Sebelum menjadi kita, aku dan kamu adalah dua buah tanda tanya yang berusaha mencari jawaban dengan ke-mengertian, sampai pada akhirnya kita lelah, menyerah dan berhenti di sebuah titik, untuk saling berpegangan agar bisa meneruskan perjalanan.

Monday, September 5, 2011

photograflove 6 :)

"Dianaaaa" seseorang menjatuhkan tubuhnya disampingku. ia meneriaki namaku dengan sangat girang. suaranya tidak asing bagiku. 
aku mulai membuka mata. dan sempat terngiang kejadian semalam. aku baru sadar kalau itu Kak Fahmy! wajah nelangsaku berubah menjadi segumpal senyum kecil dari mulutku. 
"kak mimi" begitu aku memanggil kakak ku. 
Kak Fahmy menerawang wajahku dengan pandangan prihatin. ia melihat wajahku yang sayu. 
"hey, kamu gapapa day?" aku menggeleng. 
pertanyaan Kak Fahmy seolah aku ini baru dilanda Tsunami. nyawaku mulai mengumpul. 
"kak mimi kapan datengnya?" yap! pertanyaan bagus! long time no see with Kak Fahmy. i miss you kak! begini ceritanya. Kak fahmy baru balik dari negara sakura. 6 bulan ia mengikuti pertukaran pelajar indonesia-jepang dan hampir 4 bulan ia mendalami sastra jepang. dan Kak Fahmy satu-satunya kakak ku. rumah jadi sepi tanpa kak Fahmy. makanya aku jadi yaa.. bisa dibilang jarang dirumah.
aku malah lebih sering ke Rumah Kakek untuk mengobrol dengan Fia. ya setidaknya aku jadi punya kegiatan.
"take of dari sana semalem. pas sampe dijakarta mampir kerumah temen dulu" jelas Kak Fahmy. biar bagaimanapun kehadiran Kak Fahmy menjadi big sureprize sendiri untuk ku.
aku membulatkan mulut begitu mendengar penjelasannya. pikiranku terngiang kembali. soal Papah yang begitu Over protektif pada anaknya untuk belajar.
aku bukannya tidak setuju dengan orang tuaku yang bertindak seperti itu. tapi, tanpa perlu di beri warning. aku juga akan melaksanakan kewajibanku sebagai pelajar. dan kalo di lihat lihat aku gak bego bego amat ko. buktinya aku masuk kelas XIII IPA 1 dan aku juga tidak pernah ketinggalan peringkat kelas. yeah kalo papah menginginkan lebih dari itu aku akan tetap berusaha.
"jam berapa kak?" tanyaku. kak Fahmy melirik jam di atas meja belajar, begitu juga aku.
"mati gue!" aku menepuk jidat. seperti abis melihat bencana 
Tornado di Amerika. 
JAM DELAPAN! 
aku mencari-cari handphoneku dengan gelisah. setelah ku temukan wajahku malah terlihat lebih panik. 
"udah siap day? kita udah nungguin dari tadi" sahut Lin setelah telepon diangkat. nampaknya ia jengkel serta bete. 
"Lagi packing, bentar ya" aku meringis. 
"oke" 
Kak Fahmy mengadah wajahku dengan sorot mata curiga. aku nyengir kehabisan akal untuk berkelit. 
