Sebelum menjadi kita, aku dan kamu adalah dua buah tanda tanya yang berusaha mencari jawaban dengan ke-mengertian, sampai pada akhirnya kita lelah, menyerah dan berhenti di sebuah titik, untuk saling berpegangan agar bisa meneruskan perjalanan.

Sunday, January 5, 2014

Saya, di lima tahun yang lalu, sekarang, dan di lima tahun yang akan datang





Ovie nurbaity paring di lima tahun yang lalu, adalah seorang remaja polos yang setiap pagi masih di bangunin ibunya untuk pergi ke sekolah, saya selalu terburu-buru mengikat tali sepatu sambil menggigit roti atau pisang goreng buatan ibu, sering kali lupa mengerjakan PR atau telat datang ke sekolah dan konsekuensinya saya di hukum berdiri di koridor kelas. Sepulang sekolah, ibu selalu menyambut saya dengan senyum tulusnya. Ia selalu bisa menenangkan saya saat wajah saya lelah dengan pelajaran sekolah. Ia menawarkan makan siang, istirahat dan tidak lupa mengingatkan saya shalat. Sore harinya saya mengaji dengan semangat 45, malam hari saya belajar, menderes Al-qur’an atau membaca buku, atau jika tidak ada tugas sekolah, ibu membiarkan saya menonton TV, kemudian ibu selalu menemani saya sebelum tidur, ia menanyakan apakah saya sudah memakai lotion anti nyamuk atau belum? Selalu seperti itu. Ya, saya ingat, kejadiannya persis seperti itu.
Saya bukan remaja yang bebas keluar malam, saya tidak pernah di izinkan bergaul dengan banyak laki-laki, tapi di sekolah saya punya banyak teman laki-laki yang cukup dekat dengan saya dengan predikat teman, waktu itu Ibu bilang saya belum cukup umur untuk mengenal laki-laki. Padahal saya sudah mengenakan seragam putih biru. Dan saya menurut.
Sekarang, saya jauh dari orang tua, sarapan dan makan siang menjadi satu paket, tidur lewat dari jam satu malam hanya untuk membuat action plan, laporan, meeting, ataupun mengoreksi soal, saya menjadi wanita yang gila bekerja, dalam arti, untuk bekerja saya tidak pernah hitung-hitungan waktu. Saya di beri kesempatan untuk menjadi pimpinan cabang sebuah tempat konsultasi dan spesialis matematika dengan brand SINAU. Saya harus bangun pagi untuk kegiatan promosi, siang mengajar dan melayani orang tua yang konsultasi, malam hari saya memanfaatkan waktu luang saya untuk mengajar privat, saya benar-benar ingin memanfaatkan waktu luang saya dengan sebaik-baiknya. Saya seperti tidak kenal waktu untuk bekerja, tubuh saya seperti mesin, otak saya tidak berhenti berpikir, mencari ide-ide baru yang akan saya wujudkan besok. Saya tidak peduli dengan pergaulan remaja seumuran saya yang hidupnya tidak jauh dari salon atau mall. Saya lebih suka berbagi ilmu, mengikuti acara gathering dengan kelompok diskusi buku, saya lebih suka membicarakan peluang bisnis dari pada bergosip, saya lebih suka membaca artikel motivasi dari pada mengecat kuku.
Saya bersyukur sekali menemukan orang-orang sederhana yang hebat luar biasa di kantor. Saya bertemu dengan bos yang memiliki visi sama seperti saya. Kami sama-sama menyukai baca buku, menonton debat dan selalu mencari suasana baru, ide-ide baru yang bergerumul di kepala saya. Beliau bilang, di otak seorang yang memiliki sifat INTUISING INTROVET (itu sifat saya) banyak sekali ide cemerlang. Ya, betul. Saya merasakannya. Isteri pak bos yang saya panggil dengan sebutan ummi, ia alumni matematika UI, saya juga suka berdiskusi dengan dia. Bercerita apapun bahkan semalam, selesai kami berpesta es krim di kantor saya dan ummi menghabiskan waktu malam minggu kami dengan menonton seri harry potter terakhir. Kami sama-sama movie holic ternyata. Hehehe.
Ada mas budi yang selalu ribut sama saya tiap kali saya dateng ke kantor tapi dia orang yang baik, mas edi yang pemalu tapi ketika ngobrol dengan saya dia tidak lagi malu, mas wahyu, mas narto yang sudah saya anggap sebagai kakak saya, mas wiwit yang paling kocak, kak sem yang selalu stay cool di hadapan cewek, maaf saya gak mempan di gombalin :p mba wiwit yang doyan belanja. Kantor itu rumah ke dua bagi saya, entah setelah lelah satu minggu bekerja kantor pusat yang sekaligus rumah pak bos menjadi tempat berteduh saya. Saya menyukai nuansa islami di dalam kantor, yang mana—ketika meeting berlangsung dan saat itu adzan berkumandang, semua meninggalkan pekerjaannya, demi bersujud dan mengucap syukur yang sebesar-besarnya pada Allah atas rejeki hari ini.
