Sebelum menjadi kita, aku dan kamu adalah dua buah tanda tanya yang berusaha mencari jawaban dengan ke-mengertian, sampai pada akhirnya kita lelah, menyerah dan berhenti di sebuah titik, untuk saling berpegangan agar bisa meneruskan perjalanan.

Friday, July 21, 2017

Pamit (Sebab yang sembab)





Jika kau hapus aku dalam hidupmu. Seketika itu juga mungkin aku akan hilang. Lenyap. Dengan mudah.
Namun, jika aku yang menghapus kamu dalam hidupku, mungkin aku yang pandai bilang kemereka bahwa kamu sudah hilang. Dan menutupi segala perasaanku yang tak bisa menghilangkan kamu dari hidupku. Lalu berpura pura bersikap bahwa aku tidak apa-apa. Aku baik-baik saja tapi sebenarnya tidak.

Iya,  perempuan selalu menutupi perasaannya.  Seluruh selukbeluk rasa sakit hatinya.

Kini Kubiarkan kita berjalan masing-masing. Terpisah pada garis. Aku dengan harapku dan kamu dengan egomu

Mungkin,  ada bahu lain yang lebih nyaman dari bahumu.
Mungkin juga,  ada dada yang lebih bidang yang lebih hangat untuk memeluk.

Tapi apakah pencarian akan berujung pada kesempurnaan?
Apakah aku harus mencari lagi,  memahami lagi,  mencari tahu lagi seluk beluk yang lain. Sementara menerimamu adalah hal yang paling ku kilah.

Andrea, banyak jika dan maka yang selalu berpasangan. Karena mereka saling keterkaitan dan saling menemukan. Jika kau adalah jika dan aku adalah maka,  apakah kita akan terkait seperti sebuah kalimat terangkai yang ditulis oleh bolpoint? Sulit terhapus.

Melupakanmu.
Sebab tidak seutuhnya aku bisa. Bisa ku ulang memori otakku untuk menghapus segala kenangan yang telah kita buat. Sudah kujelaskan berulang ulang bahwa aku tidak mudah. Tidak semudah kamu melupakanku.

Waktu yang terus berputar ini tidak akan mengizinkanku membuat jeda. Pertemuan dan perpisahan membuat seluruhnya terasa bergejolak.

Jika kau ingin pergi. Maka aku yang akan lebih dulu pamit. Aku akan merelakan segala hal ada.  Melupakan semua hal yang pernah kulakukan untukmu,  tapi mengenang semua hal baik yang kau lakukan untukku.

Jika jalan kita memang berbeda, aku akan selalu berusaha menghapus sebab yang sembab yang tertuang oleh bulir dari sudut mata.

Maka, sulit rasanya. Iya,  kau benar. Sekalilagi,  kau benar. Dan aku selalu di ambang kesalahan.
Lalu,  bagaimana kata maaf bisa menghapus semuanya.

Dan setelah ini,  biarkanlah aku dengan hatiku.  Perlahan.  Menata satu persatu lagi. Biarkan aku membawa pulang puing-puing yang berserakan sebagai tanda perpisahan.




No comments:

Post a Comment