Dear Future Husband..
Aku tidak tahu harus memulai tulisan ini dari
mana. Yang jelas perputaran bumi pada porosnya membuat petualangan hidup belum
usai. Meski terkadang kita meminta berhenti danberkali-kali menyerah.
Terkadang hidup seperti sebuah sircuit yang
membuat kita berspekulasi apakah aku akan ditemukan atau menemukan. Dan nyatanya
aku menemuimu dari pojok kafe disalah satu deretan pertokoan. Aku duduk
menghadap jendela berembun bekas hujan lalu sibuk mengatur frekuensi detak
jantungku melihat senyum gulamu.
Kamu ingat pertemuan pertama kita yang
seadanya, membuat aku berhasil menjadi diriku sendiri. Waktu itu, Bau basah masih menyengat. Tetesan air masih
membentuk tirai dari atas gedung. Tatapan kita
hanya terjeda sebuah meja. Aku sibuk mendengarkan cerita sederhanamu, senyum
merekah di sudut bibirmu berhasil menarik segenap perhatianku. Aku tidak tau
ternyata pertemuan pertama kita berujung pada kamu membiarkan aku bersandar di
bahumu.
Waktu yang terus bergulir ini sedikit banyak
aku mulai mengenalmu, aku merasa nyaman saat bertemu denganmu. Aku merasa
pulang.. aku merasa telah menemukan sebuah pelabuhan. Pagi itu diantara
hamparan sawah sejauh mata menandang, di belakang rumah ibu, kamu menggenggam
tangaku erat, matamu mengisyaratkan sesuatu padaku. Aku hamper saja tidak bisa
bernapas ditatapmu begitu dalam, tatapanmu merubah atmosfer sekelilingku
seperti melambat. Aku mencoba bernapas dengan benar, hingga kamu mengatakan
sesuatu padamu.
“Apa aku boleh menikaimu sebelum kamu lulus?”
Kamu tau saat itu, kalau saja kamu tidak
mengeratkan lagi genggaman tanganmuu aku bisa saja lupa bernapas.
“Kamu ingin meminta mahar apa dariku?”
Sungguh aku benar tidak bisa bernapas.
My future husband..
Jika mudahnya Allah mempertemukan kita, jika
mudahnya Allah meluluhkan hati ini, jika memang benar Allah yang telah
menuliskan namamu untukku, jika memang aku adalah tulang rusukmu yang hilang..
aku ingin memberikan segenap perasaanku padamu, seluruh hatiku untukmu setelah
kamu berhasil berakad dengan bapak.
Aku ingin mengatakan “Ana uhibbka fillah” (Aku
mencintaimu karna Allah) setelah semua
orang menyerukan “Sah”
Sayang..
Maaf untuk segala kekuranganku. Mungkin banyak
diluar sana wanita cantik yang bisa kamu temui. Mungkin lebih banyak lagi
perempuan pintar dan jauh jauh lebih soleha dariku.. tapi yang harus kamu tau..
aku banyak belajar.. aku ingin lebih banyak belajar untuk menerima segala
apapun kekuranganmu. Bagaimanapun keadaanmu.
Ini sungguh pertama kalinya aku menulis surat
begitu dalam, aku kehabisan kata-kata.
Maaf aku tidak sesempurna seperti yang awalnya
kamu pikirkan, masih banyak kekuranganku.
Aku ingin sedikit bercerita dari sudut pandangku, setelah mengenalmu,
aku mulai terbiasa hidup dengan rapih. Aku membereskan pakaianku dengan benar. Aku
mengatur jam kerja dengan sedemikian rupa agar aku tidak terlalu berleha-leha
dengan layar laptopku, aku jauh lebih tau kemana aku harus melangkah dan setiap
aku melangkah, aku teringat kamu. Aku menjadi tau dimana aku haru pulang..
Kini kamu yang menjadi satu-satunya pusara
perhatianku. Kamu menjadi satu-satunya orang yang selalu ingin kutemui setiap
saat. Bahwa setiap sudut wajahmu adalah rindu. Dan kamu berhasil merumuskan ribuan
rindu yang kuumpati diam-diam.
Aku tidak mudah jatuh cinta, itu sebabnya aku
juga tidak mudah melepaskan.. tapi denganmu semua terasa begitu mudah, begitu
banyak terkonfirmasi yang menjadi partikel sederhana dan kuiyakan.
Mas Riyan..
Aku belajar.. menerima, aku belajar ikhlas jika
rasa ini memang dari Allah..
Aku ingin menjelajah banyak hal denganmu, aku
ingin menlanjutkan petualangan hidupku denganmu, aku ingin menysukuri banyak
hal indah yang Allah ciptakan bersamamu..
Aku ingin menjadi sekolah pertama yang
mengajarkan tentang akhlak kepada anak-anak kita.. aku ingin mencium tangamu
setiap kali kamu pulang.. aku ingin jatuh cinta padamu setiap hari..
Vieority.