"mau kemana?" akhirnya Kak Fahmy mengeluarkan pertanyaan yang membuat aku gelagepan. aku segera turun dari tempat tidur dan secepat kilat memberesi barang-barang bawaanku. sembari mikir jawaban atas pertanyaan Kak Fahmy. takut takut kalo aku nanti salah jawab Kak Fahmy malah bertindak yang diluar rencanaku pagi ini. apalagi kalo sampe ngadu sama Papah. haduh bisa gagal total ini. 
"Day?" Kak Fahmy melirikku dari ujung matanya. ia memanggilku untuk memastikan aku. sadarkah aku ini atas pertanyaannya? aku tidak ingin Kak Fahmy menggugat ideologiku seperti Papah! aku memasukan beberapa lembar baju kedalam koper yang berada di samping lemari. sebelumnya aku sudah berpesan pada Bi Inem agar menyiapkan koper di kamarku. aku berbalik badan melihat Kak Fahmy dengan expresi wajah yang masih menunggu jawabanku. aku menarik napas sejenak lalu menghembuskannya perlahan. aku tau denyut nadiku sedang tidak lagi normal. tidak! aku tidak sakit hanya saja perasaan khawatir serta takutku akan Papah yang bisa saja mencegah untuk pergi hunting. padahal seharusnya Papah mengerti ini impian terbesarku.
oke, mari mulai bicara. kali ini jangan berlogis-logis ria. tapi, sentuh perasaan Kak Fahmy!
aku mengembangkan senyum mautku. agar Kak Fahmy percaya bahwa adik kesayangannya ini tidak akan berbuat aksi anarkis.
"Kak Mimi sayang gak sama Day?" tanyaku dengan nada sehalus mungkin, seperti halusnya beledu.
Kak Fahmy membelalakan bola matanya. seolah itu adalah pertanyaan bodoh yang pernah aku ajukan untuknya.
ia memegang bahuku. lalu menatapku dalam. kalau seandainya ia bukan Kakakku pasti aku sudah kelepek-kelepek dibuatnya.
karena untuk ukuran seorang cowok. Kak Fahmy termasuk cowok yang gampang banget bikin cewek cewek bego sepertiku meleleh dalam hitungan detik. lalu Kak Fahmy tersenyum serta mengangguk.
"sekarang Kak Mimi tau, gimana hobby dan keinginan?" alisnya terpatri. lalu ia mengangguk setelahnya.
"bakat, hobby dan keinginan besar. yang selalu terkatung-katung diatas kepala kakak untuk mencapai kesuksesan, apa kakak hanya diam? sementara bintang itu menanti untuk di petik" aku tau gaya bicaraku sudah seperti Khalil Gibran. tapi seperti itulah gambaran nya hingga aku nekat begini.
"pergilah" ujar Kak Fahmy. yap! itu kata-kata yang ku nantikan dari Kak Fahmy. aku menebar senyum bahagia.
"biar aku yang tanggung jawab disini" kata-kata Kak Fahmy bagaikan superhero yang tengah menyelamatkan aku dari bencana alam serta ancaman maut.
senyumku kini haru..
"trimakasi kak, i'll always remember you. miss you"
"me too dear"
aku menyenderkan kepalaku pada dada Kak Fahmy. ia mengelus rambutku dengan segenap rasa sayangnya. momen-momen ini sudah lama tidak terjadi. dan aku sangat merindukannya. ternyata Tuhan menurunkan ia untuk menyayangiku. thanks god!
...