Orang-orang di sekitar yang membentuk karakter saya, mereka semua inspirasi saya, bahkan seorang investor yang saya kenal, ia lulusan arsitektur UI, dan jumlah uangnya tidak terhingga pun masih gila bekerja. Jadikan suatu pekerjaan adalah hobby, yang mana pekerjaan itu adalah kenikmatan yang kamu lakukan setiap hari.
Saya mencintai anak-anak, mereka lebih menginsirasi saya untuk lebih banyak berimajinasi,  bahkan saya merasa saya hidup di dua dunia, dunia pertama adalah dunia realita yang mana—saya harus selalu bekerja mati-matian, saya jadi wanita yang super keras, teratur dalam segala hal (sedang berusaha semua hal itu terprogram) kemudian saya menjadi benar-benar super pendiam, dan lembut ketika saya berada di dunia fiksi. Saya melankolis. Super melankolis. Saya bisa merangkai frasa yang membuat orang terharu, saya bahagia berada di dunia fiksi. memang kedengarannya aneh. Tapi saya merasa nyaman.
Oh ya, saya masih normal. Saya suka membelanjakan uang saya di mall dan sekalinya saya ke mall—saya bisa membelanjakan hampir separuh tabungan saya. Hehe.
Saya tidak terbiasa di manjakan dengan limpahan harta dari orang tua saya, saya lebih ingin hidup yang seadanya tapi mandiri, saya merasa di usia saya yang sekarang, saya mendapatkan gaji yang lebih dari cukup. Bahkan saya bisa membagi uang saya dengan orang tua saya sebagai bentuk terimakasih selama ini. Terutama ibu saya. Walaupun beliau tidak pernah meminta.
Saya mendapatkan bayaran jauh lebih tinggi dari yang saya perkirakan sebelumnya, dan cukup untuk biaya kuliah 8 smester nanti. (saya belum kuliah lho) Dan saya tidak pernah puas dengan gaji yang saya dapat, saya yakin saya bisa berkembang lebih dari ini. Tiga bulan kedepan saya sudah punya target menaikan gaji saya di angka yang gila. Dan saya yakin saya bisa. Hidup kita harus bertarget dan sistematis.
Lima tahun kedepan, ini kenapa saya membuat catatan seperti ini, karena bos saya meminta saya mempunyai dream. Ya, lima tahun kedepan saya harus sudah punya bisnis yang saya jalani sendiri. Tentunya dengan brand yang sama. Saya sudah harus memiliki rumah dan tabungan yang cukup untuk memberangkatkan kedua orangtua saya haji. Saya optimis untuk hal yang ini.
Beberapa hari yang lalu bos bilang “mbak ovie, kamu harus punya suami seorang pengusaha,” ucapnya saat kami sedang dalam perjalanan menuju cempaka mas, Jakarta timur. Saya dan patner kerja saya tertawa, “saya belum punya gambaran tentang suami saya pak,” balas saya sambil geleng-geleng kepala.
“Oh itu salah, bermimpilah punya suami yang kamu inginkan. Gambarkan itu dalam otakmu, insaAllah, Allah paringkan,” ujarnya.
Saya tersenyum, memiliki seorang suami itu terakhir, setelah saya siap, setelah kuliah saya selesai. Mungkin beliau lupa umur saya masih 19 tahun dua bulan yang lalu. Ah masa lupa, saya ingat meneraktir beliau sate kambing! (bahkan bos saya, saya yang teraktir -_-)
Saya terdiam, bagaimana sosok suami saya nanti, yang jelas syarat utamanya harus mengajak saya masuk surga. Itu poin utamanya. Tidak perlu ganteng, tidak perlu kaya-raya (karena saya bukan yang gila harta atau mata duitan) uang itu gak perlu di cari. Saya merasa uang yang lebih butuh saya ketimbang saya butuh uang. Saya ingin bangkit usaha sama-sama, beli rumah sama-sama, beli mobil (kalo perlu) sama-sama. Karena saya tidak ingin dianggap remeh dan saya juga tidak ingin meremehkan. Setidaknya, seperti itu gambaran impian saya lima tahun yang akan datang. Dan (lagi) saya menghabiskan waktu liburan saya di kantor. Saya sangat enjoy bekerja target.
 saya akan bekerja di rumah, mengurus anak, menulis dan tetap menjalankan bisnis saya. wong bos saya aja kantornya di kamar  :p

No comments:

Post a Comment