Sebelum menjadi kita, aku dan kamu adalah dua buah tanda tanya yang berusaha mencari jawaban dengan ke-mengertian, sampai pada akhirnya kita lelah, menyerah dan berhenti di sebuah titik, untuk saling berpegangan agar bisa meneruskan perjalanan.

Monday, August 29, 2011

photograflove :)

Aku membolak balikan majalah foto-video yang tadi siang ku beli. Mataku menyapu halaman perhalaman. Setiap halamannya berisi gambar camera yang lagi ngetrend. Tak jarang mataku membulat dan mulutku ternganga melihat gambar camera dalam majalah yang mengagumkan! Aku memang suka memotret, hobby malah. Tapi, sayang aku cuma punya camera saku canon yang harganya tidak seberapa. Itu pun hadiah dari papah di ulangtahunku yang lalu. Dengan resolusi 10 megapixel dan LCD ukuran 2,7 inci aku melampiaskan hobby memotretku. Majalah ini cukup menggiurkanku untuk membeli canon EOS 60D. Camera keluaran bru yang menggantikan canon EOS 50D. Yang ini sering banget disebut sebut di internet, makanya namanya melambung tinggi dipasaran. Apalagi di lengkapi kekuatan CMOS 18 megapixel. Dan yang paling membuatku ngiler kepengen beli adalah layar LCDnya yang bisa diputar dan di tekuk. Sayang beribu sayang harganya gak nahan. Menembus belasan juta. Itu yang membuat nyaliku langsung ciut apalagi klo ngeliat kocek jajanku yang gak seberapa. Tengkyu banget deh.
Tv ku biarkan menyala tanpa ku tonton, jam menunjukan pukul s malam, suasana rumahku telah sepi. Handphoneku beberapa kali bergetar tapi tak ku pedulikan. Aku lg marah sama Jimmy lantaran tadi siang ia membuatku kesal.
"hai diana" sapa om Reza yang baru datang. Aku menurunkan majalah yang tadi menghalangi pandanganku. Dan ku lihat wajah om Reza tersenyum sumringah bersama dengan tante Mila yang mengapit lengannya.
"hai om, tante" aku berbalik sapa pada keduanya dengan menyunggingkan senyum.
Tanpaku persilakan mereka telah mengambil posisi duduk di sofa sebelah kananku. Tepat menghadap ke tv.
"kamu baca apa day?" tanya tante mila.
"cuma majalah ko tan"
"sejak kapan kamu suka fotografi?" tanya tante mila yang ga pernah mengetahui hobbyku ini.
"he'eh" aku mengangguk.
"coba om liat majalahnya" om reya merebut majalahku, lalu ia membukanya. Aku melihat expressinya yang seolah ngewow dan anggukan kepalanya beberapa kali.
"papah dimana day?" tante mila kini mengganti topiknya."ada dikamar, sebentar ya diana panggilin" om dan tante mila mengangguk serempak, aku segera hengkang ke kamar papah. 
Tok tok tok. Ku ketuk pintu kamar papah lalu setengah berteriak dari balik pintu "pah, mah ada om reza sama tante mila" 
"iya tunggu sbntar"suara mamah terdengar sedikit parau. Aku tau mamah pasti sangat lelah karena mereka baru aja pulang dri luar kota. 

"tunggu aja ya tan, bentar lagi juga mamah dateng" 
"mamah sama papah baru pulang day?" 
aku mengangguk 
"dari mana?" tanya om reza. 
"banyuwangi" 
keduanya membulatkan mulut. aku mengambil handphoneku di atas meja. sempet kaget juga si ngeliat 11 missed called dari Jimmy. 
"temen om ada yang jual alpha tiga-tiga" kata-kata Om Reza membuatku menuding ke arahnya. 
"serius Om?" tanyaku "berapa harganya?" aku bersemangat. 
"ya.. paling di bawah angka lima" aku tersentak. 
"limaa... juta?" iyalah masa gopek! 
om reza mengangguk. sebenarnya angka lima untuk kelas sony.
alpha 33 itu termasuk murah. dan walaupun murar dari mana aku bisa dapetin uang sebanyak itu? tabunganku juga belum nyampe setengahnya dari itu. akhirnya aku cuma cengar cengir "nanti deh om, diana tanya dulu sama papah"
gak lama kemudian mamah datang menghampiri kami dengan baju tidurnya. iya benar. ku rasa memang waktunya mamah beristirahat. hanya saja karena kedatangan om reza dan tante mila, beliau meluangkan waktunya untuk mereka. maka dari itu aku langsung ngeluyur ke kamar. who know? ada something yang harus di bicarakan. dan mungkin aku tidak boleh mendengarnya. karena belum cukup umur.
...

