Dear, Tuan
kacamata.
Hai, sudah
lama ya, kita tidak saling menyapa. Tapi
aku ingin menyapamu lewat surat ini. Aku tidak yakin kamu mengingatku, bahkan
untuk sekedar mengingat namaku.
Tuan, saat
aku menulis surat ini, udara sedang berada di 24 derajat celcius. Dingin,
diringi buih hujan yang tak kunjung reda dari semalam. Kamu ingat? Hujan yang
menunda pertemuan kita hingga dua jam, dan aku nekat hujan-hujanan demi bertemu
denganmu.
Aku ingin
menanyakan apa kabar? Selama dua tahun ini kamu menghilang seperti orang yang
tertelan bumi. Seperti yang sudah kamu ketahui, aku masih sering berkunjung ke
daerah lapang di lantai lima sebuah gedung, untuk sekedar mengingatmu. Atau
mengungkap rindu? Entahlah, apa namanya. Tapi seperti itu yang aku lakukan,
sejak kamu pergi dan meninggalkan bekas ciuman di pipi.
Tuan
kacamata, aku tidak lupa dengan mu, kamu selalu terlihat lucu bila tanpa
kacamata, karena itu aku sering menyebutmu hidung besar, hehe.
Kamu itu, seseorang
bertubuh tinggi yang membuatku terlihat seperti kurcaci bila berjalan disisimu,
tapi kamu tidak pernah perduli dengan itu.
Disini, semua
sudah di laminating, di bawah syaraf sensorikku, untuk mengingatmu seperti
ketika kamu mengelap es krim yang belepotan di bibirku, kamu yang selalu
mengambil brokoli waktu kita makan capcai, kamu yang selalu mengambil satu
ayamku, karena kamu tau aku tidak akan sanggup makan dua ayam di paket AW, atau
kamu yang selalu membodoh-bodohi aku, jika aku masih saja lupa membawa payung
padahal saat itu sedang musim hujan.
Oh iya, kamu
ingat sippo? Sudah lama ya, kita tidak membahas dia. Boneka beruang kecil yang
kamu berikan sebagai hadiah ulangtahunku, tapi kamu tau? Aku sangat takut
dengan boneka? Ya, aku ini aneh tuan, aku takut dengan boneka-boneka. Kali ini
kamu boleh mengatai aku gila karena aku masih syock nonton film chucky.
Tuan, kamu
tau perasaanku? Seharusnya kamu lebih baik tidak tau, atau pura-pura tidak tau,
itu jauh lebih baik dari pada kamu mengungkapkannya tapi kamu tidak bisa
bersamaku. Aku bukan sedang mengungkit-ungkit masalalu kita, aku hanya ingin
bernostalgia lewat surat ini.
Mungkin
segitu saja surat yang ku tulis ini, aku tidak pernah mengharap balasanmu.
Dengan hati
yang lelah menanti,
Ovie.
terkadang aku juga memakai kacamata, tapi aku tahu bahwa cerita ini bukan untuk ku, hemm, mungkin tuk seseorang disana, yg tidak boleh kusebutkan namanya.
ReplyDeleteah, aku sok tahu, mungkin saja bukan dia.
Iya kamu sok tau :))
ReplyDelete