Hening.
Kadang keheningan membuat kita lebih banyak merenung. Memikirkan banyak
hal yang harus kita perbaiki.
Seperti embun yang selalu setia menemani daun di pagi hari meski hanya
sebentar. Lalu ia pergi dengan sendirinya seiring matahari bergeser mencapai
puncaknya.
Hening pula yang membuat kita berkali-kali mengingat sesuatu yang tidak
indah di masalalu. Kemudian menjadi mimpi buruk yang membuat lari.
Aku menulis ini dalam keadaan hening, diantara pijar bintang yang
melelapkan manusia lelah karena angkuhnya realita lalu mereka dibawa pergi oleh
mimpi.
Seringkali di tengah keramaianpun, kita masih merasa hening. Saat mereka
tertawa yang sebenarnya adalah menertawakan kepedihan mereka masing-masing. Yang
sebenarnya tidak selalu hal lucu. Dan kita masih saja terbelenggu dalam
kesendirian yang tak terucap.
Jika ini adalah sebuah renungan. Dari hati yang paling dalam keheningan
saat ini adalah menyimbolkan luka. Dari kesalahan-kesalahan masalalu yang
pernah kita perbuat. Dari banyak hati yang terlanjur sakit karena terabaikan. Dari
mulut-mulut yang tak sengaja mengucap.
Hening kini bermelodi, ia menentukan ritme yang menyambut kapan
detik-detik kita mulai menangis.. dalam entah yang bagaimana, dalam keadaan
yang tidak bisa dijelaskan kita dipersulit oleh egoisme tidak sehat yang selalu
bertindak sebagai jagoan karena mau menang sendiri. Lalu air mata turun sebagai
simbolis luka, ia membelah pedih yang tak sempat menyampaikan maaf pada
kesalahan.
Padahal, kita sadar, tidak ada hati yang benar-benar tidak bisa memafkan
kesalahan meski kadang memilukan..
Vieority.
0:34
No comments:
Post a Comment