Sebelum menjadi kita, aku dan kamu adalah dua buah tanda tanya yang berusaha mencari jawaban dengan ke-mengertian, sampai pada akhirnya kita lelah, menyerah dan berhenti di sebuah titik, untuk saling berpegangan agar bisa meneruskan perjalanan.

Wednesday, March 23, 2016

sekali lagi, jatuh cinta diam-diam.





Jikalau menyerah adalah sebuah hal lazim yang pakai setiap pemain, aku akan melakukan hal yang sama. Aku sudah berkali-kali menyerah.
“Udah mau pulang ya shafira?” tanya Ken dengan kaus bulutangkis favoritnya. Aku baru saja menyelesaikan kelas biola. Ken kira-kira masih akan latihan dua jam kedepan.
Aku mengangguk.
“Mau menungguku? Nanti kita bisa pulang bersama,” tawar Ken. Aku memberanikan diri menatapnya setelah bersikukuh bertengkar dengan perasaanku.
Bukankah Ken selalu bersikap manis pada setiap wanita? Bahkan ia memberikan Karin hadiah saat ulang tahun. Jadi, kalau hari ini ia mengajakku pulang bareng, tidak ada yang istimewa.
Tapi entah kenapa, aku selalu terkagum dengan keindahan hadirmu, disetiap hariku.
Aku masih menenteng tas biolaku, lalu menggeleng.
“Maaf aku tidak bisa,”
Hal yang kurasakan, seluruhnya hanya sebuah angan yang kusimpan apik dalam mimpi. Aku harus belajar untuk melepas sesuatu yang bukan milikku.
“Kenapa, Sha?” wajahnya terlihat bingung, ini pertama kali aku menolak tawarannya. Biasanya aku mau-mau saja kalau ia mengajakku menonton konser atau pergi ke pameran seni. Ia Hafal betul aku menggilai art. Ia selalu menemaniku kemanapun aku mau, kapanpun kondisinya. Ia selalu ada. Kadang aku tidak habis pikir, mengapa ada orang sebaik Ken.
Lalu aku sadar, Ken adalah pacar Karina, sahabatku sendiri. Aku berusaha senormal mungkin untuk tidak jatuh cinta pada Ken, Karena aku menghargai Karin. Tapi rasanya mustahil kulakukan, kalau Ken selalu berbuat baik padaku. Bahkan ia laki-laki pertama yang mengkhawatirkanku saat aku pulang kehujanan tanpa mantel. Ia jauh-jauh menjemputku saat Ibu sedang sakit.
Wanita mana yang tidak jatuh cinta pada Ken kalau caranya seperti ini.
“Aku, aku sudah ada janji dengan pria lain,” kataku akhirnya.
Ia menatapku tidak percaya, alisnya bertaut, “kau yakin?” tanya Ken.
Aku mengangguk. Tapi tentu saja tidak.
Ken membalasnya dengan senyum, “Kalau nanti laki-laki itu menyakitimu, kau katakan padaku. Besoknya dia sudah tidak ada,” kata ken, nadanya seolah-olah sungguhan.
Sejujurnya aku tidak ingin lebih lama berkecamuk dengan perasaan ini, aku sudah mencintainya dan berkali-kali jatuh cinta pada orang yang sama. ia keindahan bagi banyak mata yang sayang kalau dilewatkan.
Ken mengusap rambutku dengan gemas, ia mengumbar senyum yang bisa membuatku kembali jatuh cinta. “Hati-hati ya, Shafiraa,” katanya. Lalu aku melihat punggungnya mulai menjauhiku.
Andai kau pilih aku.
Andai kau sadar, bahwa ada cinta yang kupendam sendirian.
Andai kau mengerti, apa yang berkali-kali mencegahku untuk tidak menyakiti hati.
Aku menatapmu sekali lagisecara diam-diam dan tanpa sepengetahuanmu. Aku hanya bisa melihatmu dari kejauhan, lalu berkali-kali mengucap hal yang sama. Biar kupendam rasa ini sendiri.

#Terinspirasi dari lagu Maudy Ayunda -Biar kusimpan dalam mimpi.

No comments:

Post a Comment