"aku pergi ya kak" pamitku setelah aku merasa telah siap untuk berangkat. aku juga tidak lupa untuk mandi lho!
"tolong rahasiakan hal ini sampai beberapa jam setelah aku berangkat" pintaku pada Kak Fahmy.
"siap laksanakan tugas pak!" serunya meledekku. aku memukul pelan bahu Kak Fahmy.
"thank you. i belive with you" ujarku riang.
"yeah, i sure"
dan aku merasa hidup kembali.
"jangan nakal ya, Kak Fahmy jauh dari kamu Day!" pesannya.
"okay" kataku bersemangat. Kak Fahmy mencium keningku. seperti kita akan terpisah lama. padahal aku hanya akan meninggalkan rumah dalam beberapa hari saja. memang kesanny Kak Fahmy agak 
lebay hehe. tapi aku cukup maklum kok dalam kondisi seperti ini seharusnya aku dan Kak Fahmy menghabiskan waktu berdua. entah hanya sekedar jalan-jalan. atau nonton bareng. yang pasti aku ingin bersamanya. tapi semua rencana itu mungkin akan ku tunda. sampai aku menyelesaikan hal yang satu ini. ambisiku terus berapi-api. 

aku mulai keluar kamar dengan celingak-celinguk. sebelumnya Kak fahmy sudah mendahuluiku ke luar kamar. sampai aku mendapatkan tanda aman dari Kak Fahmy. barulah aku mengendap-endap berjalan keluar. 
ya gak jauh bedalah sama maling kutang yang di peraktekan Dino kemarin. 
aku berhasil melewati kamarku, dan menuruni tangga dengan aman. meski aku tau, jalanku agak ribet. karena barang bawaanku kayak orang diusir dari kost-kostan. Kak Fahmy berjaga jaga di depan pintu ruang tamu. ia malah lebih mirip satpam perumahan hehe. peace! 
aku berpapasan dengan Bi Inem. aku sudah memprediksikan sebelumnya ia pasti akan bertanya "mau kemana?" hal yang seperti ini sudah ku wanti-wanti sebelumnya. tidak ada seper sekian detik aku berhasil membungkam mulut Bi Inem. lalu aku berbisik di telinganya.
"Bibi tanya sama Kak fahmy aja tiga jam kemudian, oke?" Bi inem mengangguk sepakat.
"sekarang Bibi mau bantuin Day gak?" tanyaku.
"mau" jawabnya dengan nada suara paling rendah.
"Bibi sekarang ke dapur, terus pecahin piring. satu plis!" aku bernada memohon.
"sayang piringnya atuh"
"gapapa Bi"
"nanti kalo disuruh ganti gimana?"
"nih buat gantiin piringnya. sisanya buat Bibi beli baksonya mang jaka!" seruku. aku menyodorkan uang 50ribuan kepada Bi Inem. sengaja aku melakukan tindakan ini. kita lihat gimana hasilnya!
"PRANGGGGGG!!!" akhirnya suara piring pecah terdengar dari dapur.
"ada apa Bi?" teriak Mamah dari ruang TV.
ini salah satu trik untuk mengalihkan perhatian orang rumah. aku menjajarkan tubuhku dengan bupet di sebelah tangga. dan lekas berdoa atau sekedar 
komat-kamit. semoga saat Mamah lewat. ia tidak menyadari keberadaanku. aku mendengar jelas langkah kaki Mamah. dan semakin mendekat. aku memepetkan tubuhku pada tembok. semepet mungkin. serta menahan napas selama sekian detik. setelah Mamah melewatiku. aku memastikan ia benar-benar masuk ke dalam dapur dan...

