Sebelum menjadi kita, aku dan kamu adalah dua buah tanda tanya yang berusaha mencari jawaban dengan ke-mengertian, sampai pada akhirnya kita lelah, menyerah dan berhenti di sebuah titik, untuk saling berpegangan agar bisa meneruskan perjalanan.

Thursday, January 31, 2013

tiga malaikat.


Hai Mr Leo.
Surat cinta ini ku tulis untuk seorang yang tidak pernah hilang dalam ingatanku, hidupku, dan hatiku. Laki-laki paruh baya yang selalu memberiku semangat kapanpun.

Bapak, apa kabar? Aku sengaja menulis surat ini, dengan linangan air mata, karena sungguh.. aku rindu sekali denganmu. Tidak ada yang mencintaimu sama seperti cintaku kepada Ibu, Ibu, Ibu kemudian barulah aku mencintaimu dengan utuh.

Pak, aku rindu—rindu sekali. Rasanya beberapa kali mendengar suaramu di telepon membuatku tidak sanggup lebih lama lagi memendam air mata. Setelah malam itu, kau mengantarkanku, Ayub dan Dina pulang kerumah, dan kau menghilang di balik kaca mobil setelah melambaikan tangan kearah kami bertiga, aku ingin sekali berlari. Mengejarmu, memintamu singgah di rumah Ibu, sebentar saja. Ku mohon…

Tapi sekali lagi realita menamparku, memukul kepalaku menarik syaraf sensorikku, agar aku sadar. Bahwa kalian, Bapak dan Ibuku yang terbukti sampai detik ini sama-sama masih saling mencintai, tidak bisa bersatu, bersama lagi, seperti dulu; kita selalu menghabiskan waktu menonton Tv sambil minum teh hangat pada musim hujan. Atau pisang goreng buatan ibu? Ya, kau sangat suka kan dengan itu?

My hero, aku rindu saat aku pulang sekolah, kau selalu menanyaiku, apakah kakiku pegal-pegal? Ada kejadian apa di sekolah? Atau sering kali kau membantuku membuat tugas, setidaknya aku suka saat kau mengoceh di samping meja belajarku sewaktu aku sibuk dengan Bab Respirasi Mamalia, atau menghitung jumlah atom-atom menyebalkan itu.

Aku ingat, saat aku baru saja patah hati beberapa bulan yang lalu, aku tidak pulang kerumah, aku ke rumah mas gomes dan menginap di rumahnya sampai besoknya kau memarahiku karena aku tidak memberi kabar. Padahal malam itu, kau sama sekali tidak tidur karena menungguku pulang.
Yang paling membuatku ingin menangis, saat aku baru pulang dari kantor, waktu itu hujan. Kau menungguku di depan gang, di pinggir jalan, dengan sarung kotak-kotak andalanmu kalau tidur dan sebuah payung. Saat aku bertanya sedang apa kau disini, kau menjawabnya dengan senyum, kemudian berkata, “menunggumu,” sungguh, itu yang membuatku menitikan air mata.

Pak, kami disini selalu baik-baik saja. Aku sudah bekerja, mewujudkan impianku, Menjadi seorang guru, Ibu dan Bapak paling setuju dengan cita-citaku yang satu itu. Tengah hari aku pulang dan membantu Ibu, setiap minggu aku kuliah. mengejar sebuah gelar yang mengangkat derajat manusia.

Hari ini aku kepasar dengan Ibu. beliau membeli singkong, kesukaanku. Sawi, beberapa ekor ikan, tauge, buncis, dan jenis-jenis bumbu yang aku sendiri belum paham. Aku senang bisa membantu Ibu, satu-satunya wanita yang paling ku hormati, dan ku cintai. Kalau tidak sekarang, kapan lagi aku membantunya? Untuk sekedar mencuci piring atau mencuci pakaian saja aku tidak keberatan. Aku juga senang bisa menjadi tempat curhatnya ibu. Setidaknya, itu sedikit mengurangi beban hidupnya.

Kalau Ayyub, si bedul item anak laki-laki bapak yang satu itu udah besar lho pak, dia udah kenal perempuan, meskipun sedikit bandel karena jarang mandi dan males bantuin ibu, dia jadi wakil ketua rohis di sekolahnya. Oh iya ku dengar kemarin ia baru saja mendapat sertifikat karena memenangkan lomba catur di sekolahnya, ternyata jurus jitu catur yang di turunkan bapak ke Ayub itu ampuh hehehehe. oh iya, karena umur aku dan ayub yang berdekatan, kita sering menonton Film bareng lho, bermodal DVD pinjeman, atau donlot di situs tertentu, kita nikmatin semua Film2 itu, dari yang bergenre romance, action, fantasy, sampe horror yang membuat aku sering jitakin kepalanya pas setan lagi keluar dan berteriak huaaaaa, kampret lo! Setannnn!

