu waktu yang cukup lama untuk mengenalmu. Perlu memusuhi ribuah ego untuk jauh mengetahui tentangmu. Ada banyak hal yang tidak perlu kamu jelaskan tapi cukup kumengerti. Hingga kita bisa sedekat ini. Dan memulai sesuatu dari titik nol. Lalu kita bangun bersama. Hingga kita bisa menciptakan sesuatu yang menurutku sangat bermanfaat untuk orang lain.
Iya, cendikia. Nama yang sederhana, dibuat dari hati yang sederhana pula. Belakangan ini aku banyak bersyukur. Tuhan mempertemukan kita, dan mungkin tidak mudah menemukan orang sepertimu, mungkin juga aku tidak akan bisa seperti ini dengan yang lain.
Sekarang, dengan resmi aku mentranslasikan radarku padamu. Percaya atau tidak, ini akan memudahkan kita untuk berkomunikasi. Dan ini lebih hebat dari email atau chat wa.
Kamu tau, Tuan? Hal yang paling menyedihkan adalah ketika berada disuatu tempat kita terlalu banyak berpura-pura. Dan di saat semua orang bersandiwara dengan kedoknya masing-masing. Aku bebas menjadi diriku sendiri, ketika berada di sampingmu.  Aku bebas bercerita ini itu, mengeluarkan ide-ide yang terkadang menurutmu aneh. Terkadang kita tertawa lepas, kita juga bisa menjadi dua orang yang serius berdiskusi, dan di sisi lain, entah mengapa, aku mulai berani bercerita masalalu, bercerita hal-hal yang kelam, yang tidak bisa kubagi dengan yang lain. Entah mengapa aku menceritakan banyak hal denganmu. Dan kamupun sebaliknya.
Aku hafal betul nada bicaramu, saat senang maupun khawatir, jenis makanan yang kamu suka, warna favoritmu, posisi tidur favorit, cara memegang sendok saat makan, sampai kebiasaan-kebiasaan kecil yang sering kali meninggalkan barang-barang.
Pertemuan dua insan kebanyakan hanya berkutat pada status pacaran, sayang-sayangan, dan banyak hal yang membuat mereka tidak produktif karena dimabuk cinta. Tapi, kita berbeda. Kita lebih banyak berdiskusi soal investasi, tabungan jangka panjang yang aman, strategi pemasaran, ataupun soal presentase patner-patner bisnis kita, atau obrolan favoritku adalah spot-spot yang bagus buat jalan-jalan dan tempat mana lagi yang harus kita datangi untuk sekedar berbagi rezeki.

Tuan penyabar, aku sering kali mengganggumu saat kamu sedang bekerja, atau menyuruhmu datang malam-malam ke kossanku untuk ngeprint pekerjaanku, dan banyak lagi. Atau aku memintamu menjemput di terminal tengah malam. Tapi kamu tidak pernah marah. Bahkan kamu mau menemaniku memasak sup iga untuk makan malam kita.
Entah bagaimana aku harus berterimakasih padamu.
Kamu juga yang mewujudkan beberapa mimpi-mimpiku. Kamu bersedia menemaniku touring pulau jawa, padahal itu ide paling nggak logis yang melintas begitu aja di kepalaku, kamu membuatku tidak takut naik kapal laut, ataupun paranoid pesawat dan langkah kaki ini membawaku dalam keseruan menjelajah lampung.
Kamu ingat kejadian beberapa minggu lalu, saat itu hujan turun di langit cibinong, aku baru saja kelar meeting dengan klien kita. Lalu aku mampir ke kantormu untuk pulang bersama. Kita berteduh di deretan pertokoan, sebelum kamu mengajaku mampir ke kedai kopi untuk menikmati secangkir expresso.
Lampu-lampu sorot mobil berseliweran dengan cepat menerobos hujan. Semua orang terburu-buru ingin pulang cepat.  Saat itu kamu memutuskan sesuatu, kamu memilih hal yang paling sederhana, yang sudah dipertimbangkan sekian lama. Hal yang awalnya adalah sebuah ego dan ambisiusme. Kamu memilih resign dari kantor lama kita demi hijrah ke tempat lain,  Dan dari sekian banyak pilihan yang kamu hadapi, Aku begitu terharu, dan sangat menghargai pilihanmu. Karena sukses tidak harus berkuliah di kampus yang mahal, sekarang kita sependapat. Tuhan masih merencanakan hal yang indah untukmu.
Tuan jika setiap langkah kaki kita adalah sebuah doa, aku berharap kita selalu melangkah ke arah yang lebih baik. Ke arah mimpi-mimpi indah yang pernah kita susun sempurna. Kita akan terus merencanakan mimpi-mimpi indah ini. Dan terus mewujudkannya dengan rasa optimis satu persatu. Namun tetap sadar bahwa kita adalah orang yang paling dibawah dengan kerendahan hati yang kita miliki.
Bersamamu, aku tidak pernah takut lagi bermimpi.

No comments:

Post a Comment