aku masih kepikiran omongan om reza semalam. sony alpha 33..
"mah..." panggilku pada mamah yg sedang menyendokan nasi goreng ke piring papah. saat itu kami sedang berada di meja makan untuk menyantap sarapan yang gak jauh beda dari sarapan saban hari. 
"iya kenapa sayang?" sahut mamah kalem. serta ramah. aku diam sejenak.
"kenapa day? kamu mau nambah nasi goreng nya?" tanya papah. mereka yang dekat denganku pasti selalu memanggil ku "day" bukan "diana" kata papah si kata "day" itu diambil dari julukan nya lady diana yang sering di panggil day sama pangeran charles. dan panggilan itu sangat familiar dikalangan human in earth. ya termasuk aku juga. bahkan aku mengagumi sosok lady diana. karena kepiawaiannya dalam menolong sesama.
aku menggeleng. dan menarik napas sejenak. aku ragu untuk mengucapkannya. "aku ingin sony alpha tiga tiga pah.." aku sengaja mengatur frekuensi bicaraku. agar terdengar lebih halus lembut memelas dan kasihan! trik ini kupakai kalau aku menginginkan sesuatu dari papah. hehe. 
papah dan mamah langsung bertatap muka. lalu mamah memalingkan ke arahku. "bukannya kemarin papah memberimu camera saku ya? yang canon itu lho day" nada bicara papah mengingatkan. seolah aku ini nenek nenek pikunan. aku mencoba meralat omongan papah.
bukannya-kemarin-papah-memberimu-camera-saku-ya? padahal kejadiannya udah hampir setengah tahun. ini sebenernya yang pikun tu aku atau papah si?
"memang kamera mu kemana day?" tanya mamah.
"ada kok. ga rusak masih bagus malah"
"tuh kan masih bagus. pake yang itu aja dulu"
ups... haduh kenapa aku bilangnya masih bagus si? nanti kalo ga dibeliin gaswat!!
"yah.. mamah. aku mau sony alpa" tatapanku memelas pada mamah. lalu beralih ke papah.
"day.." sanggah papah.
"lagi pula harganya ga mahal ko" aku menyanggah lagi "gak perlu jual warisan kakek" gak tau kenapa aku bisa ngomong asal jeplak begitu.
"kamu ini kalo punya mau pasti gitu" sahut mamah sambil berdecak decak.
"pah.. beliin aku ya? ya? plis pah.." gak berhasil merayu mamah aku berpaling merayu papah. papah hanya mengeluarkan seuntai senyum yang tidak aku mengerti. 
sudah ku duga mereka akan bersikap seperti itu. aaaa... mereka jahat!
aku langsung meraih tasku. dan segera pergi kesekolah tanpa pamit. aku jadi kesel sendiri. dengan mood yang jelek banget aku mengikuti jam pelajaran. meski jujur aku gak ngerti sama sekali apa yang di jelasi pak Sam di pelajaran fisikanya. alhasil aku malah nyoret nyoret buku catatanku dengan puluhan huruf "alpha 33" bukan dengan rumus fisika. i'm so hopeless.
"kenapa sms dan tlp ku gak kamu angkat day?" pertanyaan jimmy seolah menudingku. sudah ku prediksi sebelumnya bahwa jimmy pasti menemuiku usai bel sekolah berteriak-teriak.
"hmpft.." aku berkeluh dengan menghembuskan napas perlahan. lalu mataku menatap jimmy berang "aku lagi gak ingin ngebahas yang itu" tukasku.
aku harap dia segera pergi dari hadapanku. karena today aku benar benar lagi bad mood untuk perang sama jimmy atau siapapun yang mau main perang-perangan sama aku. mata jimmy menuding kearahku. 
"tapi aku mau mendengar penjelasan kamu. diana!" ada penekanan disuara jimmy.
"kenapa kamu maksa aku si!"
kini jimmy mengambil posisi duduk tepat di sebelah kiriku. ia nenatapku serius.
bisa ku lihat di bola matanya seolah ada jarum yang akan memecahkan bolamataku dalam sekejap.
"kamu tuh ya keras kepala banget. aku tanya baik-baik malah jawabnya begitu!" suara jimmy mengelegar. dan kini seluruh isi kelas menyorotiku. ada yang kasian. ada juga yang kesel sama cara jimmy memperlakukan selayaknya aku sebagai pacarnya. semua terlihat dari expresi mereka. sementara aku seolah orang yang paling ga bersalah di mata mereka. bahasa kerennya korban.
bola mataku terbelalak. "seharusnya aku yang marah. kemarin ngapain kamu pulang bareng nindy?" mendali kini berpihak padaku. jimmy bungkam. kata-kataku sukses menusuk jimmy. dan tanpa tralala lagi aku meninggalkan jimmy begitu saja dengan mengantongi senyum kemenangan. dan sangat wajar kalau aku melakukan hal ini. sebab ini pelajaran buat jimmy. gak semudah itu berurusan dengan