Kak fahmy melambaikan tangannya setelah ia mengantarku hingga aku masuk kedalam mobil Benny. napasku masih terdengar host host host.
karena aku setengah berlari hingga mulut komplek.
"ngapain aja si lo Day?" tanya Lin.
aku nyengir "kesiangan"
"fiuuuh dasar lo! gue udah nunggu seabad juga disini" protes Dino.
aku nyengir lagi. aku sendiri gak sadar kalo dari tadi expresiku cuma cengar-cengir. aku harap mereka masih menganggapku waras.
Benny yang menyetir mobil ditemani kekasihnya yaitu Dino. Lho? hehe.
aku dan Lin duduk ditengah. sementara.. ada kejanggalan disini ternyata. yaitu dengan kehadiran selly anak cheers dan tidak lain 
adalah pacarnya Rifky. ini sungguh diluar rencana. tapi kemungkinan-kemungkinan yang telahku analisa sangat kecil peluang untuk selly ikut hunting. pertama aku tau selly gak suka dunia photografi. kedua sell alergi traveling. dia bakal mabuk kalo terlalu lama didalam mobil. tapi ku rasa semua itu akan kandas begitu saja demi Rifky.
"Day, tadi lo tu dapet ijin gak si?" tanya Dino. ia menoleh kearahku dengan wajah penasaran.
"iya day, gue bingung. lo dianter abang lo tapi kok ya lari-lari?" tambah Rifky menyerangku.
"tapi kalo menurut gue si, Day pasti kabur dari rumah" putus Dino.
"kata siapa lo? sotoy banget. masa kabur bareng abangnya" sanggah Rifky.
"gue harap gak begitu" gumam Dino tanpa diayak. Lin segera memelototinya dengan galak.
Dino nyengir kuda. "sayang kan lin lima puluh ribu gue masuk dompetnya si gembel!" Dino mendongak kearah Rifky . ia belum juga tobat. wajah Lin tambah garang.
aku masih diam. tanpa peduli mereka.
"Makanya sob, kalo gak punya duit jangan berani taruhan. ah sayang deh tu duit lo!" ujar Benny.
yap. aku setuju sama Benny.
"Day?" panggil Rifky lembut. alisnya bertaut. aku tau ia menginginkan ku untuk segera menjawab. supaya pundi-pundi di dalam dompetnya bertambah.
Selly mencubit pinggang Rifky. ia merasa nada bicara Rifky terlalu lembut untuk berbicara denganku. dasar cewek tingkat cemburunya tinggi banget! aku tersenyum penuh kemenangan. aku sadar aku ini cewek. tapi perasaan cemburu itu gak kelewatan gitu. lalu pikiranku berkelana teringat saat aku bersama Jimmy. dan bahkan aku sendiri gak bilang kalo aku akan pergi keluar kota. Jimmy pasti marah.
"bokap gue tetep gak ngasih ijin" aku segera tersadar dari lamunanku.
"tapi Kak Fahmy yang tanggung jawab atas gue" jawabku sejujurnya.
Lin menatapku cemas.
"nah gue menang!" seru Dino puas. sementara reaksi Rifky mendadak kecewa.
"limapuluh ribuku sayang. muach. bye bye!"
Rifky menciumi kertas biru yang ditandatangani gubernur Bank Indonesia sebagai tanda perpisahannya.
"ah lebay lo! sini buruan domet gue udah kangen nih sama yang biru-biru" ujar Dino. Benny ikut terbahak. sementara aku menggigit bibir bawahku seraya menyunggingkan senyum muram ke arah Lin.
ia mengangkat sebelah alisnya. wajahnya seolah mengingatkanku untuk lebih serius lagi menghadapi masalahku. kesannya aku seperti main-main di mata Lin.
"tenang aja. gue gapapa kok" ucapku tenang.
"tapi Day seharus..."
"Lin!" aku segera menyanggah kalimat Lin.
"Day, lo yakin?" Benny menatapku melalui kaca diatas dasboard mobil.
"iya" jawabku.
"apa lo masih mau berubah pikiran? gue bisa puter balik kalo lo mau" imbuh Benny. yang lain menatap kearahku termasuk selly yang tidak mengetahui seluk beluk permasalahannya.
"i sure. jangan khawatir guys! gue gapapa" aku meyakinkan mereka sekali lagi. Benny mengangguk. Lin tak berkedip. dan Dino ber-ooo-ria. 
wajah Lin makin mencemaskanku. 
"Lin.. gue baik baik aja" aku mengusap bahu nya. disatu sisi Lin juga termasuk pengidap melankolis. 
setiap tiga jam sekali kami berhenti. itu karena permintaan dari Selly. ia tidak tahan terlalu lama berada di dalam mobil. 
disini Benny sangat piawai dalam hal menyetir itu patut ku acungi jempol. ini bukan perjalanan yang singkat dan akan memakan waktu yang cukup lama. perjalanan sudah hampir empat jam mungkin Benny terlalu kuat menginjak pedal gas. sehingga pemandangan sekelilingku sudah terlihat secara jelas. 
dua jam berikutnya aku dan lin tertidur. sementara Selly sudah tidur dari jam pertama setelah berangkat. aku yakin Rifky menyiapkan obat anti mual untuk pacarnya itu. 
Dino disini berperan menjadi second driver. ya setidaknya untuk menggantikan Benny bila ia merasa lelah. 
saat aku terbangun hari sudah gelap. tapi kami masih dalam perjalanan. ternyata perjalanan malam lebih menyeramkan serta mengerikanditambah kami melewati jalan-jalan yang curam. disaat seperti ini aku harus mengumpulkan segenap keyakinanku untuk berpositif thinking. kami akan baik-baik saja. bagaimana juga ancaman bisa datang kapanpun. aku merogoh kantung celanaku untuk meraih handphoneku. Jimmy tidak henti-hentinya mengirimiku pesan singkat. aku membacanya satu persatu. dan tanpa membalasnya. ia mengkhawatirkan aku. Jimmy saja tidak ku beri tahu soal ini. jadi wajar kalau ia bertindak seperti ini.
dan memikirkannya membuat dadaku nyeri oleh kehampaan. aku segera memasukan handphoneku kembali.
"udah di daerah mana kita?" Lin mendesah. mengucak matanya.
"kebumen" jawab Dino.
lalu tak ada sahutan lagi dari Lin. mungkin ia melanjutkan tidurnya.
kini gantian Rifky yang menyetir. ditemani oleh Selly disampingnya.
sementara Benny dan Dino pindah ke kursi belakang.
jam di dasboard mobil menunjukan pukul 19:00 malam. tapi terasa jam 2 pagi. kami melintasi beberapa   

No comments:

Post a Comment