Dear agen
neptunus.
Hai, agen. Apa kabar?
Tentunya lama sekali kita tidak bertemu. Aku juga tidak yakin bisa bertemu
denganmu lagi atau tidak. Karena suatu keadaan, kita tidak bisa bertemu
seleluasa dulu. Terakhir kali kudengar kabarmu, kamu sedang berada di pantai
pangandaran, rumah kita, rumah neptunus, rumah yang selalu kujadikan tempatku
membuang segala keluh-kesahku tentang bumi. Tapi, kamu menghilang lagi. Seperti
terseret ombak dan tenggelam ke dasar laut, hingga tak terlihat.
Aku selalu
berharap kamu baik-baik saja.
Ini sudah berada
di penghujung tahun. Aku sudah menjalani tahun ini dengan menjadi orang yang
sesederhana mungkin, sesederhana pijar matamu yang menatapku waktu itu. Banyak hal
gila yang aku temui, banyak hal yang menghampiriku secara tiba-tiba, mendadak
dan langsung terkonfirmasi begitu saja. Seperti halnya kamu.
Aku sudah
menemukan tempatku, tempat orang-orang yang penuh kasih sayang, tempat berbagi
ilmu, rumah kedua bagiku. Aku bahagia sekali bisa menjadi orang yang lebih baik
untuk saat ini. Tapi, aku belum menemukan tempat yang tepat untuk sandaran
hatiku, untuk berbagi sisa-sisa perasaan yang ada.
Aku harap, kita
masih bisa berbagi soal kehidupan kita masing-masing, seperti halnya, kita
dahulu yang berbagi apapun tanpa sungkan. Saat ini, aku kesulitan bercerita
denganmu, aku tahu, aku sudah tidak lagi bisa meminta waktumu, entah, rasanya
aku yang harus banyak memendam, atau aku mencari orang yang sepertimu, tapi
semuanya masih terasa abu-abu.
Tidak ada
manusia yang sempurna, sama seperti aku, aku terlalu mudah percaya dengan orang
baru, mungkin karena kepolosanku, atau
mungkin juga aku menyamaratakan bahwa semua orang berpredikat sama, orang baik.
Tapi kadang aku ketinggian menilai seseorang. Orang yang awalnya kunilai baik,
ternyata tidak sebaik yang aku pikirkan. Semuanya kembali kepada politik
kepentingan.
Bicara soal
cinta, mungkin aku sudah lelah dan menyerah. Pacaran bukan solusi terbaik saat
ini, beberapa minggu yang lalu, aku menjalani suatu hubungan yang kubilang
aneh, dan bodohnya, aku masih saja percaya dengan cinta yang kuanggap tidak
nyata, dengan perasaan rindu yang sangat tolol. Padahal, tidak mudah bagiku
menerima seseorang baru yang akan memegangi tanganku dalam setiap perjalanan
hidup yang panjang ini. Dan tidak mudah juga bagiku, melupakan seseorang yang
sudah masuk dalam hidupku. Seperti halnya kita.
Terlalu banyak
kenangan, kesederhanaan, tangis, kangen, tawa yang sudah kita lewati bersama. Dan
semuanya terlalu indah. Tapi mengapa seseorang masuk ke dalam hidupku secara
tiba-tiba, menyatakan cinta, memintaku jadi orang lain, kemudian saat aku tidak
bisa, ia pergi meninggalkanku begitu saja, semudah itu rupanya ia melupakan
janji-janji manisnya. Sekali lagi, aku terlalu bodoh.
Seseorang mencintai
pasangannya, karena yang dicintai adalah dia, bukan orang lain. Jadi kenapa
harus jadi orang lain dulu agar kita dicintai? Kalau ternyata jadi diri sendiri
itu terasa lebih nyaman. Biarkan perempuan lain cantik karena makeup yang
dipakainya merek nomer satu, biarkan perempuan lain cantik karena stilettonya
paling mahal, atau roknya di atas lutut. Tapi, aku hanya perempuan sederhana,
yang biasa-biasa saja. Yang tidak begitu menyukai make up, stiletto atau rok
mini. Aku sedang berusaha membasuh wajahku dengan air wudhu minimal sehari lima
kali. Itu saja. Sudah cukup bagiku.
Agen sayang,
jalan kita mungkin berputar, dan kita tidak harus melulu meminta Tuhan untuk
memutar jalan untuk kita. Sekarang, kita punya kehidupan masing-masing yang
lebih dewasa, yang lebih realistis dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.
Dan di
penghujung tahun ini, resolusiku masih sama. Aku ingin menikmati hidup dengan
sederhana, aku ingin banyak berbagi pada anak-anak, atau pada siapapun yang
kurasa membutuhkan. Aku masih jadi Nona perindu seperti biasa, yang menanti
datangnya pelukan dari lengan seseorang.
Segitu dulu ya
surat dariku, agen. Semoga kita tetap menjadi orang yang terbaik di antara
orang-orang baik.
salam kangen.
No comments:
Post a Comment