 aku mengambil langkah cepat menuju kantin. ku temukan teman temanku disana. 
"tumben lama kenapa?" tanya Lin. si sipit itu 
"pasti urusan sama jimmy ya?" sambung benny dengan gaya sok taunya. 
"aduh. jangan ngebahas jimmy deh" keluhku. pikiranku terasa mumet bila berurusan dengan nya. 
"besok ada pameran camera nih, namanya photokina. pagelaran taunan. ada yang mau ikut?" tanya Dino mengajukan usul. soal Jimmy terlupakan begitu saja. Lin, Benny, dan Rifky mengacung. sementara aku tidak bereaksi. 
"lo gak ikut day?" tanya Lin menyipitkan matanya yang emang udah sipit. jadinya merem dong? hehe iya kali. coba aja bayangin sendiri. 
"emang dimana?" 
"gallery cipta 2" jawab Dino 
"lo ikut aja day" usul Rifky, yang lain ikut mengiyakan. 
"tenang day. acaranya pulang sekolah. jadi lo gak musti cabut sekolah" dino kembali memantapkan. 
"oke gue ikut" putusku. mereka tersenyum. oh iya aku belum cerita ya. Lin
benny, rifky dan dino adalah club foto disekolah. termasuk aku didalamnya. mereka tidak jauh beda denganku. penggila photografi. tapi kami masih tergolong pemula. menurutku dunia photografi itu sangat interesting! dan mengasikan. dapat mengambil gambar yang dilihat oleh mata dengan diabadikan sepanjang masa. kalo soal fotografer aku sangat mengagumi saelan wangsa. seorang fotografer yang mendalami bidang foto landscape atau sebuah tempat. ia mengawali fotografi sejak SMA ya seperti aku ini. dan memulai dengan kamera analog bermerk seagul. lelaki berkacamata jebolan universitas taruma negara ini menghasilkan foto foto landscape yang kerap unik. dengan teknik pemotretan sedikit berbeda dari fotografer lainnya. berkat om wangsa kini aku jadi lebih dan lebih tertarik lagi dalam dunia fotografi.
...
"aku mau bantu kakek boleh?" tanyaku pada lelaki bertongkat itu. ia adalah kakekku. kakek mempunyai usaha resto di daerah fatmawati.
"kok tumben? memangnya ada apa?" tanya kakek keheranan.
"mau cari pengalaman kek.. boleh ya?" sebenernya niat aku membantu kakek adalah supaya mendapat uang jajan tambahan, siapa tau aku bisa meraih camera impianku itu. tanpa belas kasihan dari papah.
"tentu, tapi sudah izin papahmu?"
aku menggeleng pelan.
"diana udah besar kakek, masa cuma hal kecil seperti itu harus minta izin papah?"
padahal aku tau, seharusnya aku lebih baik minta izin papah terlebih dahulu.
pikirku, aku yakin kalo tidak akan ada yang akan memarahiku. sekalipun papah! aku tau yang aku lakukan bukan hura hura atau semacamnya. dan ini sudah menjadi tekad ku.
"aku ingin propesional kek" tegasku.
"oke, nanti akan kakek pertimbangkan dengan nenekmu" ujar lelaki yang telah memiliki ribuan keriput diwajahnya itu.
lalu ia menyundutkan sepuntung rokok dimulut yang mulai menguning.
"makasi ya kakek" kataku kegirangan.
dan nenek dengan bangganya menerimaku.
bahkan beliau tidak seperti kakek yang sepertinya agak curiga dengan permintaan ku yang satu ini.
"semangat bekerja day! ingat, bekerja itu tidak mudah" nenek memberiku semangat sekaligus petuahnya. dan thanks god, hari ini juga aku langsung di terima bekerja di resto milik kakek. meskipun aku masih tergolong junior banget disini. tapi seniorku menunjukan sikap keramahannya padaku.
"mohon bantuannya kak" seruku pada seorang pegawai kakek.
ini langkah awalku walaupun memang sepertinya tidak mudah. tapi, aku punya keyakinan yang cukup besan. terutama obsesiku pada camera impian itu.
...

drrt.. drrt.. drrt..
from : Lin Aliyu
day, kt dino bsk bw bju gnti y!

aku tersenyum membaca sms Lin. antusiasme lin memang menakjubkan.

to: Lin Aliyu
ok :)
baru setengah hari aku bekerja saja, aku sudah merasa kelelahan. badanku terasa remuk semua. tubuhku sudah bobrok disofa ruang tamu kakek. sepertinya aku akan menginap malam ini dirumah kakek.






No comments:

Post a Comment