Dina, si nenenoe, oh iya, aku emang terkenal suka merusak nama orang. hehhehe ._.v anak perempuanmu yang paling ganjen, entah kenapa antara aku dan Dina itu sangat bertolak belakang, dia begitu bawel, paling males sikat-gigi kalau enggak di omelin sama Ibu, dia anak Ibu yang paling ngejengkelin, paling ganjen, dan aku heran dia itu sering ngubrak-ngabrik tempat make upku. Kalau aku lebih suka membaca buku di kamar dia punya hobby menonton sinetron putih abu-abu dan beberapa FTV yang tayang setiap hari. Aku tidak tau lagi bagaimana caranya melarang anak kutu itu supaya gak terlalu banyak nonton sinetron. Tapi semenjak Bapak dan Ibu pisah, dia seperti kehilangan sesuatu di hidupnya. Aku mengerti Pak, mengerti sekali. perasaan adikku itu. Dia trauma sampai berpengaruh dengan minat belajarnya.

Harusnya aku bisa jadi seorang kakak yang baik, tapi itu butuh proses, suatu hari ia tidak di naikan oleh wali kelasnya. Tapi kau tau? Hal itu yang membuat minat belajarnya kembali. Dina yang dulu males bangun pagi buat berangkat sekolah, sekarang jadi semangat belajar. dan smester ini dia menadapatkan peringkat 3 lho pak, oh iya, kemarin juga dia yang jadi wakil sekolahnya maju ke tingkat kecamatan untuk turnamen tenis meja. Dan, yang sekarang ia lakukan setiap hari, setiap menit, di manapun ia berada, gadis kecil itu selalu berisik dengan hafalan pembukaan UUD-nya. Ibu lebih suka dia seperti itu, dari pada melihat dia naik ke atas pohon nyolongin mangga tetangga atau main panas-panasan ke tengah sawah sampe badannya kurus kering item, tinggal bolamatanya saja yang keliatan.

Bapak mau tau tentang Ibu? emmm, Ibu masih seperti dulu. Masih rajin solat, rajin ngomel, rajin bikin pisang goreng, dadar guling (kataku) dadar gulung (kata ayyub) kami memang selalu berdebat tentang nama panganan itu, dan ubi goreng. *horee*

Bapak pasti kangen sama pisang goreng Ibu ya? Rasanya aku mau ngirim satu pisang goreng itu ke Jakarta.

Ibu juga masih sering bertanya pada anak-anaknya, hari ini mau masak apa? Kalau di tanya seperti itu tentu saja beliau menerima jawaban yang berbeda-beda, selera makannya juga beda, kalau aku pasti menjawab, “sayur asem,” karena aku adalah sayur asem holic, tapi mungkin Ayyub berteriak “Ayam goreng,” karena ia benci sayuran, sementara Dina yang gak doyan makan hanya bergumam, “Mie goreng ijo,” karena belakangan ini dia menyukai makanan jenis itu, setelah mie goreng yang biasa kurang popouler lagi menurutnya.

Sebetulnya, kami tidak menginginkan hal ini terjadi. Namun kami pasrah pada kenyataan, yang aku ingat ucapanmu, bahwa hidup ini hanya menyamakan keinginan kita dan keinginan Tuhan. Jika keinginan kita dan Tuhan satu persepsi, maka terjadilah, tapi jika tidak, maka kita harus siap apapun yang di inginkan Tuhan.

Terlahir di dunia, aku hanya punya satu Bapak, dan satu Ibu, dan itu hanya sekali. Jadi menurutku, kalianlah panutan sesungguhnya. Kemanapun aku pergi, kalianlah tempat ku pulang. Dan aku, adalah tempat dimana kalian menanam sebagian jiwa kalian yang sudah di sepakati untuk mengikatkan tali cinta kalian. Dan sekali lagi, ini adalah kehidupan yang tidak terus berjalan tanpa hambatan. Ini jalan yang sudah Tuhan berikan untukku, agar aku lebih tegar, agar aku lebih banyak berikhtiar.

Pak, disana yang semangat ya kerjanya, jangan lupa cuci baju, sebab aku tidak bisa lagi mencuci bajumu, atau menjaitkan celanamu yang sering kali robek itu. Sungguh, aku rindu sekali denganmu, boleh aku memelukmu? Ya, nanti jika kita bertemu aku ingin mengatakan kalau aku yang merusakan kacamatamu, aku tidak sengaja menginjaknya waktu menyapu lantai.

Pak, jaga dirimu baik-baik ya, kita bertiga sayang sama bapak, selalu sayang, dan tidak akan pernah berubah sedikitpun.
Semoga tuhan menyatukan keluarga kita, diakhirat kelak.

Dengan tinta cinta dari ketiga malaikatmu.

Ovie, Ayub dan Dina.

No comments:

Post a Comment