Mengerti.
Sakit hati ini, seperti sahabat
yang melekat dalam setiap
malam yang pekat.
Tolong jangan tanyakan lagi,
bagaimana aku menghadapinya
seorang diri. Melihatmu datang
dan pergi seenak hati.
Sakit ini, bukan sesuatu yang
baru, tapi kau tau? Ini
membelengguku setiap waktu.
"Aku janji, setelah ini, aku tidak
akan pergi lagi," katamu.
Membuat janji (lagi).
Entah, ini kali keberapa kau
membuat janji, tapi, masih saja
aku percaya kalau itu bukan
dusta.
Aku bertahan, untuk kita.
Aku menatapmu, memutar
bola mata lalu mendesah
berlebihan. "Sampai kapan
kamu akan terus berjanji?"
Tanyaku.
Kau membungkuk,
menyungkurkan lututmu di
atas debu, lalu berkata dengan
wajah sendu yang selalu
menjadi senjata andalanmu, "Ini
yang terakhir, sayang. Sungguh, aku tidak akan
menyakitimu,"
Rasanya sakit.
Sayatan-sayatan ini semakin
dalam, semakin merusak sel-sel
hatiku. Bahkan, aku sendiri tidak tau
sampai kapan aku berhenti
mencintaimu?
Lelah ini turut andil dalam
pertemuan kita.
Lidahku mengelu.
"Aku ingin bersamamu, tidak
lebih dari itu," katamu seraya
meraih tanganku yang sedari
tadi gemetar, menahan isak
tangis.
Ku tarik urat-urat leherku,
butuh beberapa detik untuk mencerna kata-katamu. Kali ini syaraf senrorikku kurang bekerja dengan baik.
ku ulurkan tanganku, membantumu berdiri dan
mengumpulkan nyali menatap
matamu, kemudian berkata,
"kau hanya perlu mengerti kita, sesederhana itu."
| terinspirasi dari lagu Rio Febrian, - bertahan.
Sumber gambar: www.google.com